Rabu, 21 Desember 2016

SEJARAH PERGERAKAN WANITA INDONESIA




Sejarah Pergerakan Wanita Indonesia
Oleh: Reinhard Hutapea

a.Era Peperangan hingga Kemerdekaan
Pergerakan wanita di Indonesia adalah gerakan yang mengikuti perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat, yakni adanya perasaan cemas dan adanya keinginan individu-individu yang menghendaki perubahan dan bergabung dalam suatu tindakan bersama.
Bentuk itu sudah ada di Indonesia sejak abad 19, yakni ketika negeri ini dalam suasana peperangan.Dalam peperangan ini kita kenal beberapa tokoh wanita, seperti Martha Chiristina Tiahahu (wafat 1818), Cut Nyak Dien (wafat 1908), Cut Meutia (wafat 1910), Nyai Ageng Serang (wafat, 1928). Perlawanan perlawanan terhadap Belanda gagal karena kalah persenjataan dan alat komunikasi
Pada abad 20 pemerintah penjajahan Belanda melakukan “politik etis”.Dalam era ini tampil Raden Ajeng Kartini, yang mulai memperjuangkan hak-hak wanita. Kartini menyatakan bahwa  untuk memajukan kaum wanita adalah melalui pendidikan. Hal ini sejalan dengan politik etis yang mulai memberikan pendidikan bagi segelintir putra-putri Indonesia, yang tujuan utamanya sesungguhnya adalah untuk memperkuat pemerintahan penjajahan Belanda.
Sejalan dengan politik etis penjajah Belanda tersebut, tampillah kalangan-kalangan terdidik Indonesia yang pada tahun 1908 membentuk Boedi Oetomo.Gerakan ini dianggap sebagai gerakan dimulainya kesadaran nasional. Organisasi ini kemudian membentuk gerakan wanita yang bernama “Poetri Mardika” pada tahun 1912, yang dipimpin A Theresia sabaruddin.Selanjutnya muncul “Pawiyatan Wanito di Magelang tahun 1915, Percintaan Ibu Kepada Anak Temurun (PIKAT) di Manado pada tahun 1917, Purborini di Tegal 1917, Aisyiah di Yogya 1917, Wanito Sussilo di Pemalang 1918, Wanito Hadi di Jepara 1919, Poetri Boedi Sejati di Surabaya 1919, Wanito Utomo dan Wanito Moelyo di Yogya 1920, Serikat Kaum Ibu di Bukit Tinggi 1920, Wanito Katoliek di Yogyakarta tahun 1924. Gerakan mereka pada umumnya adalah dalam bidang “social dan kultural”
Sebagai manifestasi dari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, muncullah Kongres Wanita Pertama di Yogyakarta 22 desember 1928 yang membentuk “Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPTI), yang pada tahun 1929 diganti menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII)
Pada tahun 1938 dalam Kongres PPII  diputuskan bahwa tanggal 22 desember sebagai Hari Ibu
Pada Tahun 1946 seluruh perkumpulan-perkumpulan wanita menggabungkan diri dalam Kongres Wanita Indonesia (Kowani) .nama yang terus dipakai hingga saat Ini

b.Era Pendudukan Jepang
Selama pendudukan Jepang tahun 1942 – 1945, ada kelompok-kelompok wanita Indonesia yang digerakkan oleh penguasa balatentara Jepang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang terutama dimaksudkan membantu memenangkan peperangan.Organisasi wanita yang didirikan disini dinamakan Fujinkai. Beberapa pemimpin pergerakan wanita nasional ikut dalam Fujinkai dengan pertimbangan bahwa pengalaman yang diperoleh dalam perkumpulan itu mungkin bermanfaat dalam persiapan untuk kemerdekaan bangsa

c.Era Pasca Proklamasi Kemerdekaan
Setelah Indonesia diproklamirkan Oleh Soekarno-Hatta pada tahun 1945, tidak otomatis merdeka penuh, sebab Belanda dengan segala tipu muslihatnya kembali melakukan penjajahan. Dalam era ini wanita Indonesia terus menggerakkan apa yang sudah dilakukan pada era-era sebelumnya, yakni bagaimana berpartisipasi mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945
Pergerakan mereka adalah membantu pejuang-pejuang yang bergerilya, seperti melakukan “dapur umum”. Di Jakarta misalnya dibentuk organisasi wanita yang bernama WANI (Wanita Republik Indonesia), untuk tujuan tersebut
Namun tidak itu saja, dalam pertempuran langsung pun wanita Indonesia telah ikut serta pada era tersebut. Ii dapat kita lihat dari lascar-laskar wanita yang terbentuk saat itu , seperti, Barisan Putri, Laskar Wanita Indonesia (LASWI) yang dimulai di Bandung, Laskar Putri Indonesia (LPI) yang diprakarsai di Surakarta, Wanita Pemabntu Perjuangan (WPP) di Yogyakarta, LASKAR Muslimat yang berpusat di Bukit Tinggi, Sabil Muslimat di Padang Panjang. Juga lascar-laskar wanita terbentuk di Magelang, Madiun,, Padang, Solok, Sawah lunto
Ada beberapa aspek yang menarik mengenai kelaskaran wanita tersebut.Pertama sesungguhnya terbentuknya lascar-laskar yang terdiri dari wanita tersebut yang bertugas dibelakang maupun didepan garis peperangan berarti wanita memasuki bidang yang biasanya merupakan bidang pria.
Aspek lain yang menarik dari kelaskaran wanita ini adalah bahwa tidak ada cerita tentang kejadian dimana pejuang-pejuang dicemohkan atau diremehkan perstasinya oleh kawanb-kawan pria, seperti dialami oleh pejuang-pejuang wanita untuk hak-hak sipil di amerika tahun 1960-an, yang mengakibatkan timbulnya gerakan WomensLib sebagai reaksi terhadap perlakuan yang tidak adil itu.
Satu hal lagi yang menarik perhatian dan mungkin dipertanyakan oleh pembaca adalah: …mengapa dibentuk lascar-laskar wanita khusus pada hal sudah ada lascar-laskar lain yang tentunya tidak menolak anggota wanita, misalnya kelompok-kelompok gerilyawan Tentara Pelajar dan Corps Mahasiswa?.Mengapa disini juga ada “female bonding” dalam perjuangan mati-matian mempertahankan kemerdekaan?Jawaban tentang hal ini kita peroleh dari ucapan pemimpin LASWI; ….kita kira, wanita tidak perlu dibedakan dengan kaum pria dalam hal perjuangan. Kalau mereka bisa bergerak di depan, mengatur barisan terdepan dan bertempur melawan musuh, masakan wanita tidak sanggup!
Dalam era ini tercatat terbentuknya Persatuan Istri Tentara (Persit) Chandra Kirana tahun 1946.Jalasenastri untuk angkatan laut pada tahun 1957.

d.Pada Pemilu 1955
Pada pemilu pertama ini wanita Indonesia telah ikut berperan. Dari 255 anggota DPR, wanita 17 orang,berarti sekitar 0,7%. Organisasi-organisasi yang terlibat dalam pemilu ini adalah yang berafiliasi dengan partai-partai politik. Tercatat, Parkiwa dari Partai Kebangsaan Indonesia, Gerwani dari Partai Komunis Indonesia, Perwanu dari Partai Murba, Wanita Demokrat Indonesia dari Partai Nasional Indonesia, Wanita Nasional dari Partai Indonesia Raya, dan Gerakan Wanita Sosialis (GWS) dari Partai Sosilais Indonesia
Tidak hanya dalam bidang politik, dalam dunia professijuga bertaburan organisasi-organisasi wanita, seperti : Ikatan Guru Taman Kanak (1950), Ikatan Bidan Indonesia (1951), Ikatan Sarjana Wanita Indonesia (1956), Ikatan Ahli Kecantikan Wijaya Kusuma (1958)

e.Era Demokrasi Terpimpin
Pada era ini ada beberapa organisasi dalam lingkungan lembaga pemerintahan yang semula merupakan organisasi local/setempat, selanjutnya dikoordinasikan dan disatukan denganpetunjuk atau bimbingan atasan.Konteks ini terlihat dalam pembentukan IDHATA (Ikatan Dharma Wanita) tahun 1965, dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Begitu juga dalam organisasi-organisasi yang lain, yang bersifat local/setempat difusuiakn menjadi nasional.
Satu catatan penting dalam era ini adalah penilaian Kowani terhadap pergerakan kaum perempuan, yangmenurtu mereka “ambigu” (mendua) atau ambigious (tidak menentu).Menurut penilaian Kowani, dalam periode ini perjuangan pergerakan wanita Indonesia untuk mempertinggi derajad wanita justru menjadi kabur karena merosotnya penghargaan terhadap wanita yang dilakukan pemimpin Negara. Tetapi sebaliknya organisasi-organisasi wanita diikutsertakan dalam berbagai kegiatan untuk kepentingan Negara, misalnya dalam pembebasan Irian Barat (sekarang Papua)
Dalam periode ini terbentuk Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) 22 Desember 1961, Korps Wanita Angkatan Laut (KOWAL) 5 Januari 1963, Korps Wanita Angkatan Udara (WARA 12 )Agustus 1963, Polisi Wanita (Polwan) terbentuk sejak 1948
Pasca G 30 S/PKI yang  digerakkan oleh PKI, dengan sendirinya  keanggotaan Gerwani dalam Kowani dihilangkan

f.Era Orde Baru
Pada era ini suasana social-politik, ekonomi berubah drastic dari era sebelumnya.Begitu pula dalam hal pergerakan wanita mengalami perubahan yang significan.Dalam era ini muncul organisasi-organisasi yang baru. Organisasi-organisasi wanita yang tampil pada era ini tercatat Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia (PERWOSI, 1967), Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI,1975), Indonesia Business and Professional Women Association, 1975, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 1971. Hal ini menunjukkan makin banyaknya wanita yang mendapatkan kesempatan berkarir, juga makin banyaknya wanita yang dapat mengikuti pendidikan.
Selanjutnya Nampak banyak organisasi wanita asing seperti United Nations Women Association, 1986, dan oleh wanita dari Filipina, 1969, Inggris, 1969, Australia, 1970.Dengan masuknya Indonesia kembali sebagai anggota PBB, maka atas anjurannya dibentuk Komite Nasional Kedudukan wanita Indonesia (KNKWI, 1968), seperti kebanyakan dinegara-negara anggota PBB. Organisasi ini dimaksudkan untuk ikut meningkatkan kedudukan wanita dengan berusaha mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya berdasarkan penelitian ilmiah, dan membiuat rekomendasi tentang cara-cara meningkatkan peranan wanita
Hubungan luar negeri yang dilakukan organisasi-organisasi wanita lebih banyak dengan organisasi-organisasi wanita di Negara-negara Barat disamping dengan yang dinegara-negara ASEAN, tidak lagi dengan organisasi wanita dinegara-negara sosialis dan komunis seperti terjadi di era Orde Lama.Kowani dengan organisasi-organisasi anggotanya mengikuti banyak acara-acara yang dicanangkan oleh Komisi PBB untumkedudukan wanita, misalnya dengan penetuan tahun 1975 sebagai Tahun Wanita Internasional.Tahun itu dimaksudkan agar pemerintah masing-masing Negara anggota PBB dan masyarakat secara khusus memperhatikan keadaan penduduk wanita dan supaya direncanakan usaha-usaha kea rah peningkatan kedudukannya. Begitu pula dengan penentuan Dasa Warsa Wanita Internasional Tahun 1976 – 1985
Yang juga sangat penting dalam konteks tersebut adalah Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita dari PBB yang diterima oleh Sidang Majels Umum tanggal 18 Desember 1979 dan oleh pemerintah Indonesia telah diratifikasi sehingga menjadi UU No 7 tahun 1984.

g.Saat ini
deskrpisi atau uraian tentang bagaimana dan sejauhmana pergerakan kaum perempuan tidak mungkin dapat kita ulas dalam pertemuan singkat ini. Yang pasti secara historic itulah garis besar perjuangan kaum wanita sejak era peperangan hingga era Orde Baru.Saudara-saudari yang hadir dalam forum ini dapat memberi tanggapan, komentar, sanggahan atau pertanyaan agar peranan wanita yang dirasakan masih belum adil dapat semakin adil.
Yang menarik adalah , hari-hari ini kita melihat banyak kaum wanita yang terjerat masalah hukum. Gejala apa itu?, Angelina Sondakh sudah masuk hotel Prodeo. Sebelumnya kita lihat, Wa Ode Nurhayati, Miranda Gultom, Yulianis, Rosa Mindo Rosalina, Dhanarwati, Nunun Nurbati. Konon dalam pengejaran Neneng Sri Wahyuni. Mungkin menyusul yang lain………suatu gejala wanita sudah sama bahkan melewati pria? Mari sama-sama kita diskusikan.
Cat: Disarikan dari Sukanti Suryochondro, Timbulnya dan Perkembangan Gerakan Wanita di Indonesia 1995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar