Sabtu, 06 Januari 2018

KONSEP & STRATEGI PEMENANGAN PILKADA




KONSEP & STRATEGI PEMENANGAN PILKADA;
Oleh : Reinhard Hutapea

Pendahuluan
Pada tanggal 29 November 2011  pagi, saya menerima telefon dari seseorang yang berhasrat mencalonkan diri sebagai Walikota Kota Bekasi pada pemilukada 2013. Dalam pembicaraan tersebut, ia mengatakan akan maju melalui calon independen, bukan sebagaimana biasanya melalui partai politik.
Kenapa, mengapa, menempuh pola yang tidak lazim itu ditempuh, menjadi perbincangan yang ramai dan menggelitik. Begitu lama konteks tersebut kami diskusikan, termasuk hal-hal lain yang tidak langsung menyentuh permasalahan. Namanya saja pembicaraan awal, biasanya belum ada yang focus, masih serba eksploratif dan berputar kesana-kemari. Namun sebagai tindak lanjut pembicaraan, ia berjanji dalam dua tiga hari akan mengundang penulis dengan kawan-kawan/tim suksesnya.
Selesai pembicaraan saya berpikir, pemikiran, konsep atau hal apa kira-kira yang diperbincangkan dalam pertemuan yang dijanjikan tersebut. Sekedar pertemuan awal?, sudah siap dengan garis besar pemenangan?, dan sekian pertanyaan lain. Daripada terus bertanya-tanya, sebelum pertemuani berlangsung, saya menyiapkan satu paper yang menjadi rujukan ketika bertemu tim mereka
Pertanyaan pertama dan utama yang penulis ajukan kepada mereka tetap seperti di awal tulisan ini, yakni apa yang melatarbelakangi dan memotivasi beliau maju sebagai calon Walikota melalui calon independen?, mengapa tidak melalui partai politik? Apakah di Kota Bekasi ada fenomena anti partai politik?, apakah Walikota selama ini tidak memperhatikan aspirasi rakyat?. Lalu  kekuatan khas-istimewa apa yang dimilikinya sehingga berani maju melalui calon independent ketimbang melalui jalur partai politik?, atau baru sekedar wacana diskusi pencerahan?. Inilah yang akan dideskripsikan dalam tulisan ini.

Calon Independen.
Calon independen muncul ketika calon yang ditawarkan partai politik tidak mewakili banyak kepentingan konstituen. Partai dianggap tidak sungguh-sungguh mewakili suara konstituen yang akan memilihnya. Ada tendensi bahwa partai-partai hanya semata-mata (an sich) memperjuangkan kepentingannya (vested interest) sendiri. Bukan kepentingan mayoritas masyarakat
 Mereka-mereka, kalangan-kalangan atau pihak-pihak yang merasa tidak terwakili dalam pemilihan tersebut sudah tentu tidak dapat menerima kenyataan seperti itu. Konsekwensi logisnya mereka bersatu, bertekad dan berikhtiar  mencalonkan sosok yang mereka anggap pantas dicalonkan. Mereka menggadang-gadang siapa yang paling cocok untuk jabatan tersebut
Issu utamanya adalah bahwa ada calon yang pantas, yang lebih tepat ketimbang calon yang dicalonkan partai-partai politik tersebut, namun tidak terwakili dalam pemilihan umum. Inilah substansi, hakiki atau filosofi dari kandidat independent, yakni adanya tokoh atau pemimpin yang tidak dicalonkan.
Dalam sejarahnya tokoh-tokoh independent muncul di Eropa Barat dan Amerika Utara. Sebagai negara-negara yang dikenal pendekar demokrasi, melihat bahwa tidak cukup hanya mengandalkan partai-partai politik untuk memilih calon-calon pemimpin masyarakat, namun juga melihat kekuatan diluar itu, yakni dari masyarakat itu sendiri.
Sebagai realisasinya diizinkanlah calon diluar partai-partai politik dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk Indonesia yang terus-menerus mengembangkan kwalitas demokrasinya telah membuat kesepakatan bahwa calon independent boleh mengajukan diri sebagai kandidat dengan minimal ….persen penduduk mendukungnya.. Dukungan ini dibuktikan dengan menandatangani pernyataan diatas segel dan dilampiri kartu tanda penduduk yang sah
Suatu pola yang menurut ilmu politik memang cukup demokratis. Jika tidak percaya kepada partai, silahkan melalui jalur independent. Masyarakat sungguh diberi kebebasan penuh memilih siapa yang diinginkannya. Problematikanya adalah, apakah masyarakat kita sudah siap dengan pola yang sangat demokratis ini? Jawabannya mungkin masih debatable. Ada yang mengatakan sudah waktunya, yang lain sebaliknya /belum waktunya, serta  jawaban yang abu-abu
Dalam perjalanan pemilu kada Indonesia sudah ada yang menang dari jalur Independen. Artinya sudah ada faktanya, yakni terpilihnya Bupati/Wakil Bupati Garut yang diusung kalangan independent. Namun dalam kiprahnya, kemenangan tersebut tidak sejalan dengan tujuan semula sebagaimana cita-cita kaum independen. Apa yang pernah ditawarkan dalam kampanye jauh panggang dari api. Ide, konsep atau program yang sudah direncanakan ketika akan menang tidak dapat diaplikasikan
Ironisnya , justru Bupati terpilih masuk terkaman salah satu kekuatan politik, yakni menjadi Ketua Partai Demokrat Kabupaten Garut. Tragisnya lagi Wakil Bupatinya nan mantan artis ganteng itu mengundurkan diri dari jabatannya. Mengapa, kenapa dan bagaimana akhirnya terjadi perubahan yang sangat radikal demikian menjadi tanda tanya besar akan eksistensi independen.
Dengan tidak mendramatisir masalah, perlu dikaji ulang, apakah calon dari kalangan independent lebih pas, tepat, baik ketimbang mencalonkan diri melalui partai politik?. Adakah alasan-alasan rasional untuk itu?. Mudah-mudahan sudah dipikirkan matang-matang. Kami yakin sebagai politisi, tim sukses sudah memakluminya.
Akan tetapi meskipun sudah dimaklumi, penulis ingin menyatakan bahwa. permasalahan pertama yang segera menghadang adalah bahwa calon independen belum mempunyai organisasi.sebagaimana yang dimiliki partai-partai politik. Partai sudah punya jaringan dari ibukota hingga ke desa-desa., sedangkan independen belum.
Oleh karena itu, apabila sungguh-sungguh akan terjun kedalam panggung pemilihan, organisasi pemenang harus dibentuk. Suatu organisasi yang tugas dan fungsinya mirip struktur partai politik. Bahkan mungkin lebih handal dari itu, sebab akan memenangkan pertarungan. Apakah sudah dipersiapkan ?.
Dalam Undang-Undang Pemilukada dikatakan bahwa Walikota didampingi Wakil Walikota. Siapa direncanakan menduduki jabatan ini?. Apakah sudah dipersiapkan atau belum?. Jika belum sudah harus digadang-gadang siapa gerangan yang pas. Siapa kira-kira figurnya.
Mencari figur Wakil, bukan pekerjaan yang ringan. Salah memilih membuat sasaran tidak tercapai. Sebaiknya sudah ada gambaran siapa yang duduk dalam posisi tersebut, agar pola pemenangan yang sudah dirancang dapat berjalan sebagaimana yang diinginkan.
Disisi lain, dengan segera diketahuinya siapa calon Wakil ini, kita bisa berbagi pekerjaan dengan mereka. Tidak semua menumpuk dipundak calon Walikota, khususnya tentang pembiayaan kampanye..
Selanjutnya, apabila menang dalam pemilu, sudahkah dipikirkan bagamana relasi kerja politik dan administrasinya dengan DPRD?. Pertanyaan ini dikemukakan mengingat anggota-anggota DPRD tidak ada dari kalangan independen. Apakah dapat program Walikota dijalankan tanpa persetujuan DPRD?.Tanpa persetujuan DPRD program Walikota tidak dapat dijalankan. DPRD punya hak menolak, sesuai dengan fungsinya sebagai (a) pembuat peraturan/UU, pengawas dan hak keuangan/budget.
Seharusnya agar berimbang, anggota-anggota DPRD juga harus ada yang dari kalangan independen. Kenyataannya anggota-anggota DPRD tidak ada dari kalangan independen. Semuanya dari partai-partai politik.
Disisi lain partai-partai politik sebagaimana hakikinya sudah punya agenda-agenda tersendiri ketika mereka berada di legislative, yang tidak selalu sejalan dengan program Walikota. Lazimnya ada dua hal agendanya (hidden agenda). Pertama yang berhubungan dengan visi-misi partainya. Mereka akan all out memperjuang misi tersebut, yang belum tentu sejalan dengan program Walikota. Jangan-jangan bertolak belakang
Kedua, meski tidak pernah diakui adalah bahwa masing-masing anggota partai politik yang berada dalam lingkaran legislative ,ditugaskan oleh partainya  mencari dana  untuk menghidupi mesin partai.
 Partai sebagaimana faktanya belum mempunyai penghasilan yang rutin, selain dari penghasilan anggota-anggotanya yang duduk di DPRD. Oleh karena itu keberadaan di lembaga ini akan digunakan mencari dana tambahan selain penghasilan resminya sebagai anggota.
Konstatasi perburuan dana ini semakin besar, mengingat selain mereka menghidupi mesin partai, juga adalah mengembalikan uang yang sudah mereka keluarkan ketika mereka berkampanye.
 Dua kepentingan yang akhirnya bermuara kepada apa yang popular dengan sebutan “korupsi, dan atau penyalah gunaan keuangan” lainnya. Ada yang tidak ketahuan, namun sangat banyak yang ketangkap sehingga berjamaah masuk bui.Berita-berita bagaimana mereka ramai-ramai masuk penjara , lebih dari cukup dipublikasikan media-media.
Masalah-masalah lain yang bertalian dalam hubungannya dengan eksistensi DPRD (Legislatif) demikian masih dapat kita uraikan sekian panjang lagi. Sekian problem krusial lain, baik yang laten maupun yang muncul setiap saat tidak mungkin terhindarkan. Apakah kandidat yang kita jagokan ini sudah memahami itu semua? Tanpa pemahaman yang kuat, keinginan untuk memperbaiki suasana hanya tinggal sebatas impian.
Yang jelas dan pasti Walikota harus memahami sandungan-sandungan tersebut . Tanpa pemahaman yang memadai akan sirkuit-sirkuit ini, program Walikota tidak akan jalan. Kalaupun jalan hanya jalan ditempat. Keinginan untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana motiv utama kalangan independent menjadi tidak pernah kesampaian. Apakah sudah dipikirkan kiat mengatasinya ? mudah-mudahan sudah  
Kandidat bersama timnya mungkin sudah memikirkan itu semua. Kami yakin bahwa mereka optimis dan dinamis untuk cepat, tanggap dan sigat menyelesaikan setiap masalah yang menghadang. Kiat-kiat untuk itu sudah  mereka persiapkan. Sebagaimana adagium Adam Malik “…semua bisa diatur…”. adalah juga adagium setiap politisi. Bagi politisi tidak ada yang tidak bisa diatur. semua bisa diatur
 Mudah-mudahan seperti itu. Semua bisa, tidak ada yang tidak bisa,. semua bisa diatur……yang tak teratur alias berantakan juga bisa diatur. Politisi punya seni untuk atur mengatur…mereka sudah terbiasa melakukan itu. Soal hasilnya seperti apa, itu soal lain.

Criteria Umum
Dalam pencalonan setiap kandidat, lazimnya ada persyaratan-persyaratan tertentu. Ada persyaratan umum, khusus dan lain-lainnya. Persyaratan-persyaratan umum ini adalah persyaratan yang minimal harus dipenuhi, sedangkan persyaratan-persyaran yang lain (khusus) , ketentuannya tidak terbatas. Semakin besar yang diperjuangkan, semakin besar tingkat kekhususannya. Dan itu tidak mungkin terangkum dalam tulisan singkat ini. Tulisan ini hanya menguraikan ketentuan-ketentuan secara umum. Dalam garis besarnya ada  4 (empat) hal yang harus disusun, yakni
  • Visi dan Misi
  • Strategi Kampanye
  • Organisasi Pelaksana
  • Kekuatan Dana

Visi dan Misi
Selain ketokohan sebagaimana diutarakan diatas, yang harus diketahui oleh public/masyarakat adalah apa yang menjadi visi dan misi[1] tokoh yang diunggulkan tersebut. Dalam artian lain apa yang ditawarkan apabila ia menjadi Walikota. Menciptakan lapangan kerja baru?, menggratiskan pendidikan dan kesehatan?, melancarkan jalan-jalan yang macet?, mengutamakan ekonomi kerakyatan ketimbang ekonomi konglomerat?, menata ulang tata ruang? Meningkatkan keamanan, ketertiban dan kenyamanan masyarakat? Dan sebagainya.
Bagaimana kita meminta dukungan masyarakat apabila visi dan misinya tidak jelas, apalagi tidak ada?. Sesuatu yang sungguh aneh. Dalam era persaingan demokrasi tidak ada tawaran visi, misi atau program kerja
Pada era tradisional, monarkhi atau era-era yang tidak demokratis visi-misi sebagaimana yang dikenal saat ini belum dikenal. Apa yang menjadi perintah atau keinginan raja itulah yang dilakukan. Selain tidak punya visi dan misi, rakyat dalam era tersebut malah membawa upeti pada raja.
 Akan tetapi dalam era demokrasi yang mana fungsi pemerintah adalah melaksanakan kedaulatan/aspirasi rakyat, visi misi menjadi prasyarat utama. Aneh rasanya, bila dalam persaingan merebut keinginan rakyat, kita tidak punya komoditi yang akan ditawarkan kepada pemilih, konsumen atau konstituen. Soal bentuknya seperti apa, itu soal lain. Yang pasti harus ada yang ditawarkan.
Dalam visi dan misi pada umumnya diuraikan apa yang menjadi dasar, tujuan, sasaran, output yang akan dicapai. Begitu pula metode, cara atau taktik apa yang ia pakai mencapai itu diuraikan dengan jelas, jernih atau gamblang.
 Visi-Misi/Konsep ini dibuat menarik, logis, dan seindah mungkin. Diupayakan menempuh pola-pola yang sudah lazim saat ini, yakni melalui metode-metode ilmu pengetahuan dan teknologi, supaya canggih namun tetap gampang dicerna oleh konstituen. Fox yang dipimpin Chol Mallarangeng adalah salah satu institusi yang sukses merancang media-media kampanye sehingga sampai pada sasarannya.
Pekerjaan ini sudah barang tentu membutuhkan pemikiran, tenaga, waktu dan materi yang tidak sedikit. Dibutuhkan komitmen yang tinggi, all out dan terus inovatif. Tim yang tangguh adalah prasyarat utama. Apakah sudah dibentuk? Jika sudah, telah waktunya bekerja
Secara umum Kandidat yang memang sudah lama bermukim di Bekasi dan aktif berorganisasi mungkin sudah mengetahui gambaran Kota Bekasi selama ini. Apa problem crucialnya,  apa-apa potensinya, bagaimana pengeloaanya, apa yang perlu dikembangkan, seperti apa socio-culturalnya, bagaimana hubungannya dengan kabupaten, bagaimana kepemimpinan Walikota-Walikota sebelumnya dan lain-lain tata kelola pemerintahan Kota Bekasi.
 Paling tidak gambaran secara umum sudah harus diketahui, agar lebih mudah menyusun visi dan misinya. Tanpa ada gambaran umum demikian, kita hanya meraba-raba, atau berjalan diruang samar-samar atau gelap. Lebih baik lagi, apabila persoalan-persoalan secara teknis, mendetail atau secara khusus sudah dipahami..
Sebagai implementasinya, sang kandidat menawarkan suatu  program,konsep atau terobosan yang dapat diterima masyarakat Kota Bekasi pada umumnya.
Bagaimana teknik membuat konsep tersebut dapat dirujuk pada tugas-tugas yang seharusnya diemban suatu pemerintahan. Dimanapun pemerintahan di dunia ini, apakah itu menganut ideology Sosialis, Liberal, Kiri, Kanan, Demokrasi, Otoriter, Konstitusional atau sebaliknya, mempunyai tugas yang sama.. Tugas-tugas itu  adalah sebagai berikut :
           
·         Memberikan ketertiban
·         Memberikan kemakmuran
·         Memberikan kesejahteraan
·         Memberikan keadilan dan
·         Memberikan keamanan
Secara konstitusional tujuan ini telah tertulis dengan lengkap dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi……pemerintah yang dibentuk akan melindungi segenap tumpah darah dan bangsa, mewujudkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa… tugas yang diciptakan para pendiri republik dengan arif dan bijaksana sewaktu menyusun UUD 1945 sekian decade yang lalu..
Sebagai manifestasi pelaksanaan tujuan pemerintahan tersebut agar lebih operasional, Pemerintah Pusat bersama DPR RI telah membuat Undang-Undang (UU).  Pemerintahan Daerah untuk tingkat I (Provinsi) dan tingkat II (Kabupaten/ Kota). UU ini dikenal dengan nama UU Otonomi Daerah, yakni UU No 32 TH 2004
Dalam hal apa yang menjadi tugas pemerintahan Kota/Kabupaten pada Undang-Undang tersebut dapat dirujuk pada pasal 14 ayat (1). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk kabupaten/kota  meliputi:
·         Perencanaan dan pengendalian pembangunan
      perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
·         Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
·         Penyediaan sarana dan prasarana umum
·         Penanganan bidang kesehatan
·         Penyelenggaraan pendidikan
·         Penanggulangan masalah sosial
·         Pelayanan bidang ketenagakerjaan
·         Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
·         Pengendalian lingkungan hidup
·         Pelayanan pertanahan
·         Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
·         Pelayanan administrasi umum pemerintahan
·         Pelayanan administrasi penanaman modal
·         Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya dan
·         Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

Meski tidak perlu menguasai semua yang tertulis yang dimanatkan tersebut, secara garis besar harus diketahui. Mau tidak mau, senang atau sebaliknya apabila terpilih menjadi Walikota, wewenang ini tidak mungkin diabaikan.. Selain  ia  menjadi wewenang juga adalah menjadi rambu-rambu dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan.
Disisi lain kami tidak tahu persis, apakah calon Walikota yang akan dijagokan, begitu pula orang-orang dekatnya sudah mengetahui dapur birokrasi pemerintahan Bekasi secara utuh. Birokrasi sebagaimana fungsinya adalah pelaksana teknis-administratif dari kebijakan politik. Kebijakan politik, seperti program pembangunan yang ditawarkan oleh Walikota tidak akan jalan, tanpa birokrasi yang profesional. Meminjam Max Weber, birokrasi yang legal-rasional. Apakah birokrasi Kota Bekasi sudah legal-rasional?, artinya sungguh-sungguh melayani masyarakat?, tidakkah birokratik-otoriter sebagaimana banyak dihujat masyarakat selama ini?
Walikota sebagaimana hakikinya adalah jabatan politik. Bukan jabatan administrasi. Ketika Walikota baru terpilih, belum tentu ide, program atau tawaran yang dikampanyekannya akan berhasil baik apabila tidak didukung birokrasi/administrasi. Birokrasi sebagai mesin pemerintahan harus sejalan dengan ide pembaharuan yang ditempuh sang Walikota. Jika tidak ?, akan gagal.
 Program atau kebijakan Walikota hanya jalan di pidato dan diatas kertas apabila tidak di dukung birokrasi. Penertiban , lebih tepatnya reformasi birokrasi menjadi salah satu program Walikota dalam pencalonannya. Birokrasi Indonesia yang pernah dituding Megawati sebagai birokrasi “keranjang sampah” perlu direvitalisasi supaya sungguh-sungguh melayani masyarakat. Tidak lagi birokrasi yang sering diplesetkan sebagai birokrasi yang mempersulit, yang bertele-tele, yang menindas. Istilah populernya “…jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah…”.
Masalah birokrasi adalah masalah sentral. Bagaimanapun logis, etis dan estetisnya suatu program, tanpa birokrasi yang handal, tidak akan pernah berhasil. Birokrasi sebagai pelaksana teknis-administratif ataupun mesin pemerintahan, sudah waktunya direformasi agar sesuai dengan perkembangan zaman yang begitu cepat. Reinventing Government adalah kata kuncinya. ……….
Issu hangat yang perlu diperhatikan akhir-akhir ini adalah amandemen UU No 32 Tahun 2004. Dalam issu tersebut dikatakan ada rencana untuk memilih Gubernur tidak lagi melalui pemilihan langsung, melainkan dipilih oleh DPRD. Selain itu adalah peranan Desa yang akan ditingkatkan kiprahnya, yakni melalui pembentukan Undang Undang (UU) Desa (Kompas, 21 Desember 2011). Masalah ini perlu disinggung dalam visi, misi dan program kerja

STRATEGI KAMPANYE
Kampanye adalah kunci untuk memenangkan pertandingan dalam kompetisi pemilihan umum. Kata-kata ini sudah sangat akrab bagi mereka yang punya perhatian pada pemilihan umum atau politik pada umumnya. Merekapun sedikit banyak sudah tahu bagaimana cara, metode atau kiat kampanye yang berlangsung selama pemilihan umum, baik nasional, maupun daerah.
Berpidato dalam beberapa event pertemuan yang dihadiri massa, mengadakan panggung hiburan/artis, menempelkan berbagai atribut kampanye ditempat-tempat strategis, mengiklankan diri di media cetak/audio visual, membagi-bagikan  kaus, selebaran, kartu nama, umbul-umbul, sticker, kalender yang memuat gambar/nama dan sedikit visi-misi, berdebat dengan pesaing-pesaing lain, arak-arakan dijalan raya adalah beberapa contoh yang sudah umum dilakukan[2]
Akan tetapi secara khusus, atau terperinci, ada kiat-kiat tertentu, yang mungkin belum dipahami kalangan awam  dan lazimnya adalah factor penentu utama keberhasilan. Pola-pola khusus ini apabila kita ingin memenangkan kontestasi, perlu kita pikirkan bersama. Tanpa ada kekhususan, keistimewaan atau kelebihan dari pesaing lain, kita akan kalah. Pesaing lain sebagaimana yang kita lakukan saat ini, mereka juga menempuh pola yang sama. Merekapun sedang beradu siasat bagaimana memenangkan pertandingan.
Bagaimana menghadapinya?, kita ikuti hukum besi politik, yakni, lomba-lomba kuat, lomba-lomba cerdik, lomba-lomba bersiasat, dan lomba-lomba lain yang harus unggul. Tiap hari, tiap saat, bahkan tiap detik kita harus terus mengupayakan kreasi, modifikasi dan inovasi. Mereka melakukan ini, kita buat tandingannya. Mereka bikin itu, kita buat tandingannya. Begitu terus menerus tiada henti.
Untuk mencapai hal demikian, salah satu taktik yang perlu kita kaji adalah strategi yang dilakukan Partai Demokrat dan SBY dalam memenangkan pemilihan umum beberapa waktu yang lalu, baik itu legislative maupun eksekutif. Siasat itu begitu ampuh, sehingga mereka unggul telak. Banyak yang mempertanyakan, mempermasalahkan, tercengang, bahkan menghujat. Namun faktanya mereka sudah menang. Taktik apa yang mereka terapkan?. Menurut hemat saya adalah  kiat militer dalam memenangkan pertempuran di medan perang.
Sebagaimana operasi militer dalam memenangkan pertempuran, ada yang dilakukan secara terbuka namun ada juga yang tertutup. Tidak semua kelihatan, ada juga yang diterapkan secara gelap. Yang penting tujuan tercapai
Dalam konteks pemenangan Partai Demokrat dan SBY , manajemen kampanye yang diterapkan adalah manajemen perang. Ada pengerahan pasukan, logistic dan lain-lain pengerahan yang jelas-jelas kelihatan alias terbuka. Namun ada juga yang tidak terlihat (tertutup), namun sangat vital, yakni operasi intelijen, provokasi, agitasi, silent operation, siluman dan lain-lain yang tidak terlihat dengan jelas.
Dalam konteks pemenangan Partai Demokrat dan SBY manajemen perang tersebut sangat kasat mata. Dalam Perang terbuka , strategi kampanye yang ditempuh adalah apa yang sudah umum dikenal masyarakat, seperti pemasangan iklan yang begitu banyak di media massa, arak-arakan/pawai besar di jalan-jalan raya, spanduk, baliho diseluruh tempat-tempat strategis, dialog-dialog tertentu ditengah-tengah masyarakat yang dikemas begitu canggih oleh tim suksesnya. Semua itu dilakukan secara terbuka, dan pelaksanannya dilaporkan dengan resmi kepada KPU.
 Namun yang kurang terlihat oleh awam, dan sesungguhnya merupakan variabel utama kemenangan adalah operasi yang tidak kelihatan, namun berjalan dengan efektif. Begitu canggihnya, sampai-sampai ditempat yang tidak ada pengurus Demokrat dan tidak ada kampanye disitu, suara yang diraih sangat significan. Sebaliknya di tempat-tempat tertentu yang selama ini dianggap basis partai-partai tertentu, yang bukan Demokrat, Demokrat dan SBY juga unggul telak disitu. Bagaimana itu bisa terjadi?. Jawabannya ada tim siluman yang melakukan operasi-operasi intelijen
Operasi-operasi demikian berlangsung dengan sangat cepat, hampir-hampir tak kelihatan..Ibarat hantu atau siluman, operasi mereka hampir tak terasakan, atau tak terdeteksi, namun canggih/efektif memenangkan pertempuran. Tim, kelompok atau lembaga yang melakukan  itu jelas ada. Tim maupun kelompok ini sudah tentu tidak dilaporkan kepada KPU.
 Inilah  kerja-kerja politik yang sering ditengarai sebagai “Machiavelistis”. Menghalalkan segala cara asal tujuan tercapai Berbohong dianggap benar, halal, asal tidak ketahuan. Licik dan picik dianggap  sah, asal mencapai sasaran, dan lain-lain metode yang dapat mencapai tujuan kemenangan biarpun itu kerapkali menabrak Undang-Undang (UU), kejujuran/moral dan lain-lain hal yang tidak dibenarkan. Singkatnya menghalalkan segala cara. Bukankah politik itu sering dianalogikan  mengikuti yang tidak dikehendaki?
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana tim-tim kampanye Partai Demokrat dan Presiden SBY memenangkan persaingan dengan manajemen perang sehingga mengungguli yang lain, dapat kita baca dalam tulisannya George  Junus  Aditjondro dalam bukunya yang heboh “Membongkar Gurita Cikeas, di balik skandal Bank Century”, buku yang mencoba menjawab rahasia di balik skandal bank Century dan juga menjawab rahasia dibalik kemenangan fantastis partai Demokrat, yang suara pemilihnya naik tiga kali lipat dalam satu periode pemerintahan, dari sekitar 7% menjadi sekitar 20%. Seperti apa kira-kira? Baiklah kita baca salah satu bagian dari buku tersebut, yakni bagian yang memuat “Tim-Tim Kampanye Partai Demokrat dan Capres-Cawapres SBY – Boediono”.
Dalam garis besarnya ada Tim yang resmi yang dilaporkan kepada Komite Pemilihan Umum (KPU), namun ada juga yang tidak dilaporkan kepada KPU. Lebih lengkapnya sebagai berikut
1.      Barisan Indonesia (Barindo). Organisasi Massa yang memiliki jasa cukup significan dalam mengantarkan SBY meraih kemenangan pada Pilpres 2004. Ormas ini diprakarsai Letjen TNI M.Yasin dan Akbar Tanjung. Menjelang pemilu 2009 tim ini pecah dua. Ada yang bertahan di SBY Demokrat, ada yang nyebrang ke Megawati
2.      Blora Center. Diprakarsai orang-orang dekat Sudi Silalahi. Tugasnya menjadi pusat informasi untuk pemenangan Yudhoyono-Yusuf Kalla. Kelompok ini dapat juga disebut sebagai “dapur pemikir alias think tank”
3.      Tim Delta. Mengurusi semua perlengkapan kampanye terutama “atribut kampanye”. Dikomandani oleh mantan Asisten Logistik Panglima TNI, Mayjen (purn) Abikusno. Seluruh atribut kampanye, apakah itu spanduk, baliho, dipersiapkan ibarat mempersiapkan logistic dalam pertempuran
4.      Tim Echo, Tim Siluman yang tidak terdaftar secara resmi ini “menjalankan fungsi intelijen” untuk mendongkrak suara Partai Demokrat di daerah-daerah. Tim ini dipimpin satu orang tiap kabupaten dan kota. Pada hari pemungutan suara, tim pendukung ini berkonsentrasi memperkuat para saksi di TPS. Tim ini dipimpin oleh Marsekal (Purn) Djoko Suyanto. Meski tidak terdaftar di KPU, namun fungsinya sangat strategis sebab dapat mempengaruhi public. Ibarat invisible hand, pengaruhnya sangat menentukan. Kekuatan yang tidak terlihat, namun ampuh
5.      Tim Foxtrot. Konsultan “komunikasi politik” yang secara khusus direkrut oleh Partai Demokrat. Popular dengan sebutan Bravo Media Center (BMC) dan diketuai Zulkarnain (Choll) Mallarangeng, CEO Fox Indonesia. BMC menangani  “m e d i a  c a m p a i g n” SBY.  Pada 1 juni 2009, BMC diubah menjadi Kantor Pusat Tim Pemenangan SBY Boediono, yang diketuai M.Hatta Radjasa dengan wakil Djoko Suyanto. Taktik, siasat dan strategi kampanye dipusatkan disini. Metode yang mereka gunakan mirip dengan pola-pola kampanye dinegara-negara maju, khususnya gaya kampanye di Amerika Serikat  yang sangat ilmiah.
6.      Gerakan Pro SBY (GPS); dideklarasikan 21 April 2009 dengan ketua umum, Marsekal (Purn) Suratto Siswodihardjo. Ketua Dewan Pembina Jend polisi Sutanto. Penasehat Letjen (purn) Agus Wijoyo. Anggota-anggotanya Marsekal (purn) Herman Prayitno, Letjen (purn) Suyono, Siti Fadilah Supari, MS Kaban. GPS punya cabang 460 di 33 propinsi
7.      Jaringan Nusantara. Digerakkan oleh Andi Arief, mantan aktivis Mahasiswa UGM, Aam Sapulette dan Harry Sebayang. Tiga aktivis sewaktu SBY Danrem di Yogya. Dengan jaringan-jaringan yang sudah mereka bentuk sejak menjadi aktivis, mereka mempengaruhi para aktivis muda kampus, apakah itu di intra atau ekstra universiter
8.      Koalisi Kerakyatan. Dipimpin Jumhur Hidayat dan didukung Syamsir Siregar/mantan Kepala BIN. Koalisi ini meliputi Dewan Tani, HNSI dan Gaspermindo (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia). Melalui Koalisi Kerakyatan ini mereka mempengaruhi para petani, nelayan dan para buruh yang suaranya cukup significan Cat : Koalisi tidak didaftar secara resmi
9.      Tim Romeo; menjalin komunikasi dengan rakyat. Segala kebijakan SBY yang dianggap berhasil disosialisasikan kelompok yang dipimpin Mayjen (purn) Sardan Marbun. Tim ini juga mengurus PO Box 9949 dan SMS 9949. Pola-pola ini sering juga disebut dengan istilah “pencitraan”. Dikomunikasikan dengan sangat canggih melalui berbagai media.
10.  Tim Sekoci. Idem dengan Tim Echo, tim yang dipimpin Soeprapto ini menjalankan “fungsi intelijen” dengan mendata tokoh masyarakat, pengusaha, tokoh agama, tokoh perempuan, petani dan nelayan. 90 % personilnya pensiunan tentara, seperti Letjen (purn) TB.Silalahi, Mayjen (purn) Soeprapto, Mayjen Djali Yusuf, Mayjen (purn) Amir Sembiring, Letjen (purn) Irvan Edison dan Max Tamaela. Di luar pensiunan tentara, tim itu beranggotakan sejumlah pengusaha dan pelaku bisnis, diantaranya Teddy  Tohir (pendiri Astra) dan anaknya Boy Garibaldi Tohir (Adaro), Robbyanto Budiman (Wahana Makmur Sejati), Patrick Waluyo (Northstar Pasifik) serta Frans Kansil (Unilever)
11.  Yayasan Majelis Djikir SBY Nurussalam. Didirikan untuk merangkul pemilih dan calon pemilih yang beragama Islam dan dibina oleh Sespri Presiden, Brigjen Abdul Rahman M. Al Habsyi. Yayasan ini memilik cabang di 33 provinsi dan bekerjasama dengan sejumlah Ormas Islam seperti Al Wasliyah dan Tarbiyah Islamiyah  dan Darul Dawah Wal Irsyad di Sulawesi
12.  Modernisator adalah gerakan professional muda yang membangun jaringan dengan sejumlah pengusaha terkemuka Indonesia. Pelopornya adalah Dino Patty Djalal, Lin Chen Wei, Emirsyah Satar, Sandiago Uno, Bernhard Subiyakto, Chirisma Al Banjar, Dini Purwono, Zaenal Budiyono, M.Chatib Basri dan Marko Kusumawijaya.. Diantara pengusaha yang berhasil ditarik ke kubu SBY Boediyono adalah Chaerul Tanjung, Anindya Bakrie, dan Taufik Rahzen. Salah seorang pengusaha turunan Tionghoa adalah Alim Markus, pemilik Maspion Group. James Riady dengan grup Lipponya juga seorang pendukung yang kuat, sampai-sampai menggunakan pengaruhnya dalam sebuah surat kabar harian untuk mencegah pemuatan tulisan-tulisan yang kritis terhadap Partai Demokrat. Namun yang sejak awal sudah mendukung SBY adalah Siti Hartati Murdaya Poo, pemilik grup CCM (Central Cipta Murdaya). Hartati juga berpengaruh kepada pemilih Buddha karena ia adalah ketua Walubi[3].

Meskipun strategi demikian diterapkan dalam tataran/tingkat nasional dan menghalalkan segala cara, tiada salahnya kita terapkan di Bekasi dengan renovasi-renovasi tertentu. Beberapa substansi dari model tersebut dapat ditempuh di daerah, di tingkat Kota dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Substansi strateginya kecenderungannya tetap sama, namun bentuk atau besarannya mungkin berbeda.. Substansi-substansi ini jika kita ringkas adalah sebagai berikut:
·         Ada dapur pemikir, visi-misi, program/pusat informasi
·         Ada pelaksana media kampanye/komunikasi politik
·         Ada pelaksana atribut/sarana kampanye
·         Ada yang menangani kalangan-kalangan tertentu, seperti kalangan aktipis, professional, intelektual, pengusaha, buruh/tani, agama dan lain-lain profesi khusus di masyarakat
·         Ada pelaksana operasi intelijen/siluman
·         Ada tim pencitraan/tim sosialisasi kebijakan
·         Ada pencari dana kampanye

Dengan membandingkannya dengan beberapa tim sukses pemilukada dibeberapa daerah daerah, substansi-substansi demikian dapat kita ramu menjadi satu rencana kerja yang lebih up to date sehingga bisa lebih unggul dari tim-tim sukses yang lain. Kemenangan Ratu Atut Chosiah sebagai Gubernur Banten kedua kalinya adalah salah satu contoh yang perlu dipelajari. Selain menggunakan model kampanye yang umum dikenal, Ratu Atut juga menggerakkan seluruh LSM yang ada dalam wilayah Banten. LSM-LSM yang diteliti Metro TV dikelola oleh saudara-saudara/kroninya turut memenangkan Atut jadi Gubernur Banten
Tidak hanya Banten, daerah lain juga banyak melakukan kampanye-kampanye yang khas. Jembrana Bali yang berhasil mendudukkan seorang Professor menjadi Bupati, perlu juga dikaji. Kalau Atut turut menampilkan LSM-LSM yang dikelola croni-croninya, Jembrana lebih menekankan kepada program kerja yang dapat diterima pemilih Jembrana.
Masih banyak contoh-contoh yang dapat dikemukakan. Bagaimana misalnya Walikota Solo, Joko Widodo bisa meraup suara sampai 90% adalah kasus yang sangat menarik. Jokowi yang dikenal tidak pintar-pintar amat, sangat sederhana, bersahaja, namun (katanya) sangat jujur, menjadi idola masyarakat Surakarta. Dengan gemilang beliau didukung oleh hampir seluruh masyarakat Solo. Bagaimana itu bisa terjadi, pasti ada sesuatu yang istimewa. Keistimewaan yang seperti apa?. Perlu diteliti dengan seksama, agar kita dapat mengambil hikmahnya
 Setelah itu dipahami secara akurat, tahap/pekerjaan selanjutnya adalah menerapkan organisasi yang sesuai dengan tujuan demikian. Model organisasi seperti apa yang kira-kira tepat untuk mencapai keinginan-keinginan tersebut..inilah yang harus dipikirkan bersama

Organisasi Pelaksana.
Bagaimana struktur, model atau bentuk organisasi tim pemenangan ini mari sama-sama kita putuskan. Yang pasti organisasi yang terbentuk harus dapat melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana yang sudah tersurat dalam strategi kampanye diatas. Harus sungguh-sungguh efisien dan efektif.
Model-model organisasi bisnis mungkin dapat dipertimbangkan. Organisasi bisnis lazimnya sangat ketat. Tidak begitu besar jumlah staf/pegawai maupun strukturnya, namun sangat professional melaksanakan fungsinya, yakni mencari untung sebesar-besarnya
Atau dapat juga dipertimbangkan model organisasi teroris. Pada model organisasi teroris hampir-hampir tidak tahu kita seperti apa struktur maupun orang-orangnya, namun sangat efisien mencapai tujuannya. Jadi bagaimana agar tujuan tercapai, organisasi seperti itulah yang perlu diciptakan  Sebagai tawaran, penulis merancang bentuk atau struktur organisasinya sebagai berikut:
·         Penasehat/Pembina
·         Ketua umum
·         Sekretaris Umum
·         Bendahara
·         Ketua Bidang Visi-Misi, Program Kerja, dan Think tank
·         Ketua Bidang Komunikasi, Media Kampanye, Pencitraan, Sosialisasi
·         Ketua Bidang Pendataan dan Penggalangan  Tokoh-tokoh masyarakat
·         Ketua Bidang Pengadaan Atribut Kampanye
·         Ketua Bidang Khusus, Siluman, Intelijen
·         Ketua Penggalangan Dana
Penentuan figur yang tepat dalam jabatan-jabatan tersebut merupakan awal pertama keberhasilan.. Jangan sampai mendudukkan sosok yang tidak tepat. Bagaimana integritas, skilled dan kerjasamanya perlu dipersiapkan dengan matang. Model-model yang diterapkan dalam fit and proper test dalam menseleksi calon-calon pemimpin yang marak dewasa ini, perlu ditiru dalam merekrut sosok-sosok yang akan didudukkan dalam kepanitiaan ini.
Selain kecakapan para panitia, yang perlu juga dipersiapkan adalah jumlahnya Penasehat atau Pembina mungkin bisa satu orang atau lebih, sedangkan yang mengisi bagian bidang-bidang sudah pasti lebih dari satu orang. Bidang Sosialisasi atau penggalangan tokoh-tokoh masyarakat misalnya membutuhkan jumlah yang besar, khususnya dalam rangka pengambilan photocopy KTP sekitar 85.000 (delapan puluh lima ribu ) orang. Berapa orang tim sukses dibutuhkan untuk itu?, perlu perhitungan yang seksama
Bila sudah ditentukan personil-personil demikian, tahap pertama adalah mematangkan dan memutuskan konsep atau program yang harus dijalankan. Program maupun konsep itu sudah harus rinci, mendetail dan berapa biaya yang dibutuhkan sudah harus kongkrit agar program tersebut dapat dijalankan
Pekerjaan itu semua dipimpin atau dikoordinir oleh Ketua Umum. Artinya para ketua-ketua bidang bertanggung jawab kepada Ketua Umum. Ketua-ketua bidang merampungkan apa yang sudah diputuskan atau diperintahkan oleh Ketua Umum supaya lebih operasional, taktis dan berhasil guna. Ketua-ketua bidang sudah barang tentu  bersinergi dengan anggota-anggotanya.
Ketua bidang Visi-Misi adalah figure pertama yang harus menyiapkan visi, misi, kebijakan dan program kerjanya. Ketua bersama anggota-anggotanya diharapkan dapat membuat visi-misi maupun program yang sungguh-sungguh jauh lebih baik dari visi-misi yang dibuat oleh pesaing lain.
Cara kerja atau metodenya adalah menjabarkan apa yang diinginkan sang tokoh yang diunggulkan . Para tokoh demikian lazimnya telah mempunyai gagasan-gagasan tertentu yang khas. Namun karena gagasan ini masih mentah perlu dimatangkan. Agar betul-betul matang, tim menggodoknya
Sebaliknya tim ini dapat menawarkan visi, misi dan program kepada sang kandidat. Sebagai tank pemikir, tim ini mungkin punya gagasan-gagasan tertentu yang brilian serta inovatif dan diperkirakan dapat dijalankan calon pemimpin untuk membuat kehidupan Kota Bekasi lebih baik dari keadaan sebelumnya
Dalam rangka menjabarkan visi, misi dan program demikian, selain ide dasar yang sudah tersedia ,pada umumnya memerlukan referensi-referensi tertentu. Baik itu ketentuan-ketentuan hukum, seperti Undang-Undang (UU), Peraturan-Peraturan Pemerintah (PP), monografi dan kebijakan-kebijakan yang ditempuh selama ini di Kota Bekasi, relasinya dengan Propinsi, Pusat, strategi Pembangunan Nasional dan lain-lain kebutuhan untuk itu
Atas dasar visi-misi yang sudah ditetapkan, Ketua bidang Komunikasi, Media kampanye Sosialisasi, Pencitraan , menjabarkannya dalam bidang yang dikoordinirnya. Materi-materi apa yang harus “dipidatokan, diiklankan di media massa, ditulis dalam spanduk, baliho, umbul-umbul, sticker, leafleat, diteriakkan dalam arak-arakan, menghadapi debat kandidat, dan lain-lain materi yang membutuhkan pembicaraan dan yang tertulis”.
 Begitu pula Ketua bidang penggalangan tokoh-tokoh masyarakat, intelektual, professional dan massa, bekerja atas dasar visi-misi yang sudah ditetapkan. Visi dan misi yang sudah ditetapkan menjadi acuan bidang tersebut dalam menggalang kekuatan-kekuatan masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Mereka harus sanggup meyakinkan bahwa visi, misi dan program yang akan ditempuh itu adalah tepat. Ibarat sales, harus sanggup mempengaruhi konsumennya supaya membeli apa yang ditawarkan
Oleh karena itu para ketua-ketua bidang ini bersama anggotanya diharapkan dapat menemukan kiat-kiat yang selalu sesuai dengan perkembangan yang ada (up to date). Tidak meniru, mengcopy paste atau mengikuti strategi-strategi yang dibuat orang/pihak lain. Sangat diharapkan selalu ada  yang baru, yang belum diterapkan pihak lain, sehingga pihak lawan selalu kalah issu
Sedangkan bidang siluman/intelijen , yang fungsinya sangat strategis, tidak mungkin diulas dalam tulisan ini. Sebagaimana layaknya operasi-operasi intelijen tidak pernah dibicarakan atau dipublikasikan secara terbuka. Pekerjaan ini sangat khusus, tidak perlu ditulis atau dibicarakan, sebagaimana bidang-bidang yang disebutkan sebelumnya. Cukup sekelompok orang dengan bahasa atau sandi tertentu mengetahuinya. Paling-paling hanya ketua umum, Pembina dan kalangan lain yang dianggap perlu.
Selanjutnya agar terintegrasi apa yang direncanakan tersebut, sudah tentu harus disiapkan sarana-prasarananya. Sarana pertama adalah tersedianya tempat atau kantor. Tempat atau kantor ini harus kondusif. Ada ruang rapat, administrasi dan lain-lain sarana-prasarana kantor Begitu pula biaya operasionalnya, sudah harus disiapkan.
Selaras dengan penyediaan kantor , tahap selanjutnya yang harus dibuat adalah jadwal kerja. Dalam satu hari, satu minggu, satu bulan, tiga bulan dan seterusnya target apa yang harus dicapai , sudah harus dijadwalkan dengan tepat. Sekretaris umum sebagaimana substansi fungsinya menjadi figur sentral dalam menjalankan proses ini. Dan sebagai sekretaris ,ia mengawasi penuh pelaksanaannya.

Kekuatan-Perencanaan Dana
Dalam era demokrasi yang semakin liberal, peranan dana sangat menentukan. Begitu pentingnya dana, sampai-sampai ada/banyak yang berpendapat, bahwa dana adalah segala-galanya. Dana menjadi variable utama keberhasilan. Karena begitu vitalnya dana ini sampai-sampai ada yang mempelesetkannya, yakni “..dana bukan segala-galanya, tapi segala-galanya membutuhkan dana…” retorika yang indah, namun maksudnya sama saja, yakni dana adalah faktor utama
Bagi penulis dana memegang peranan penting, namun bukan factor utama alias segala-galanya. Yang utama adalah “ide”. Ide itu dibuat dulu. Setelah itu barulah dihitung berapa dana yang dibutuhkan. Penghitungan dimulai dari:
 (a) biaya pembuatan visi-misi, dan program kerja
(b) biaya tim sukses,
(c) biaya kantor/administrasi,
(d) biaya atribut-perlengkapan kampanye,
(e) biaya tim lobby penggalangan tokoh-tokoh masyarakat,
(f) biaya iklan di media massa,
(g) biaya arak-arakan di jalan,
(h) biaya pentas musik,
(i) biaya tim siluman/intelijen

Penghitungan selanjutnya adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengambil dukungan KTP sebanyak 85.000 orang. Berapa orang tim sukses yang dibutuhkan untuk menjaring KTP tersebut. Apakah setiap KTP perlu diberi pelicin atau tidak ?. Dalam prakteknya ada yang diberi, namun ada juga yang tidak. Berapa banyak yang diberi, berapa banyak yang tidak, perlu dikalkulasi dengan akurat
Selain menangani pengambilan KTP , tim ini diharapkan menjadi saksi dalam TPS-TPS waktu pemilukada dilakukan. Berapa banyak TPS yang akan dihadiri sebagai saksi perlu perhitungan akurat, sebab akan berpengaruh kepada dana yang harus disediakan. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk …..ini cukup besar. Mungkin sekecil-kecilnya/minimal yang diberikan pada setiap saksi adalah Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah). Berapa orang yang dibutuhkan?
Jika pemilukada 2 (dua) putaran, pengeluaran akan bertambah. Selain untuk mendanai atribut-atribut yang cukup besar dalam putaran pertama, adalah pembiayaan  melobby/mengajak pihak yang kalah mendukung kita. Biayanya cukup besar. Dan lain-lain yang berhubungan dengan pendanaan. Yang jelas masih banyak yang perlu dihitung dengan cermat.
Supaya cermat, panitia, tim sukses dan pihak-pihak yang aktif dalam pemenangan ini, perlu memakai jasa mereka yang paham masalah-masalah keuangan. Perhitungan mereka perlu kita apresiasi, meski keputusan tetap di panitia inti.
Proses tersebut penting, selain supaya kita mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, adalah melatih kita merencanakan Anggaran Dan Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD), jika calon yang kita jagokan nanti menang. Masalah keuangan negara adalah masalah yang cukup rumit dan rentan terhadap penyalahgunaan. Masalah selanjutnya adalah dari mana dana tersebut diperoleh.
Dana untuk pemenangan pemilu dapat diperoleh dari berbagai sumber.. Di Indonesia, saat ini yang umum adalah dari pihak yang dijagokan. Pihak yang diunggulkan  lazimnya dianggap sudah memiliki dana . Suatu metode yang konvensional, yang dianggap paling praktis. Kalau tidak? Diperoleh dari kalangan lain.
Kalangan lain ini bisa bermacam-macam. Bisa perseorangan, bisa lembaga, bisa orang miskin, orang sederhana, kelas menengah, orang kaya. Atau yang fenomenologis saat ini adalah perolehan dari kalangan pengusaha. Seribu satu macam sumber pemasukan. Persoalannya adalah, apa yang mereka dapatkan dari kita?, apa mungkin mereka itu begitu saja mau memberi tanpa imbalan?. Pasti ada yang mereka harapkan dari sosok yang disumbang. Harapan-harapan mereka ini yang perlu diperhatikan.
Secara umum biasanya masyarakat membantu apabila visi, misi dan program yang ditawarkan itu memperbaiki kehidupannya. Untuk ini perlu tawaran yang kongkrit, jelas atau gamblang. Masalah-masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, kemakmuran, kesejahteraan, ketertiban dan keamanan adalah yang mereka butuhkan. Kesemua ini sudah dirangkum dalam visi, misi dan program kerja yang disusun tim secara konseptual dan komprehensif.
Secara khusus, adalah bantuan dari instansi-instansi tertentu, seperti dari dunia bisnis. Dunia bisnis adalah lembaga yang paling banyak membantu pelaksanaan kampanye pemilu di Indonesia. Peran mereka sudah umum diketahui. Tanpa mereka , pemilu dinegeri ini mungkin  tidak lancar, atau mungkin bisa gagal sama sekali.
Akan tetapi secara khusus  perlu ditanyakan, konsesi apa yang mereka harapkan dari pemilihan itu? , adakah mereka sungguh-sungguh menyumbang bak filantropis tanpa pamrih?, tidak mungkin, sudah pasti ada maksud-maksudnya. Termasuk maksud-maksud terselubungnya
Maksud ini secara umum adalah agar bisnisnya tetap lancar, kalau bisa lebih berkembang lagi. Sebagaimana hakiki dagang, memberi sedikit-dikitnya, mendapatkan sebanyak-banyaknya adalah prinsip para saudagar dimanapun mereka berada. Konstatasi ini akan mereka pertahankan sampai kemanapun. Lalu bagaimana hubungannya dengan program kesejahteraan masyarakat yang lebih diprioritaskan? Sejalankah? Atau justru bertabrakan?. Mudah-mudahan sejalan
Kalau sejalan, silahkan minta bantuan mereka. Akan tetapi jika sebaliknya perlu dipikirkan alternatif lain. Pengalaman banyak daerah terhadap pedagang-pedagang besar biasanya menimbulkan banyak masalah. Masalah krusialnya adalah ketika pedagang besar tersebut membangun pusat perdagangan yang mematikan pedagang-pedagang tradisionil.
Jika malapetaka demikian yang tampil, keinginan mensejahterakan rakyat tinggal slogan yang indah diucapkan, dipidatokan dalam kampanye, namun tidak dipraktekkan dalam wadah sesungguhnya. Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan “perekonomian disusun berdasarkan azas kekeluargaan”, semakin jauh dari kenyataan, karena yang diimplementasikan adalah perekonomian “individualistik, kapitalistik dan liberalistik”.
Perekonomian yang berlawanan dengan moral ekonomi Indonesia yang Pancasilaistik, yang harus kita tolak berapapun bayarannya. Sistim ekonomi yang sesuai dengan moral ekonomi Pancasila, betapapun sukarnya, sudah waktunya kita terapkan, apabila kita sungguh-sungguh berpihak pada kerakyatan ataupun kepada kebenaran.


[1] Tentang visi, misi ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2005.  Dalam pasal 42, ayat 2, butir “j” , yakni perihal  syarat pendaftaran  pasangan calon dikatakan..naskah visi, misi dan program dari pasangan calon secara tertulis. Seadangkan dalam pasal 58 ayat 1 perihal  bentuk kampanye dikatakan: “pasangan calon wajib menyampaikan materi kampanye yang diwujudkan dalam visi, misi dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat”
[2] Dalam pasal 56, PP No 6 Tahun 2005, tentang bentuk kampanye dilaksanakan melalui:
(a) pertemuan terbatas,
 (b) tatap muka dan dialog,
 (c) penyebaran melalui media cetak dan media elektronik,
(d) penyiaran melalui radio dan/atau televise,
 (e) penyebaran bahan kampanye kepada umum,
(f) pemasangan alat peraga di tempat umum,
 (g) rapat umum,
 (h) debat public/debat terbuka antar calon,
 (i) kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan

[3] Selain tim kampanye yang sangat professional ini, masih ada kekuatan lain yang juga sangat mempengaruhi kemenangan partai Demokrat maupun SBY. Kekuatan ini adalah Yayasan-yayasan diseputar Cikeas, seperti:  Yayasan Majelis Dzikir SBY,Yayasan Puri Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan Dan Kepedulian. Yayayan-Yayasan ini banyak melibatkan para tokoh, seperti Menteri, Pengusaha, Professional, Intelektual, para pensiunan TNI, dan lain-lainnya (George Yunus Aditjondro, 2010, Membongkar Gurita Cikeas, Galang Press, Yogyakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar