MK HMM V, HUKUM MEDIA MASSA
KULIAH V, 12 November 2020, JAM 08.30 – 10.30
dan jam 17.00 sd 19.00
JURUSAN KOMUNIKASI FISIPOL UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
Pengantar
Pada Kuliah IV ini telah diuraikan “Sistim Komunikasi dalam relasinya dengan hukum media massa”. Pada intinya sistem pers itu hanya dua, yakni sistim authoritarian dan sistim libertarian. Sistim Komunis/Uni Soviet adalah turunan dari sistim authoritarian, sedangkan sistim pertanggungjawaban sosial turunan dari sistim libertarian.
Secara singkat pula dapat dikatakan bahwa dalam sistem authoritarian tidak ada hukum media massa, karena semuanya diatur langsung oleh negara. Sebaliknya dalam sistim libertarian dan sistem pertanggung jawaban sosial, hukum itu sangat sentral.
Pada kuliah ke lima ini akan ditelaah teori-teori yang ada pada kuliah I sd IV dalam praksisnya dengan Undang-Undang Pers di Indonesia (UU No 40 Tahun 1999).
Agar dibaca dengan seksama, khususnya tentang pidananya.
Pertanyaan-pertanyaan yang ada di akhir materi ini agar dijawab di WA atau e mail saya reinhardhutapea59@gmail.com
∏
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
PERS
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud
kedaulatan
rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk
menciptakan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
demokratis,
sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang
Dasar 1945
harus dijamin;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara
yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan
pendapat
sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi,
merupakan
hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan
untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan
kesejateraan umum,
dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi
massa, penyebar
informasi, dan pembentuk opini harus dapat
melaksanakan asas,
fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan
sebaik-baiknya
berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional,
sehingga harus
mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas
dari campur
tangan dan paksaan dari manapun;
d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga
ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial;
e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undangundang
Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman;
f. bahwa
berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e,
perlu dibentuk
Undang-undang
tentang Pers;
Mengingat:
1) Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan
Pasal 28 Undangundang Dasar 1945;
2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;
Dengan
persetujuan bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG PERS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah,
dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan
media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang
menyelenggarakan usaha
pers meliputi perusahaan media cetak, media
elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus
menyelenggarakan, menyiarkan,
atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani
media cetak, media elektronik,
atau media lainnya serta masyarakat umum dalam
memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur
melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan
organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh
perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh
perusahaan asing.
8. Penyensoran
adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi
informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau
tindakan teguran atau
peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun,
dan atau kewajiban
melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib,
dalam pelaksanaan kegiatan
jurnalistik.
9. Pembredelan
atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan
peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan
hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan
karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan
nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita
yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang
untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa
fakta yang merugikan
nama baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk
mengoreksi atau membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik
tentang dirinya maupun
tentang orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan
koreksi atau ralat terhadap suatu
informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak
benar yang telah diberitakan
oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika
profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal
3
1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, dan
kontrol sosial.
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers
nasional dapat berfungsi sebagai
lembaga ekonomi .
Pasal
4
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan atau
pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional
mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan
hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak.
Pasal
5
1.
Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta
asas praduga tak
bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal
6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong
terwujudnya supremasi hukum,
dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi
yang tepat, akurat dan
benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran
terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik
Jurnalistik.
Pasal
8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan
pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum
Indonesia.
Pasal
10
Perusahaan
pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers
dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba
bersih serta bentuk
kesejahteraan lainnya.
Pasal
11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar
modal.
Pasal
12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab
secara
terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk
penerbitan pers ditambah
nama dan alamat percetakan
Pasal
13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan:
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan
atau mengganggu
kerukunan hidup antar umat beragama, serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan
masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud
rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal
14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga
negara
Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan
pers
nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut
:
a. melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan
pihak lain;
b. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan
pers;
c. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik
Jurnalistik;
d. memberikan pertimbangan dan mengupayakan
penyelesaian pengaduan
masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan
pemberitaan pers;
e.
mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
f. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam
menyusun peraturan-peraturan di
bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan;
g. mendata perusahaan pers;
3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh
organisasi perusahaan pers;
c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau
komunikasi, dan bidang lainnya
yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi
perusahaan pers;
4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan
oleh anggota.
5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) pasal ini
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga
tahun dan sesudah itu hanya
dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak
mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di
Indonesia
disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan
pers
dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa :
a.
Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan
kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh
pers;
b. Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers
dalam rangka menjaga
dan meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
1. Setiap orang yang secara
melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan
yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan
ketentuan Pasal 4
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima
ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5
ayat (1) dan ayat (2), serta
Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00
(Lima ratus juta rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9
ayat (2) dan Pasal 12
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (Seratus juta
rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan
perundang-undangan di
bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang
ada tetap berlaku atau
tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti
dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
2.
Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini,
wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang
ini dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya
undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pers
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor
40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang
telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang
Perubahan atas Undang-
undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 4 Tahun
1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 52, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang
Pengamanan Terhadap
Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu
Ketertiban Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3)
sepanjang menyangkut
ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar
harian, majalah-majalah, dan
penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Telah sah di Jakarta
pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BACHARUDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 1999
MENTERI
NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
Pertanyaan
1. Secara umum bagaimana pendapat saudara dengan Undang-Undang Pers ini? Jelaskan secara singkat.
2. Bagaimana pendapat saudara tentang “pidana” dalam UU Pers ini. Uraikan secara sistimatis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar