BK SPI VII, SISTIM PEMERINTAHAN INDONESIA
UJIAN AKHIR SEMESTER
20 FEBRUARI 2021,
JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
Pengantar
Tulisan dibawah ini sudah diberikan pada kuliah ke-7. Tulisan yang diangkat dari satu penelitian dosen Universitas Merdeka Surabaya, yang mungkin masih banyak kekurangan atau kelemahannya. Namun untuk sekedar alat pembahasan (tools analysis) untuk mata kuliah kita (Sistim Pemerintahan Indonesia), dianggap sudah memadai.
Minimal secara historis, data-data yang dideskripsikan sudah cukup sebagai alat analisis, sebab menguraikan perjalanan UUD sejak merdeka hingga ke amandemen 2000-2002. Bagaimana perkembangan UUD dalam setiap era tersebut telah dijabarkan dengan seksama.
Mari sama-sama kita pelajari, kita telaah, dan kita analisis dengan seksama. Sebagai bahan diskusi dan pertanyaan Ujian Akhir Semester (UAS), jawablah pertanyaan-pertanyaan (soal) yang tertera di bagian akhir. Diserahkan/di kirim via e mail, hingga jam 20.00 WIB Selamat mengerjakan dengan gembira.
KONSEP PEMERINTAHAN INDONESIA
MENURUT UUD 1945
Daniel
Susilo, Mohammad Roesli
Universitas
Merdeka Surabaya
Abstrak
Setiap negara modern menganut sistem pemerintahan yang
berbeda-beda tergantung
bagaimana kondisi sosial budaya dari masyarakat yang berada
dalam negara tersebut. Sistem
pemerintahan tersebut lazimnya termuat dalam konstitusi
negara., demikian halnya Indonesia
sebagai salah satu negara modern juga memiliki Konstitusi
yaitu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD
NRI tahun 1945) sebagai
norma dasar negara Indonesia yang memuat salah satunya adalah
pencerminan sistem
pemerintahan. Dalam pandangan para ahli hukum tata negara
Indonesia, dinyatakan konstitusi Indonesia
saat ini lebih demokratis dan bercirikan sistem pemerintahan presidensil yang berlandaskan prinsip chek and balances.
Kata Kunci:Sistem
Pemerintahan, Ketetanegaraan Indonesia, UUDNRI 1945
Pendahuluan
Konstitusi
Indonesia, sebagaimana negara-negara hukum modern lainnya dalam
perkembangan ketatanegaraan pernah mengalami perubahan yang
berpengaruh pula pada
sistem pemerintahan Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia,
tanggal 18 agustus 1945,
sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem pemerintahan
presidensil, cerminan sistem
pemerintahan presidensil termuat dalam Bab III Pasal 4 ayat
(1) UUD Tahun 1945 (Naskah
Asli) yang menyebutkan, bahwa ;
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut UndangUndang Dasar.
Presiden
menurut Pasal 4 ayat (1) UUD Tahun 1945 tersebut diatas dimaknai, selain
sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri
bertugas sebagai
pelaksana tugas
pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada
Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam
Pasal 6 ayat (2) UUD
Tahun 1945 dinyatakan ;
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara
yang terbanyak.
Hal
ini mengandung arti bahwa Presiden adalah Mandataris MPR, yang berarti pula
dengan kedudukannya sebagai mandataris, maka pertanggung jawaban presiden dilakukan
dihadapan MPR. Dengan tipe sistem pemerintahan sedemikian
rupa, menurut beberapa ahli
ketatanegaraan menyebutkan sistem pemerintahan pada masa
berlakunya UUD Tahun 1945
adalah sistem pemerintahan
Quasi presidensil_parlementer. Sedangkan bentuk negara
termuat dalam rumusan Pasal 1 UUD Tahun 1945, yang
menyebutkan :
(1) Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk
Republik.
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Sistem
pemerintahan berdasarkan UUD Tahun 1945, kemudian berubah pada tahun 1949 yang ditandai dengan diberlakukannya
Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950). Pada masa Konstitusi RIS sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.
Bentuk negara
Indonesia pada masa konstitusi RIS adalah federasi, yaitu negara yang di
dalamnya terdiri
dari negara-negara bagian yang masing - masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam
negerinya. Konstitusi RIS mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949 yang terdiri atas
Mukadimah yang
berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 Bab dan197 Pasal, serta sebuah
Lampiran.
Adapun
bentuk negara dinyatakan dalam
Pasal 1ayat (1) Konstitusi RIS yang
menyatakan; Republik
IndonesiaSerikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara
hukum yang
demokratis dan berbentuk federasi.
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem
parlementer,
yang diatur dalam Pasal 118 ;
(1) Presiden tidak
dapat diganggu-gugat.
(2) Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah
baik bersama-sama
untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Rumusan Pasal 118 Konstitusi RIS 1949, mengandung arti,
bahwa, Presiden tidak
dapat dimintai
pertanggung jawaban
atas tugas-tugas pemerintahan.Selain itu dalam Pasal 74
ayat (2) juga dinyatakan; Sesuai dengan anjuran ketiga
pembentuk Kabinet itu, Presiden
mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana-Menteri dan
mengangkat Menteri-menteri yang
lain. Dan
dalam Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan pula ;
(1) Presiden dan Menteri2 bersama-sama merupakan Pemerintah.
(2) Dimana-mana dalam Konstitusi ini disebut Pemerintah, maka
yang dimaksud ialah
Presiden dengan seorang atau beberapa atau para menteri,
yakni menurut tanggung jawab
khusus atau tanggungjawab umum mereka itu.
Pasal
69 ayat (1) menyatakan“Presiden sebagai Kepala Negara”.
Dengan demikian, yang melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas
pemerintahan adalah Perdana Menteri dan menteri-menteri.Dalam
sistem pemerintahan
parlementer, pemerintah
bertanggung jawab kepada parlemen(DPR). Sedangkan kedudukan
Presiden adalah sebagai Kepala
Negara. Lembaga-lembaga Negara menurut
Konstitusi RIS
Tahun 1949 termuat dalam Bab III tentang Perlengkapan
Republik Indonesia Serikat, adalah :
a. Presiden
b. Perdana Menteri
c. Menteri-Menteri
d. Senat
e. Dewan Perwakilan Rakyat
f. Mahkamah
Agung
g. Dewan Pengawas Keuangan
Masa
berlaku Konstitusi RIS tersebut, hanya bertahan selama satu tahun yang kemudian
berubah menjadi UUD Sementara
yang diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus
1950, yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 7 tahun
1950. UUDS 1950 ini bersifat temporary,
sehingga tidak hanya mencerminkan perubahan terhadap Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949, tetapi
mengganti naskah Konstitusi RIS. Sistem
pemerintahan berdasarkan
UUDS adalah sistem pemerintahan Parlementer., yang termuat dalam Pasal 51 ayat (2) ;Sesuai dengan anjuran
pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan
mengangkat Menteri-menteri yang lain.
Serta
rumusan Pasal 45 ayat (1) yang menyatakan ;
(1) Presiden ialah Kepala Negara.
Ditegaskan
pula dalam rumusan Pasal 83 UUDS1950, bahwa;
(1) Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat.
(2) Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah, baikbersamasama untuk seluruhnya maupun
masing-masinguntuk bagiannya sendiri-sendiri.
Serta
adanya rumusan Pasal 84 yang menyatakan :
Presiden berhak membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Keputusan
Presiden yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula untuk
mengadakan pemilihan
Dewan Perwakilan Rakyat baru dalam 30 hari.
Pasal-pasal
tersebut diatas memberikan pemahaman, bahwa presiden adalah kepala
negara sedangkan tanggung jawab pemerintahan berada ditangan
perdana menteri dan menteri-menteri
yang membuat pertanggungjawabannya kepada parlemen atau DPR., sedangkan bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 UUDS 1950, bahwa ;
(1) Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara-hukum yang
demokratis dan
berbentuk kesatuan.
(2) Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan Rakyat dan
dilakukan
oleh Pemerintahbersama-sama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Lembaga-lembaga
Negara menurut
UUDS 1950 adalah :
a) Presiden dan Wakil Presiden
b) Perdana Menteri
c. Menteri-Menteri
d) Dewan Perwakilan Rakyat
e) Mahkamah Agung
f) Dewan Pengawas Keuangan.
UUDS
1950 tersebut sama sekali tidak membuat perubahan pada konstalasi politik saat
itu, sebagaimana yang menjadi dasar diterbitkannya UUDS 1950
yaitu mengubah dan
membentuk UUD baru, sehingga Presiden Soekarno, pada tanggal
5 Juli 1959 mengeluarkan
Dekrit Presiden dan menganggap, Konstituante telah gagal
menjalankan amanat yaitu
membentuk Undang Undang Dasar baru.
Dekrit
Presiden tersebut berisikan tiga item, yaitu ;
1. Menetapkan pembubaran Konstituante;
2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi
segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal
penetapan dekrit ini dan tidak
berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
3. Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara,
jang terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung
Sementara akan
diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.
Pada masa dekrit presiden,
Presiden Soekarno menerapkan konsep Demokrasi
Terpimpin dengan tujuan dapat meminimalisir berbagai konflik
politik di dalam negeri.
Upaya mengatasi konflik politik dalam negeri sebenarnya telah
dilakukan Soekarno jauh-jauh
hari sebelum diberlakukannya konsep Demokrasi Terpimpin yaitu, dengan
mendirikan
Dewan Nasional. Lili Romli, mengemukakan, bahwa menurut
Soekarno, Dewan Nasional
merupakan cermin masyarakat, sedangkan kabinet merupakan
cermin dari parlemen sehingga
kedudukan Dewan Nasional lebih kuat daripada kabinet. Dewan
Nasional yang dipimpin
langsung oleh Soekarno sendiri bertugas memberi nasihat
kepada kabinet baik diminta
maupun tidak diminta. Setelah menerapkan Demokrasi Terpimpin,
Soekarno mengurangi
peranan partai-partai politik. Bahkan, Jimly Asshiddiqie
mengemukakan, terdapat dua
partai politik yang dilarang, yakni Partai Masyumi dan Partai
Sosialis Indonesia (PSI).
Pada masa Demokrasi Terpimpin Soekarno diangkat menjadi
presiden seumur hidup oleh
MPRS dengan Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang
Pengangkatan Pemimpin
Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden Republik
Indonesia Seumur Hidup.
Sistem
pemerintahan saat ini adalah oleh sebahagian ahli tata negera menyebutnya
dengan sistem pemerintahan
presidensil dan ada pula yang menyebutnya sistem pemerintahan
Quasi Parlementer_Presidensiil dengan
mendasarkan pada UUD NRI tahun 1945 dan prinsip
kelembagaan yang dianut dari semula pada masa orde baru
adalah pembagian kekuasaan
(distribution of power) kini
menjadi pemisahan kekuasaan(separation of power) dengan
prinsip chek
and balances antara Lembaga-lembaga Negara, dalam
artian bahwa setiap lembaga negara memiliki
kedudukan yang sama dan terdapatnya saling kontrol antar lembaga negara. Akan tetapi dengan tidak diamandemennya
Bab III Pasal 4 UUD tahun 1945, yang menyatakan;
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
Pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Terlebih lagi dalam pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945 tersebut
sama sekali tidak
dinyatakan agar Jabatan Presiden dibuatkan suatu regulasi
khusus untuk mengatur
kekuasaannya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan beragam
penafsiran dan bahkan
terkesan terjadinya “Pemusatan Kekuasaan Presiden”, berupa pemusatan kekuasaan
yang
diberikan oleh konstitusi dan undang-undang kepada Presiden.,
sehingga bentuk pemerintahan Indonesia
lebih bercirikan bentuk
pemerintahan otokrasi konstitusional.Bentuk
pemerintahan yang
bercirikan otokrasi ini berkaitan erat dengan dipilihnya presiden secara
langsung oleh rakyat,
tanpa melalui mekanisme pengesahan dari parlemen ataupun senat sebagaimana layaknya pemilihan presiden baik itu
pada pada sistem pemerintahan presidensil, parlementer maupun pada sistem pemerintahan
quasi.
Dengan
demikian, berdasarkan hal-hal tersebut diatas, yang menjadi pokok bahasan
dalam penelitian ini yaitu, bagaimana pula sistem pemerintahan Indonesia
dalam konsepsi
ketatanegaraan Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun
1945.
Metode
Penelitian
Untuk
menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, yang
digunakan adalah penelitian hukum normative, penelitian hukum
normative digunakan untuk
mengidentifikasi konsep atau gagasan dan asas-asas hukum
dalam menelaah dan mengkaji
secara mendalam mengenai tegaknya konstitusionalisme
cita-cita dan tujuan negara hukum
Indonesia yang demokratis. Dalam Syamsuddin Pasamai, Johnny
Ibrahim, mengemukakan,
penelitian normative tidak hanya merupakan penelitian
terhadap teks hukum semata. Akan
tetapi melibatkan kemampuan analisis ilmiah Sang peneliti
terhadap bahan hukum dengan
dukungan pemahaman terhadap teori hukum, namun pada derajat
tertentu juga memerlukan
refleksi kefilsafatan yang diperoleh melalui filsafat hukum.
Pembahasan
Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam Konsepsi Ketatanegaraan
Indonesia Menurut
UUD NRI
1945.
Fenomena
yang sangat penting setelah perubahan UUD 1945 adalah munculnya
lembaga-lembaga negara mandiri dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Lembaga dibentuk
dengan dasar hukum yang berbeda-beda, baik dengan konstitusi
maupun undang-undang,
Dasar hukum yang berbeda-beda itu menunjukkan bahwa
lembaga-lembaga negara mandiri itu dibentuk
berdasarkan isu-isu parsial, dan insidental. Pasca diamandemennya UUD tahun 1945,
berdampak pada pergeseran baik itu sistem kekuasaan
pemerintahan negara yaitu dimana kekuasaan pemerintahan menjadi tidak terbatas dan mengarah pada kekuasaan otokrasi,
maupun pada sistem pemerintahan serta sistem kedaulatan rakyat, yang mempengaruhi
sistem kelembagaan negara secara keseluruhan.
Dalam
penelitian ini, sebelum peneliti menjabarkan bagaimana sesungguhnya sistem
pemerintahan Indonesia dalam konsepsi UUD NRI tahun 1945, peneliti memaparkan
apakah
sesungguhnya sistem pemerintahan itu., agar peneliti dapat secara jelas membedakan, sistem
pemerintahan dan bentuk pemerintahan.
1. Sistem Pemerintahan Pada Umumnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Sistem adalah, perangkat unsur yang saling
berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Mexsasai
mengemukakan pendapat dari
Ellydar Chaidir, Sistem berasal dari bahasa Yunani yang
terdiri dari kata Syn dan
kata Histani
yang berarti menempatkan bersama (to
pleace together). Lebih lanjut dinyatakan, secara
umum merupakan suatu struktur yang terdiri
dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang saling berhubungan dan apabila salah
satu sebagian komponen tersebut tidak atau kurang berfungsi, maka akan mempengaruhi
komponen-komponen yang lainnya.
Pemerintahan,
dalam H.A. Muin Fahmal, Philipus M. Hadjon menyatakan, bahwa
Pemerintahan dapat dilihat pada dua sudut yaitu Pertama;
pemerintahan dalam arti fungsi,
yakni kegiatan mencakup aktifitas pemerintah dan Kedua;
pemerintahan dalam arti organisasi, yaitu kumpulan dari kesatuan-kesatuan
pemerintahan. Selanjutnya dalam H. A. Muin Fahmal, Masbakar dan A. Muin Fahmal,14
mengomentari pandangan Philipus M. Hadjon tersebut bahwa, Kandungan fungsi pemerintahan
sebagaimana pengertian pertama, setidaknya menempatkan dalam hubungannya dengan
fungsi perundang-undangan dan peradilan. Dengan kata lain, bahwa fungsi pemerintahan
adalah segala kegiatan pemerintahan yang tidak termasuk dalam bidang pembentukan
undang-undang dan peradilan. Kandungan arti pemerintahan dalam arti yang kedua, juga dapat
dibedakan atas dua pula yaitu, pemerintahan dilihat dari sudut institusi.
Pertama; pemerintahan dalam arti luas yang
mencakup seluruh wewenang yang dapat
dilakukan oleh negara dan kepentingan negara itu sendiri yang
meliputi tugas-tugas legislatif,
eksekutif, dan yudikatif. Atau dapat dikatakan sebagai
keseluruhan organ-organnya. Kedua;
yaitu pemerintahan dalam arti sempit, hanya meliputi kegiatan
dalam bidang Eksekutif
(bestuur).
Bagir
Manan, mengemukakan, bahwa, Pemerintahan diartikan sebagai keseluruhan
lingkungan jabatan dalam suatu organisasi. Dalam organisasi
negara pemerintahan sebagai
lingkungan jabatan adalah alat-alat kelengkapan negara seperti
jabatan eksekutif, legislatif,
yudikatif dan jabatan suprastruktur lainnya.Dari pengertian
sistem dan pemerintahan tersebut,
dapatlah dikatakan bahwa, sistem pemerintahan itu sebagai
keseluruhan bahagian yang saling
berkaitan membentuk tata atau pola pemerintahan termasuk
didalamnya adalah Lembaga-lembaga
negara., sebagai perwujudan aspirasi sosial budaya masyarakat suatu negara yang termuat dalam konstitusinya.
Harun
Alrasyid, dalam Mexsasai, menyatakan bahwa, sistem pemerintahan ialah sistem
hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun
republik yaitu mengenai
hubungan antar pemerintah dan badan yang mewakili rakyat.
Lebih lanjut Mexsasai mengutip
pendapat dari Mahfud MD, bahwa sistem pemerintahan dipahami
sebagai suatu sistem
hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara.
2.
Sistem Pemerintahan Parlementer.
Mexsasai
, mengutip pernyataan Alan R. Ball menamakan sistem pemerintahan
parlementer dengan sebutan the
parliamentary types of government yang memiliki ciri-ciri :
1. Kepala negara hanya mempunyai kekuasaan nominal. Pemegang
kekuasaan eksekutif yang
sebenarnya/nyata adalah perdana menteri bersama-sama
kabinetnya yang dibentuk melalui
lembaga legislatif/parlemen, dengan demikian kabinet sebagai
pemegang kekuasaan
eksekutif riil harus bertanggungjawab kepada badan
legisltif/parlemen dan harus
meletakkan jabatannya bila parlemen tidak mendukung;
2. Badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode yang
saat pemilihannya ditetapkan oleh
kepala negara atas saran perdana menteri.
Saldi
Isra, menyatakan, disamping pemisahan antara jabatan kepala negara (head
of state) dengan
kepala pemerintahan (head of government) karakter
paling mendasar dalam sistem pemerintahan
parlementer adalah tingginya tingkat dependensi
atau ketergantungan eksekutif kepada
dukungan parlemen, apalagi, eksekutif tidak dipilih langsung oleh pemilih
sebagaimana pemilihan untuk anggota legislatif. Oleh karena
itu, parlemen menjadi pusat
kekuasaan dalam sistem pemerintahan parlemen.
3.
Sistem Pemerintahan Presidensil.
Ciri-ciri
sistem pemerintahan presidensil sebagaimana yang dikutip oleh Sri Soemantri
dari S.L. Witman dan J.J.Wuest, yaitu ;
1. It is based upon the separation of
power principle (Didasarkan pada pemisahan kekuasaan
secara tegas);
2. The executive has no power to
dissolve the legislature nor must he resign when he loses the
support of the majority of its membership (Eksekutif
tidak memiliki kekuasaan untuk
membubarkan legislatif atau mengundurkan diri apabila
kehilangan dukungan dari
mayoritas anggotanya)
3. There is no mutual responsibility
betwen the President and his cabinet, the letter is wholly
responsibleliti the chief executive (Tidak
ada pertanggungjawaban timbal balik antara
Presiden dan kabinetnya; para menteri bertanggungjawab
sepenuhnya kepada presiden)
4. The executive is chosen by the
electorate (Eksekutif dipilih oleh pemilih).
Mahfud MD, menyatakan sistem
presidensil dapat dicatat dengan adanya prinsip-prinsip, sebagai berikut ;
1. Kepala negara menjadi kepala pemerintahan (eksekutif)
2. Pemerintah tidak bertanggungjawab kepada parlemen (DPR)
pemerintah dan parlemen
adalah sejajar.
3. Menteri-menteri diangkat dan bertanggungjawab kepada
presiden.
4. Eksekutif dan legislatif sama-sama kuat.
Dalam
Mexsasai Indra, Jimly Asshddiqie menyatakan terdapat sembilan karakter
sistem pemerintahan presidensil, yaitu ;
1. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang
kekuasaan eksekutif dan legislatif;
2. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif
presiden tidak terbagi dan yang ada
hanya presiden dan wakil presiden saja;
3. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau
sebaliknya kepala negara adalah
kepala pemerintahan;
4. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau
sebagai bawahan yang
bertanggungjawab kepadanya;
5. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif
dan demikian pula sebaliknya;
6. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa presiden;
7. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi
parlemen, maka dalam sistem
presidensil berlaku supremasi konstitusi. Karena itu,
pemerintahan eksekutif
bertanggungjawab kepada konstitusi;
8. Eksekutif bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang
berdaulat;
9. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam
sistem parlementer yang terpusat
pada parlemen.
Kesembilan
prinsip sistem presidensil ini, menurut Jimly Asshiddiqie pasca perubahan UUD tahun 1945, maka sistem
pemerintahan presidensil yang sekarang dapat dikatakan lebih murni sifatnya. Presiden republik
Indonesia adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dengan tugas dan
wewenangnya masing-masing menurut undang-undang dasar.
Karena
itu, kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak perlu dibedakan
apalagi dipisahkan.
Wakil presiden juga tidak dapat diartikan atau diberi peran sebagai semacam jabatan perdana menteri.
4. Sistem
Pemerintahan Quasi.
Titik
Triwulan Tutik, menyatakan Sistem pemerintahan quasi pada hakikatnya
merupakan bentuk variasi antara sistem pemerintahan
parlementer dan sistem pemerintahan
presidensil. Hal ini disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda
sehingga melahirkan bentuk-bentuk
semuanya. Apabila dilihat dari sistem pemerintahan parlementer dan presidensil,
sistem pemerintahan
quasi bukan merupakan bentuk sebenarnya. Dalam sistem ini dikenal dengan bentuk sistem quasi parlementer dan
quasi presidensil.
Ditambahkan
oleh Mexsasai Indra, bahwa pada pemerintahan sistem quasi presidensil, presiden merupakan kepala
pemerintahan dengan dibantu oleh kabinet (ciri presidensil). Tetapi dia bertanggungjawab kepada lembaga
dimana dia bertanggungjawab, sehingga lembaga ini (legislatif) dapat menjatuhkan
presiden/eksekutif (ciri sistem parlementer). Sebagai contoh, praktik ketatanegaraan Indonesia
sebelum perubahan UUD 1945, meskipun secara teori kita mengatakan sistem presidensil, tetapi
dalam prakteknya berkarakter parlementer “presidensil banci” dalam
kasus impeachment terhadap Presiden Abdurrahman Wahid misalnya, meskipun pada saat itu kita menganut sistem
presidensil, tetapi dalam kasus berhentinya Presiden Abdurrahman Wahid nyata-nyata praktik
yang terjadi karakter parlementer karena hanya didasarkan pada alasan-alasan politik
yang didakwakan oleh DPR dan MPR. Sementara dalam sistem presidensil seorang Presiden
tidak bisa diberhentikan dengan alasan politik, tetapi didasarkan pada alasan-alasan yang
bersifat yuridis.
5. Sistem Pemerintahan
Republik Presidensil.
Hans
Kelsen menyatakan, Republik Presidensial, dimana kepala pemerintahan dipilih
oleh rakyat, ditiru dari monarki konstitusional. Kekuasaan
presiden adalah sama atau lebih
besar dari kekuasaan seorang monarki konstitusional. Hanya
dalam bidang pembuatan undangundang bahwa presiden kurang memiliki kekuasaan
daripada monarki konstitusional. Presiden mempunyai
hak veto, sementara persetujuan raja diperlukan sebelum rancangan undangundang
yang ditetapkan oleh parlemen memperoleh kekuatan hukum. Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan, namun demikian,
ada monarki-monarki konstitusional dimana raja hanya meliliki hak veto atau dimana
dia telah kehilangan kemungkinan untuk menolak
persetujuan terhadap suatu keputusan parlemen. Satu unsur
khas dari sistem presidensial adalah bahwa
tidak presiden tidak juga para anggota kabinet yang diangkat olehnya
bertanggung jawab
kepada parlemen; para anggota kabinet bertanggung jawab kepada presiden dan memegang jabatannya atas restu beliau
(presiden). Selanjutnya Hans Kelse26 menyatakan, monarki
konstitusional dan republik presidensial adalah demokrasi yang unsur
otokrasinya relatif
kuat. Unsur demokrasi relatif lebih kuat dalam republik dengan pemerintahan
kabinet dan
republik dengan pemerintahan kolegial.
Dari
pernyataan Hans Kelsen tersebut dapatlah ditarik simpulan bahwa ciri khas
republik presidensil
dapatlah dikualifisir sebagai berikut ;
1. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.
2. Presiden mengangkat kabinet dan bertanggungjawab
kepadanya.
3. Presiden memiliki hak veto terhadap suatu rancangan
undang-undang, namun tidak memiliki kekuasaan
untuk menyetujui suatu rancangan undang-undang untuk ditetapkan sebagai undang-undang negara yang sah.
4. Demokrasi yang bersifat otokrasi relatif lebih kuat.
6.
Sistem Pemerintahan Presidensil Konstitusional.
Presidensil
adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan pemerintahan negaranya
dipegang oleh seorang presiden. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dikatakan
Presidensial/presidensil adalah pemerintahan republik yang
kepala negaranya langsung
memimpin kabinet. Adapun Konstitusional adalah hal yang
bersangkutan dengan atau
sesuatu yang diatur oleh konstitusi negara. Sehingga dalam
penelitian ini yang dimaksudkan
adalah suatu sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi.
Syamsul
Bachri, mengemukakan bahwa, Presidensil Konstitusional yaitu dimana
kekuasaan pemerintahan presiden diatur dalam undang-undang dasar
baik dalam kapasitasnya sebagai
kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara. Pernyataan beliau tersebut didasari pada rumusan pasal 4 ayat
(1) UUD NRI Tahun 1945, yang menyatakan Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dan serta Pasal 6 A ayat (1) UUD NRI
Tahun 1945, tentang dipilihnya presiden secara langsung oleh rakyat.
6.1. Pengertian Sistem Pemerintahan Presidensil
Konstitusional
Yang
dimaksudkan dengan Presidensil Konstitusional dalam penelitian ini adalah,
“suatu sistem pemerintahan yang penyelenggaraan pemerintahan
negaranya dilaksanakan
oleh presiden dimana tugas dan kewenangan presiden diatur
dalam konstitusi baik dalam
kapasitasnya sebagai penyelenggara pemerintahan maupun
sebagai penyelenggara negara
dengan arah pertanggungjawabannya adalah terhadap konstitusi.”
6.2. Karakteristik Sistem Pemerintahan Presidensil
Konstitusional.
Adapun yang menjadi karakteristik sistem pemerintahan
Presidensil Konstitusional ,
yaitu;
1. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat.
2. Presiden dan Wakil Presiden diusung dalam satu pasangan
calon oleh Partai Politik yang
masuk dalam “parliamentary threshold” atau Gabungan Partai
Politik.
3. Sistem partai politik adalah Multi Partai.
4. Presiden adalah Penyelenggara Pemerintahan Negara.
5. Presiden dan atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya oleh
parlemen, jika terbukti melanggarhukum.
6. Terdapatnya prinsip chek and balances
7. Presiden memiliki kewenangan menerbitkan Peraturan
Pemerintah untuk menjalankan
undang-undang, mengajukan dan mensahkan serta ataupun tidak
mensahkan rancangan
undang-undang dan/atau undang-undang.
8. Presiden bertanggungjawab kepada konstitusi.
9. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen.
10. Pembatasan kekuasaan Presiden dalam menjalankan
pemerintahan negara bukan hanya
terhadap masa jabatannya saja tetapi juga pada kewenangannya
dalam menjalankan
pemerintahan negara.
11. Presiden adalah Eksekutif Tunggal.
12. Parlemen memiliki “hak angket dan hak
interpelasi” guna mengawasi pemerintahan
(kabinet)dalam melaksanakan kebijakan publik.
6.3. Perbedaan Sistem Pemerintahan Presidensil Konstitusional
dengan Sistem
Pemerintahan Presidensil, Parlementer dan Quasi Presidensil.
a. Sistem Presidensil.
Perbedaan yang prinsipil antara sistem pemerintahan
presidensil dengan Sistem
Pemerintahan Presidensil Konstitusional dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Dalam hal pemilihan presiden.
Meskipun pemilihan presiden sama-sama dilakukan secara
langsung oleh rakyat, dan
presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan, namun
dalam sistem pemerintahan
presidensil, sebelum pemilihan presiden dilaksanakan.,
terlebih dahulu dipilih Badan Pemilih
(senat/parlemen) yang nantinya bertugas memilih presiden.
Badan Pemilih ini disebut electoral
college/electoral vote sebagai perwakilan rakyat
dalam memilih presidennya., sedangkan
dalam sistem Presidensil Konstitusional presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat tanpa
melalui Badan Pemilih., artinya rakyat berdaulat penuh.
2. Tidak terdapatnya multi-partai.
Dari beberapa negara penganut sistem pemerintahan presidensil
tidak mengenal multi partai
sehingga calon presiden dipastikan hanya terdiri dari dua pasangan. Sedangkan
dalam
sistem pemerintahan presidensil konstitusional dikenal sistem
Multi Partai.
3. Kewenangan Parlemen.
Dalam sistem presidensil, selain fungsi parlemen untuk
memilih dan mengangkat
presiden, parlemen semata-mata berfungsi sebagai lembaga
pembuat regulasi. Tidak terdapat
kewenangan parlemen untuk memanggil dan ataupun memeriksa
menteri-menteri sebagai
pelaksana tugas pembantuan kebijakan publik presiden.
Menteri-menteri secara utuh
bertanggungjawab kepada presiden. Akan tetapi dalam keadaan
tertentu parlemen dapat
mengeluarkan mosi tidak percaya kepada presiden dalam
menjalankan kekuasaan
pemerintahan negaranya. Sedangkan dalam sistem presidensil
konstitusional parlemen dapat
memanggil menteri-menteri berdasarkan hak angket dan
interpelasi yang dimilikinya. Akan
tetapi tidak memiliki hak untuk mengeluarkan Mosi tidak
percaya baik itu atas kinerja kabinet maupun
atas kinerja presiden.
b. Sistem Parlementer.
Perbedaan yang mencolok dengan sistem pemerintahan
Presidensil Konstitusional, dapat
dikualifisir sebagai berikut :
1. Dalam hal pemilihan presiden.
Presiden ataupun Raja dapat dipilih oleh parlemen.dan juga
dapat dipilih secara langsung
oleh rakyat Presiden hanyalah sebagai kepala negara., kepala
pemerintahan dipegang oleh
Perdana Menteri yang merupakan bahagian dari Parlemen dan
diangkat oleh
Presiden/Raja.41Sedangkan dalam sistem pemerintahan
presidensil konstitusional presiden dan wakil
presiden dipilih dipilih
oleh rakyat secara langsung.
2. Kewenangan parlemen.
Parlemen mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
(kabinet). Menteri-menteri
(kabinet) bertanggungjawab kepada parlemen. Dan sebagai
perimbangannyapresiden atas
saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen.
Sedangkan dalam sistem pemerintahan presidensil konstitusional
menteri-mentri
diangkat dan diberhentikan oleh presiden sehingga bertanggung
jawab kepada presiden42 Akan tetapi
Parlemen dapat memanggil menteri-menteri berdasarkan hak angket dan hak
interpelasinya.
3. Tidak dikenal prosedur pemberhentian masa jabatan berupa impeachment oleh parlemen
kepada Presiden atau Raja., yang ada hanyalah mosi tidak
percaya terhadap kinerja kabinet
baik perorangan maupun kolektif.
Sedangkan
dalam sistem pemerintahan Presidensil Konstitusional dikenal mekanisme
empeachment oleh parlemen. Parlemen tidak dapat membubarkan
kabinet., demikian halnya
presiden tidak dapat membubarkan parlemen.
c. Sistem Quasi Presidensil Parlementer.
Perbedaan yang paling pokok sistem ini dengan sistem
presidensil konstitusional,
dikategorikan sebagai berikut ;
1. Dalam hal pemilihan presiden.
Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat demikian halnya
parlemen. Parlemen dan
Presiden secara bersama-sama menyelenggarakan pemerintahan
negara. Hal ini tidak dikenal
dalam sistem Presidensil Konstitusional. Presiden adalah
Eksekutif dan Parlemen adalah
Legislatif. 2. Kewenangan Parlemen.
Parlemen dapat membubarkan kabinet (dewan menteri) melalui
mosi tidak
percaya,meskipun kabinet tersebut diangkat oleh presiden tapi
bertanggungjawab kepada
parlemen.
Dari uraian sistem pemerintahan presidensil konstitusional
tersebut diatas, jika dikaitkan
dengan pasca diamandemennya UUD tahun 1945, diperoleh
gambaran bahwa sistem
pemerintahan yang dianut di Indonesia bercirikan sistem
pemerintahan Presidensil
Konstitusional.
Kesimpulan
Amandemen
Undang-Undang Dasar tahun 1945 relatif singkat, sehingga sangat mudah
mendapat beragam penafsiran. Dengan penelitian ini
menunjukkan bahwa; Bentuk
kekuasaan
pemerintahan Negara berdasarkan
tipe konstitusi memiliki ciri-ciri bentuk pemerintahan yang
otokrasi yaitu konsentrasi kekuasaan (concentration
of power) atau pemusatan kekuasaan yang diberikan oleh konstitusi dan
undang-undang.Sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil dengan
pertangggungjawaban pada konstitusi. Bentuk
ideal sistem pemerintahan
Indonesia adalah sistem pemerintahan
Presidensil Konstitusional yang berfalsafah pancasila.
PERTANYAAN
1. Sistim pemerintahan Indonesia sejak merdeka sudah berganti beberapa kali. Jelaskan kapan saja pergantian itu terjadi.
2. Penulis jurnal ini, yakni Daniel Susilo dan Mohammad Roesli, membuat beberapa klasifikasi sistim pemerintahan. Sebut dan jelaskan secara singkat sistim-sistim tersebut.
3. Mengapa kedua penulis tersebut mengatakan bahwa sistim pemerintahan yang berlangsung saat ini adalah Sistim Pemerintahan Presidensil Konstitusionil yang berfalsafah Pancasila. Uraikan secara sistimatis.
4. Uraikan dengan seksama mengapa Presiden Soekarno melakukan Dekrit pada 5 Juli 1959?
5. Dalam Pembukaan UUD 1945, Alinea ke empat, telah ditulis tujuan pemerintahan. Jelaskan apa tujuan tersebut, dan sudah sejauh mana pemerintah, termasuk pemerintah daerah, dan desa menjalankan tjuan demikian
6. Mochtar Pabottinggi, Profesor Riset LIPI 2000-2010 dalam Kompas 21 Januari 2021 menulis sebagai berikut:…..”Kita perlu berdoa agar partai-partai politik kita segera serius mencampakkan aneka kepicikannya serta membenahi demokratisasi internal dan prinsip-prinsip politik idealnya agar terjauhlah negara-bangsa kita tercinta dari pejabat-pejabat publik dengan tumpukan laku dan akhlak buruk”……Jelaskan apa atau bagaimana hubungan doa tersebut dengan sistim pemerintahan kita. Mengapa Mochtar Pabottinggi berdoa seperti itu…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar