Sejarah
Pergerakan Wanita Indonesia
Oleh: Reinhard Hutapea
a.Era Peperangan hingga Kemerdekaan
Pergerakan wanita di Indonesia adalah
gerakan yang mengikuti perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat, yakni
adanya perasaan cemas dan adanya keinginan individu-individu yang menghendaki
perubahan dan bergabung dalam suatu tindakan bersama.
Bentuk itu sudah ada di Indonesia
sejak abad 19, yakni ketika negeri ini dalam suasana peperangan.Dalam
peperangan ini kita kenal beberapa tokoh wanita, seperti Martha Chiristina
Tiahahu (wafat 1818), Cut Nyak Dien (wafat 1908), Cut Meutia (wafat 1910), Nyai
Ageng Serang (wafat, 1928). Perlawanan perlawanan terhadap Belanda gagal karena
kalah persenjataan dan alat komunikasi
Pada abad 20 pemerintah penjajahan
Belanda melakukan “politik etis”.Dalam era ini tampil Raden Ajeng Kartini, yang
mulai memperjuangkan hak-hak wanita. Kartini menyatakan bahwa untuk memajukan kaum wanita adalah melalui
pendidikan. Hal ini sejalan dengan politik etis yang mulai memberikan
pendidikan bagi segelintir putra-putri Indonesia, yang tujuan utamanya
sesungguhnya adalah untuk memperkuat pemerintahan penjajahan Belanda.
Sejalan dengan politik etis penjajah
Belanda tersebut, tampillah kalangan-kalangan terdidik Indonesia yang pada
tahun 1908 membentuk Boedi Oetomo.Gerakan ini dianggap sebagai gerakan
dimulainya kesadaran nasional. Organisasi ini kemudian membentuk gerakan wanita
yang bernama “Poetri Mardika” pada tahun 1912, yang dipimpin A Theresia
sabaruddin.Selanjutnya muncul “Pawiyatan Wanito di Magelang tahun 1915,
Percintaan Ibu Kepada Anak Temurun (PIKAT) di Manado pada tahun 1917, Purborini
di Tegal 1917, Aisyiah di Yogya 1917, Wanito Sussilo di Pemalang 1918, Wanito
Hadi di Jepara 1919, Poetri Boedi Sejati di Surabaya 1919, Wanito Utomo dan
Wanito Moelyo di Yogya 1920, Serikat Kaum Ibu di Bukit Tinggi 1920, Wanito
Katoliek di Yogyakarta tahun 1924. Gerakan mereka pada umumnya adalah dalam
bidang “social dan kultural”
Sebagai manifestasi dari Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928, muncullah Kongres Wanita Pertama di Yogyakarta 22
desember 1928 yang membentuk “Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPTI),
yang pada tahun 1929 diganti menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia
(PPII)
Pada tahun 1938 dalam Kongres PPII diputuskan bahwa tanggal 22 desember sebagai
Hari Ibu
Pada Tahun 1946 seluruh
perkumpulan-perkumpulan wanita menggabungkan diri dalam Kongres Wanita
Indonesia (Kowani) .nama yang terus dipakai hingga saat Ini
b.Era Pendudukan Jepang
Selama pendudukan Jepang tahun 1942 –
1945, ada kelompok-kelompok wanita Indonesia yang digerakkan oleh penguasa
balatentara Jepang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang terutama dimaksudkan
membantu memenangkan peperangan.Organisasi wanita yang didirikan disini dinamakan
Fujinkai. Beberapa pemimpin pergerakan wanita nasional ikut dalam Fujinkai
dengan pertimbangan bahwa pengalaman yang diperoleh dalam perkumpulan itu
mungkin bermanfaat dalam persiapan untuk kemerdekaan bangsa
c.Era Pasca Proklamasi Kemerdekaan
Setelah Indonesia diproklamirkan Oleh
Soekarno-Hatta pada tahun 1945, tidak otomatis merdeka penuh, sebab Belanda
dengan segala tipu muslihatnya kembali melakukan penjajahan. Dalam era ini
wanita Indonesia terus menggerakkan apa yang sudah dilakukan pada era-era sebelumnya,
yakni bagaimana berpartisipasi mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945
Pergerakan mereka adalah membantu
pejuang-pejuang yang bergerilya, seperti melakukan “dapur umum”. Di Jakarta
misalnya dibentuk organisasi wanita yang bernama WANI (Wanita Republik
Indonesia), untuk tujuan tersebut
Namun tidak itu saja, dalam
pertempuran langsung pun wanita Indonesia telah ikut serta pada era tersebut.
Ii dapat kita lihat dari lascar-laskar wanita yang terbentuk saat itu ,
seperti, Barisan Putri, Laskar Wanita Indonesia (LASWI) yang dimulai di
Bandung, Laskar Putri Indonesia (LPI) yang diprakarsai di Surakarta, Wanita
Pemabntu Perjuangan (WPP) di Yogyakarta, LASKAR Muslimat yang berpusat di Bukit
Tinggi, Sabil Muslimat di Padang Panjang. Juga lascar-laskar wanita terbentuk
di Magelang, Madiun,, Padang, Solok, Sawah lunto
Ada beberapa aspek yang menarik
mengenai kelaskaran wanita tersebut.Pertama sesungguhnya terbentuknya
lascar-laskar yang terdiri dari wanita tersebut yang bertugas dibelakang maupun
didepan garis peperangan berarti wanita memasuki bidang yang biasanya merupakan
bidang pria.
Aspek lain yang menarik dari
kelaskaran wanita ini adalah bahwa tidak ada cerita tentang kejadian dimana
pejuang-pejuang dicemohkan atau diremehkan perstasinya oleh kawanb-kawan pria,
seperti dialami oleh pejuang-pejuang wanita untuk hak-hak sipil di amerika
tahun 1960-an, yang mengakibatkan timbulnya gerakan WomensLib sebagai reaksi
terhadap perlakuan yang tidak adil itu.
Satu hal lagi yang menarik perhatian
dan mungkin dipertanyakan oleh pembaca adalah: …mengapa dibentuk lascar-laskar
wanita khusus pada hal sudah ada lascar-laskar lain yang tentunya tidak menolak
anggota wanita, misalnya kelompok-kelompok gerilyawan Tentara Pelajar dan Corps
Mahasiswa?.Mengapa disini juga ada “female bonding” dalam perjuangan
mati-matian mempertahankan kemerdekaan?Jawaban tentang hal ini kita peroleh
dari ucapan pemimpin LASWI; ….kita kira, wanita tidak perlu dibedakan dengan
kaum pria dalam hal perjuangan. Kalau mereka bisa bergerak di depan, mengatur
barisan terdepan dan bertempur melawan musuh, masakan wanita tidak sanggup!
Dalam era ini tercatat terbentuknya
Persatuan Istri Tentara (Persit) Chandra Kirana tahun 1946.Jalasenastri untuk
angkatan laut pada tahun 1957.
d.Pada Pemilu 1955
Pada pemilu pertama ini wanita
Indonesia telah ikut berperan. Dari 255 anggota DPR, wanita 17 orang,berarti
sekitar 0,7%. Organisasi-organisasi yang terlibat dalam pemilu ini adalah yang
berafiliasi dengan partai-partai politik. Tercatat, Parkiwa dari Partai
Kebangsaan Indonesia, Gerwani dari Partai Komunis Indonesia, Perwanu dari
Partai Murba, Wanita Demokrat Indonesia dari Partai Nasional Indonesia, Wanita
Nasional dari Partai Indonesia Raya, dan Gerakan Wanita Sosialis (GWS) dari
Partai Sosilais Indonesia
Tidak hanya dalam bidang politik,
dalam dunia professijuga bertaburan organisasi-organisasi wanita, seperti :
Ikatan Guru Taman Kanak (1950), Ikatan Bidan Indonesia (1951), Ikatan Sarjana
Wanita Indonesia (1956), Ikatan Ahli Kecantikan Wijaya Kusuma (1958)
e.Era Demokrasi Terpimpin
Pada era ini ada beberapa organisasi
dalam lingkungan lembaga pemerintahan yang semula merupakan organisasi
local/setempat, selanjutnya dikoordinasikan dan disatukan denganpetunjuk atau
bimbingan atasan.Konteks ini terlihat dalam pembentukan IDHATA (Ikatan Dharma
Wanita) tahun 1965, dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Begitu juga
dalam organisasi-organisasi yang lain, yang bersifat local/setempat difusuiakn
menjadi nasional.
Satu catatan penting dalam era ini
adalah penilaian Kowani terhadap pergerakan kaum perempuan, yangmenurtu mereka
“ambigu” (mendua) atau ambigious (tidak menentu).Menurut penilaian Kowani,
dalam periode ini perjuangan pergerakan wanita Indonesia untuk mempertinggi
derajad wanita justru menjadi kabur karena merosotnya penghargaan terhadap
wanita yang dilakukan pemimpin Negara. Tetapi sebaliknya organisasi-organisasi
wanita diikutsertakan dalam berbagai kegiatan untuk kepentingan Negara,
misalnya dalam pembebasan Irian Barat (sekarang Papua)
Dalam periode ini terbentuk Korps
Wanita Angkatan Darat (KOWAD) 22 Desember 1961, Korps Wanita Angkatan Laut
(KOWAL) 5 Januari 1963, Korps Wanita Angkatan Udara (WARA 12 )Agustus 1963,
Polisi Wanita (Polwan) terbentuk sejak 1948
Pasca G 30 S/PKI yang digerakkan oleh PKI, dengan sendirinya keanggotaan Gerwani dalam Kowani dihilangkan
f.Era Orde Baru
Pada era ini suasana social-politik,
ekonomi berubah drastic dari era sebelumnya.Begitu pula dalam hal pergerakan
wanita mengalami perubahan yang significan.Dalam era ini muncul organisasi-organisasi
yang baru. Organisasi-organisasi wanita yang tampil pada era ini tercatat
Persatuan Wanita Olahraga Seluruh Indonesia (PERWOSI, 1967), Ikatan Wanita
Pengusaha Indonesia (IWAPI,1975), Indonesia Business and Professional Women
Association, 1975, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 1971. Hal ini menunjukkan
makin banyaknya wanita yang mendapatkan kesempatan berkarir, juga makin
banyaknya wanita yang dapat mengikuti pendidikan.
Selanjutnya Nampak banyak organisasi
wanita asing seperti United Nations Women Association, 1986, dan oleh wanita
dari Filipina, 1969, Inggris, 1969, Australia, 1970.Dengan masuknya Indonesia
kembali sebagai anggota PBB, maka atas anjurannya dibentuk Komite Nasional
Kedudukan wanita Indonesia (KNKWI, 1968), seperti kebanyakan dinegara-negara
anggota PBB. Organisasi ini dimaksudkan untuk ikut meningkatkan kedudukan
wanita dengan berusaha mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya berdasarkan
penelitian ilmiah, dan membiuat rekomendasi tentang cara-cara meningkatkan
peranan wanita
Hubungan luar negeri yang dilakukan
organisasi-organisasi wanita lebih banyak dengan organisasi-organisasi wanita
di Negara-negara Barat disamping dengan yang dinegara-negara ASEAN, tidak lagi
dengan organisasi wanita dinegara-negara sosialis dan komunis seperti terjadi
di era Orde Lama.Kowani dengan organisasi-organisasi anggotanya mengikuti
banyak acara-acara yang dicanangkan oleh Komisi PBB untumkedudukan wanita,
misalnya dengan penetuan tahun 1975 sebagai Tahun Wanita Internasional.Tahun
itu dimaksudkan agar pemerintah masing-masing Negara anggota PBB dan masyarakat
secara khusus memperhatikan keadaan penduduk wanita dan supaya direncanakan
usaha-usaha kea rah peningkatan kedudukannya. Begitu pula dengan penentuan Dasa
Warsa Wanita Internasional Tahun 1976 – 1985
Yang juga sangat penting dalam
konteks tersebut adalah Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap wanita dari PBB yang diterima oleh Sidang Majels Umum
tanggal 18 Desember 1979 dan oleh pemerintah Indonesia telah diratifikasi
sehingga menjadi UU No 7 tahun 1984.
g.Saat ini
deskrpisi atau uraian tentang
bagaimana dan sejauhmana pergerakan kaum perempuan tidak mungkin dapat kita
ulas dalam pertemuan singkat ini. Yang pasti secara historic itulah garis besar
perjuangan kaum wanita sejak era peperangan hingga era Orde Baru.Saudara-saudari
yang hadir dalam forum ini dapat memberi tanggapan, komentar, sanggahan atau
pertanyaan agar peranan wanita yang dirasakan masih belum adil dapat semakin
adil.
Yang menarik adalah , hari-hari ini
kita melihat banyak kaum wanita yang terjerat masalah hukum. Gejala apa itu?,
Angelina Sondakh sudah masuk hotel Prodeo. Sebelumnya kita lihat, Wa Ode
Nurhayati, Miranda Gultom, Yulianis, Rosa Mindo Rosalina, Dhanarwati, Nunun
Nurbati. Konon dalam pengejaran Neneng Sri Wahyuni. Mungkin menyusul yang
lain………suatu gejala wanita sudah sama bahkan melewati pria? Mari sama-sama kita
diskusikan.
Cat: Disarikan dari Sukanti
Suryochondro, Timbulnya dan Perkembangan Gerakan Wanita di Indonesia 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar