KONSEP & STRATEGI PEMENANGAN PILKADA;
Oleh : Reinhard Hutapea
Pendahuluan
Pada tanggal 29 November 2011 pagi, saya menerima telefon dari seseorang yang
berhasrat mencalonkan diri sebagai Walikota Kota Bekasi pada pemilukada 2013. Dalam
pembicaraan tersebut, ia mengatakan akan maju melalui calon independen, bukan sebagaimana
biasanya melalui partai politik.
Kenapa, mengapa, menempuh pola yang tidak lazim itu
ditempuh, menjadi perbincangan yang ramai dan menggelitik. Begitu lama konteks
tersebut kami diskusikan, termasuk hal-hal lain yang tidak langsung menyentuh
permasalahan. Namanya saja pembicaraan awal, biasanya belum ada yang focus,
masih serba eksploratif dan berputar kesana-kemari. Namun sebagai tindak lanjut
pembicaraan, ia berjanji dalam dua tiga hari akan mengundang penulis dengan
kawan-kawan/tim suksesnya.
Selesai pembicaraan saya berpikir, pemikiran, konsep
atau hal apa kira-kira yang diperbincangkan dalam pertemuan yang dijanjikan
tersebut. Sekedar pertemuan awal?, sudah siap dengan garis besar pemenangan?,
dan sekian pertanyaan lain. Daripada terus bertanya-tanya, sebelum pertemuani
berlangsung, saya menyiapkan satu paper yang menjadi rujukan ketika bertemu tim
mereka
Pertanyaan pertama dan utama yang penulis ajukan kepada
mereka tetap seperti di awal tulisan ini, yakni apa yang melatarbelakangi dan
memotivasi beliau maju sebagai calon Walikota melalui calon independen?, mengapa
tidak melalui partai politik? Apakah di Kota Bekasi ada fenomena anti partai
politik?, apakah Walikota selama ini tidak memperhatikan aspirasi rakyat?. Lalu
kekuatan khas-istimewa apa yang
dimilikinya sehingga berani maju melalui calon independent ketimbang melalui
jalur partai politik?, atau baru sekedar wacana diskusi pencerahan?. Inilah
yang akan dideskripsikan dalam tulisan ini.
Calon Independen.
Calon independen muncul ketika calon yang ditawarkan
partai politik tidak mewakili banyak kepentingan konstituen. Partai dianggap
tidak sungguh-sungguh mewakili suara konstituen yang akan memilihnya. Ada tendensi bahwa partai-partai
hanya semata-mata (an sich) memperjuangkan kepentingannya (vested interest)
sendiri. Bukan kepentingan mayoritas masyarakat
Mereka-mereka,
kalangan-kalangan atau pihak-pihak yang merasa tidak terwakili dalam pemilihan
tersebut sudah tentu tidak dapat menerima kenyataan seperti itu. Konsekwensi
logisnya mereka bersatu, bertekad dan berikhtiar mencalonkan sosok yang mereka anggap pantas
dicalonkan. Mereka menggadang-gadang siapa yang paling cocok untuk jabatan
tersebut
Issu utamanya adalah bahwa ada calon yang pantas, yang
lebih tepat ketimbang calon yang dicalonkan partai-partai politik tersebut,
namun tidak terwakili dalam pemilihan umum. Inilah substansi, hakiki atau filosofi
dari kandidat independent, yakni adanya tokoh atau pemimpin yang tidak dicalonkan.
Dalam sejarahnya tokoh-tokoh independent muncul di Eropa
Barat dan Amerika Utara. Sebagai negara-negara yang dikenal pendekar demokrasi,
melihat bahwa tidak cukup hanya mengandalkan partai-partai politik untuk
memilih calon-calon pemimpin masyarakat, namun juga melihat kekuatan diluar itu,
yakni dari masyarakat itu sendiri.
Sebagai realisasinya diizinkanlah calon diluar
partai-partai politik dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk Indonesia
yang terus-menerus mengembangkan kwalitas demokrasinya telah membuat
kesepakatan bahwa calon independent boleh mengajukan diri sebagai kandidat
dengan minimal ….persen penduduk mendukungnya.. Dukungan ini dibuktikan dengan
menandatangani pernyataan diatas segel dan dilampiri kartu tanda penduduk yang
sah
Suatu pola yang menurut ilmu politik memang cukup
demokratis. Jika tidak percaya kepada partai, silahkan melalui jalur
independent. Masyarakat sungguh diberi kebebasan penuh memilih siapa yang
diinginkannya. Problematikanya adalah, apakah masyarakat kita sudah siap dengan
pola yang sangat demokratis ini? Jawabannya mungkin masih debatable. Ada yang mengatakan sudah
waktunya, yang lain sebaliknya /belum waktunya, serta jawaban yang abu-abu
Dalam perjalanan pemilu kada Indonesia sudah ada yang menang
dari jalur Independen. Artinya sudah ada faktanya, yakni terpilihnya
Bupati/Wakil Bupati Garut yang diusung kalangan independent. Namun dalam
kiprahnya, kemenangan tersebut tidak sejalan dengan tujuan semula sebagaimana
cita-cita kaum independen. Apa yang pernah ditawarkan dalam kampanye jauh
panggang dari api. Ide, konsep atau program yang sudah direncanakan ketika akan
menang tidak dapat diaplikasikan
Ironisnya , justru Bupati terpilih masuk terkaman salah
satu kekuatan politik, yakni menjadi Ketua Partai Demokrat Kabupaten Garut.
Tragisnya lagi Wakil Bupatinya nan mantan artis ganteng itu mengundurkan diri
dari jabatannya. Mengapa, kenapa dan bagaimana akhirnya terjadi perubahan yang
sangat radikal demikian menjadi tanda tanya besar akan eksistensi independen.
Dengan tidak mendramatisir masalah, perlu dikaji ulang,
apakah calon dari kalangan independent lebih pas, tepat, baik ketimbang
mencalonkan diri melalui partai politik?. Adakah alasan-alasan rasional untuk
itu?. Mudah-mudahan sudah dipikirkan matang-matang. Kami yakin sebagai
politisi, tim sukses sudah memakluminya.
Akan tetapi meskipun sudah dimaklumi, penulis ingin
menyatakan bahwa. permasalahan pertama yang segera menghadang adalah bahwa
calon independen belum mempunyai organisasi.sebagaimana yang dimiliki
partai-partai politik. Partai sudah punya jaringan dari ibukota hingga ke desa-desa.,
sedangkan independen belum.
Oleh karena itu, apabila sungguh-sungguh akan terjun
kedalam panggung pemilihan, organisasi pemenang harus dibentuk. Suatu organisasi
yang tugas dan fungsinya mirip struktur partai politik. Bahkan mungkin lebih handal
dari itu, sebab akan memenangkan pertarungan. Apakah sudah dipersiapkan ?.
Dalam Undang-Undang Pemilukada dikatakan bahwa Walikota
didampingi Wakil Walikota. Siapa direncanakan menduduki jabatan ini?. Apakah
sudah dipersiapkan atau belum?. Jika belum sudah harus digadang-gadang siapa
gerangan yang pas. Siapa kira-kira figurnya.
Mencari figur Wakil, bukan pekerjaan yang ringan. Salah
memilih membuat sasaran tidak tercapai. Sebaiknya sudah ada gambaran siapa yang
duduk dalam posisi tersebut, agar pola pemenangan yang sudah dirancang dapat
berjalan sebagaimana yang diinginkan.
Disisi lain, dengan segera diketahuinya siapa calon
Wakil ini, kita bisa berbagi pekerjaan dengan mereka. Tidak semua menumpuk
dipundak calon Walikota, khususnya tentang pembiayaan kampanye..
Selanjutnya, apabila menang dalam pemilu, sudahkah
dipikirkan bagamana relasi kerja politik dan administrasinya dengan DPRD?. Pertanyaan
ini dikemukakan mengingat anggota-anggota DPRD tidak ada dari kalangan
independen. Apakah dapat program Walikota dijalankan tanpa persetujuan DPRD?.Tanpa
persetujuan DPRD program Walikota tidak dapat dijalankan. DPRD punya hak
menolak, sesuai dengan fungsinya sebagai (a) pembuat peraturan/UU, pengawas dan
hak keuangan/budget.
Seharusnya agar berimbang, anggota-anggota DPRD juga
harus ada yang dari kalangan independen. Kenyataannya anggota-anggota DPRD
tidak ada dari kalangan independen. Semuanya dari partai-partai politik.
Disisi lain partai-partai politik sebagaimana hakikinya
sudah punya agenda-agenda tersendiri ketika mereka berada di legislative, yang
tidak selalu sejalan dengan program Walikota. Lazimnya ada dua hal agendanya
(hidden agenda). Pertama yang berhubungan dengan visi-misi partainya. Mereka
akan all out memperjuang misi tersebut, yang belum tentu sejalan dengan program
Walikota. Jangan-jangan bertolak belakang
Kedua, meski tidak pernah diakui adalah bahwa
masing-masing anggota partai politik yang berada dalam lingkaran legislative ,ditugaskan
oleh partainya mencari dana untuk menghidupi mesin partai.
Partai sebagaimana
faktanya belum mempunyai penghasilan yang rutin, selain dari penghasilan
anggota-anggotanya yang duduk di DPRD. Oleh karena itu keberadaan di lembaga
ini akan digunakan mencari dana tambahan selain penghasilan resminya sebagai
anggota.
Konstatasi perburuan dana ini semakin besar, mengingat
selain mereka menghidupi mesin partai, juga adalah mengembalikan uang yang
sudah mereka keluarkan ketika mereka berkampanye.
Dua kepentingan
yang akhirnya bermuara kepada apa yang popular dengan sebutan “korupsi, dan
atau penyalah gunaan keuangan” lainnya. Ada
yang tidak ketahuan, namun sangat banyak yang ketangkap sehingga berjamaah
masuk bui.Berita-berita bagaimana mereka ramai-ramai masuk penjara , lebih dari
cukup dipublikasikan media-media.
Masalah-masalah lain yang bertalian dalam hubungannya
dengan eksistensi DPRD (Legislatif) demikian masih dapat kita uraikan sekian
panjang lagi. Sekian problem krusial lain, baik yang laten maupun yang muncul
setiap saat tidak mungkin terhindarkan. Apakah kandidat yang kita jagokan ini
sudah memahami itu semua? Tanpa pemahaman yang kuat, keinginan untuk
memperbaiki suasana hanya tinggal sebatas impian.
Yang jelas dan pasti Walikota harus memahami
sandungan-sandungan tersebut . Tanpa pemahaman yang memadai akan
sirkuit-sirkuit ini, program Walikota tidak akan jalan. Kalaupun jalan hanya
jalan ditempat. Keinginan untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana motiv utama
kalangan independent menjadi tidak pernah kesampaian. Apakah sudah dipikirkan
kiat mengatasinya ? mudah-mudahan sudah
Kandidat bersama timnya mungkin sudah memikirkan itu
semua. Kami yakin bahwa mereka optimis dan dinamis untuk cepat, tanggap dan
sigat menyelesaikan setiap masalah yang menghadang. Kiat-kiat untuk itu sudah mereka persiapkan. Sebagaimana adagium Adam
Malik “…semua bisa diatur…”. adalah
juga adagium setiap politisi. Bagi politisi tidak ada yang tidak bisa diatur.
semua bisa diatur
Mudah-mudahan
seperti itu. Semua bisa, tidak ada yang tidak bisa,. semua bisa diatur……yang
tak teratur alias berantakan juga bisa diatur. Politisi punya seni untuk atur
mengatur…mereka sudah terbiasa melakukan itu. Soal hasilnya seperti apa, itu
soal lain.
Criteria Umum
Dalam pencalonan setiap kandidat, lazimnya ada persyaratan-persyaratan
tertentu. Ada
persyaratan umum, khusus dan lain-lainnya. Persyaratan-persyaratan umum ini
adalah persyaratan yang minimal harus dipenuhi, sedangkan persyaratan-persyaran
yang lain (khusus) , ketentuannya tidak terbatas. Semakin besar yang
diperjuangkan, semakin besar tingkat kekhususannya. Dan itu tidak mungkin
terangkum dalam tulisan singkat ini. Tulisan ini hanya menguraikan
ketentuan-ketentuan secara umum. Dalam garis besarnya ada 4 (empat) hal yang harus disusun, yakni
- Visi dan Misi
- Strategi Kampanye
- Organisasi Pelaksana
- Kekuatan Dana
Visi dan Misi
Selain ketokohan sebagaimana diutarakan diatas, yang
harus diketahui oleh public/masyarakat adalah apa yang menjadi visi dan misi[1]
tokoh yang diunggulkan tersebut. Dalam artian lain apa yang ditawarkan apabila
ia menjadi Walikota. Menciptakan lapangan kerja baru?, menggratiskan pendidikan
dan kesehatan?, melancarkan jalan-jalan yang macet?, mengutamakan ekonomi
kerakyatan ketimbang ekonomi konglomerat?, menata ulang tata ruang? Meningkatkan
keamanan, ketertiban dan kenyamanan masyarakat? Dan sebagainya.
Bagaimana kita meminta dukungan masyarakat apabila visi
dan misinya tidak jelas, apalagi tidak ada?. Sesuatu yang sungguh aneh. Dalam
era persaingan demokrasi tidak ada tawaran visi, misi atau program kerja
Pada era tradisional, monarkhi atau era-era yang tidak
demokratis visi-misi sebagaimana yang dikenal saat ini belum dikenal. Apa yang
menjadi perintah atau keinginan raja itulah yang dilakukan. Selain tidak punya
visi dan misi, rakyat dalam era tersebut malah membawa upeti pada raja.
Akan tetapi dalam
era demokrasi yang mana fungsi pemerintah adalah melaksanakan
kedaulatan/aspirasi rakyat, visi misi menjadi prasyarat utama. Aneh rasanya,
bila dalam persaingan merebut keinginan rakyat, kita tidak punya komoditi yang
akan ditawarkan kepada pemilih, konsumen atau konstituen. Soal bentuknya
seperti apa, itu soal lain. Yang pasti harus ada yang ditawarkan.
Dalam visi dan misi pada umumnya diuraikan apa yang
menjadi dasar, tujuan, sasaran, output yang akan dicapai. Begitu pula metode,
cara atau taktik apa yang ia pakai mencapai itu diuraikan dengan jelas, jernih
atau gamblang.
Visi-Misi/Konsep
ini dibuat menarik, logis, dan seindah mungkin. Diupayakan menempuh pola-pola yang
sudah lazim saat ini, yakni melalui metode-metode ilmu pengetahuan dan
teknologi, supaya canggih namun tetap gampang dicerna oleh konstituen. Fox yang
dipimpin Chol Mallarangeng adalah salah satu institusi yang sukses merancang
media-media kampanye sehingga sampai pada sasarannya.
Pekerjaan ini sudah barang tentu membutuhkan pemikiran,
tenaga, waktu dan materi yang tidak sedikit. Dibutuhkan komitmen yang tinggi,
all out dan terus inovatif. Tim yang tangguh adalah prasyarat utama. Apakah sudah
dibentuk? Jika sudah, telah waktunya bekerja
Secara umum Kandidat yang memang sudah lama bermukim di
Bekasi dan aktif berorganisasi mungkin sudah mengetahui gambaran Kota Bekasi
selama ini. Apa problem crucialnya, apa-apa
potensinya, bagaimana pengeloaanya, apa yang perlu dikembangkan, seperti apa
socio-culturalnya, bagaimana hubungannya dengan kabupaten, bagaimana
kepemimpinan Walikota-Walikota sebelumnya dan lain-lain tata kelola
pemerintahan Kota Bekasi.
Paling tidak
gambaran secara umum sudah harus diketahui, agar lebih mudah menyusun visi dan
misinya. Tanpa ada gambaran umum demikian, kita hanya meraba-raba, atau
berjalan diruang samar-samar atau gelap. Lebih baik lagi, apabila
persoalan-persoalan secara teknis, mendetail atau secara khusus sudah dipahami..
Sebagai implementasinya, sang kandidat menawarkan
suatu program,konsep atau terobosan yang
dapat diterima masyarakat Kota Bekasi pada umumnya.
Bagaimana teknik membuat konsep tersebut dapat dirujuk
pada tugas-tugas yang seharusnya diemban suatu pemerintahan. Dimanapun pemerintahan
di dunia ini, apakah itu menganut ideology Sosialis, Liberal, Kiri, Kanan,
Demokrasi, Otoriter, Konstitusional atau sebaliknya, mempunyai tugas yang sama..
Tugas-tugas itu adalah sebagai berikut :
·
Memberikan ketertiban
·
Memberikan kemakmuran
·
Memberikan kesejahteraan
·
Memberikan keadilan dan
·
Memberikan keamanan
Secara konstitusional tujuan ini telah tertulis dengan
lengkap dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi……pemerintah yang dibentuk akan melindungi segenap tumpah darah dan
bangsa, mewujudkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa… tugas
yang diciptakan para pendiri republik dengan arif dan bijaksana sewaktu
menyusun UUD 1945 sekian decade yang lalu..
Sebagai manifestasi pelaksanaan tujuan pemerintahan
tersebut agar lebih operasional, Pemerintah Pusat bersama DPR RI telah
membuat Undang-Undang (UU). Pemerintahan
Daerah untuk tingkat I (Provinsi) dan tingkat II (Kabupaten/ Kota). UU ini dikenal dengan nama UU Otonomi
Daerah, yakni UU No 32 TH 2004
Dalam hal apa yang menjadi tugas pemerintahan
Kota/Kabupaten pada Undang-Undang tersebut dapat dirujuk pada pasal 14 ayat
(1). Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah untuk kabupaten/kota meliputi:
·
Perencanaan dan pengendalian
pembangunan
perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata
ruang
·
Penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masyarakat
·
Penyediaan sarana dan prasarana
umum
·
Penanganan bidang kesehatan
·
Penyelenggaraan pendidikan
·
Penanggulangan masalah sosial
·
Pelayanan bidang
ketenagakerjaan
·
Fasilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah
·
Pengendalian lingkungan hidup
·
Pelayanan pertanahan
·
Pelayanan kependudukan dan
catatan sipil
·
Pelayanan administrasi umum
pemerintahan
·
Pelayanan administrasi
penanaman modal
·
Penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya dan
·
Urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan
Meski tidak perlu menguasai semua yang tertulis yang
dimanatkan tersebut, secara garis besar harus diketahui. Mau tidak mau, senang
atau sebaliknya apabila terpilih menjadi Walikota, wewenang ini tidak mungkin
diabaikan.. Selain ia menjadi wewenang juga adalah menjadi
rambu-rambu dalam melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan.
Disisi lain kami tidak tahu persis, apakah calon
Walikota yang akan dijagokan, begitu pula orang-orang dekatnya sudah mengetahui
dapur birokrasi pemerintahan Bekasi secara utuh. Birokrasi sebagaimana
fungsinya adalah pelaksana teknis-administratif dari kebijakan politik.
Kebijakan politik, seperti program pembangunan yang ditawarkan oleh Walikota
tidak akan jalan, tanpa birokrasi yang profesional. Meminjam Max Weber,
birokrasi yang legal-rasional. Apakah birokrasi Kota Bekasi sudah
legal-rasional?, artinya sungguh-sungguh melayani masyarakat?, tidakkah
birokratik-otoriter sebagaimana banyak dihujat masyarakat selama ini?
Walikota sebagaimana hakikinya adalah jabatan politik.
Bukan jabatan administrasi. Ketika Walikota baru terpilih, belum tentu ide,
program atau tawaran yang dikampanyekannya akan berhasil baik apabila tidak
didukung birokrasi/administrasi. Birokrasi sebagai mesin pemerintahan harus
sejalan dengan ide pembaharuan yang ditempuh sang Walikota. Jika tidak ?, akan
gagal.
Program atau
kebijakan Walikota hanya jalan di pidato dan diatas kertas apabila tidak di
dukung birokrasi. Penertiban , lebih tepatnya reformasi birokrasi menjadi salah
satu program Walikota dalam pencalonannya. Birokrasi Indonesia yang pernah dituding
Megawati sebagai birokrasi “keranjang sampah” perlu direvitalisasi supaya
sungguh-sungguh melayani masyarakat. Tidak lagi birokrasi yang sering
diplesetkan sebagai birokrasi yang mempersulit, yang bertele-tele, yang
menindas. Istilah populernya “…jika bisa dipersulit, mengapa dipermudah…”.
Masalah birokrasi adalah masalah sentral. Bagaimanapun
logis, etis dan estetisnya suatu program, tanpa birokrasi yang handal, tidak
akan pernah berhasil. Birokrasi sebagai pelaksana teknis-administratif ataupun
mesin pemerintahan, sudah waktunya direformasi agar sesuai dengan perkembangan
zaman yang begitu cepat. Reinventing Government adalah kata kuncinya. ……….
Issu hangat yang perlu diperhatikan akhir-akhir ini
adalah amandemen UU No 32 Tahun 2004. Dalam issu tersebut dikatakan ada rencana
untuk memilih Gubernur tidak lagi melalui pemilihan langsung, melainkan dipilih
oleh DPRD. Selain itu adalah peranan Desa yang akan ditingkatkan kiprahnya,
yakni melalui pembentukan Undang Undang (UU) Desa (Kompas, 21 Desember 2011).
Masalah ini perlu disinggung dalam visi, misi dan program kerja
STRATEGI KAMPANYE
Kampanye adalah kunci untuk memenangkan pertandingan
dalam kompetisi pemilihan umum. Kata-kata ini sudah sangat akrab bagi mereka
yang punya perhatian pada pemilihan umum atau politik pada umumnya. Merekapun
sedikit banyak sudah tahu bagaimana cara, metode atau kiat kampanye yang
berlangsung selama pemilihan umum, baik nasional, maupun daerah.
Berpidato dalam beberapa event pertemuan yang dihadiri
massa, mengadakan panggung hiburan/artis, menempelkan berbagai atribut kampanye
ditempat-tempat strategis, mengiklankan diri di media cetak/audio visual,
membagi-bagikan kaus, selebaran, kartu
nama, umbul-umbul, sticker, kalender yang memuat gambar/nama dan sedikit
visi-misi, berdebat dengan pesaing-pesaing lain, arak-arakan dijalan raya adalah
beberapa contoh yang sudah umum dilakukan[2]
Akan tetapi secara khusus, atau terperinci, ada
kiat-kiat tertentu, yang mungkin belum dipahami kalangan awam dan lazimnya adalah factor penentu utama
keberhasilan. Pola-pola khusus ini apabila kita ingin memenangkan kontestasi, perlu
kita pikirkan bersama. Tanpa ada kekhususan, keistimewaan atau kelebihan dari
pesaing lain, kita akan kalah. Pesaing lain sebagaimana yang kita lakukan saat
ini, mereka juga menempuh pola yang sama. Merekapun sedang beradu siasat bagaimana
memenangkan pertandingan.
Bagaimana menghadapinya?, kita ikuti hukum besi politik,
yakni, lomba-lomba kuat, lomba-lomba cerdik, lomba-lomba bersiasat, dan
lomba-lomba lain yang harus unggul. Tiap hari, tiap saat, bahkan tiap detik
kita harus terus mengupayakan kreasi, modifikasi dan inovasi. Mereka melakukan
ini, kita buat tandingannya. Mereka bikin itu, kita buat tandingannya. Begitu
terus menerus tiada henti.
Untuk mencapai hal demikian, salah satu taktik yang
perlu kita kaji adalah strategi yang dilakukan Partai Demokrat dan SBY dalam
memenangkan pemilihan umum beberapa waktu yang lalu, baik itu legislative
maupun eksekutif. Siasat itu begitu ampuh, sehingga mereka unggul telak. Banyak
yang mempertanyakan, mempermasalahkan, tercengang, bahkan menghujat. Namun
faktanya mereka sudah menang. Taktik apa yang mereka terapkan?. Menurut hemat saya
adalah kiat militer dalam memenangkan
pertempuran di medan
perang.
Sebagaimana operasi militer dalam memenangkan
pertempuran, ada yang dilakukan secara terbuka namun ada juga yang tertutup. Tidak
semua kelihatan, ada juga yang diterapkan secara gelap. Yang penting tujuan
tercapai
Dalam konteks pemenangan Partai Demokrat dan SBY ,
manajemen kampanye yang diterapkan adalah manajemen perang. Ada pengerahan pasukan, logistic dan
lain-lain pengerahan yang jelas-jelas kelihatan alias terbuka. Namun ada juga
yang tidak terlihat (tertutup), namun sangat vital, yakni operasi intelijen,
provokasi, agitasi, silent operation, siluman dan lain-lain yang tidak terlihat
dengan jelas.
Dalam konteks pemenangan Partai Demokrat dan SBY manajemen
perang tersebut sangat kasat mata. Dalam Perang terbuka , strategi kampanye
yang ditempuh adalah apa yang sudah umum dikenal masyarakat, seperti pemasangan
iklan yang begitu banyak di media massa, arak-arakan/pawai besar di jalan-jalan
raya, spanduk, baliho diseluruh tempat-tempat strategis, dialog-dialog tertentu
ditengah-tengah masyarakat yang dikemas begitu canggih oleh tim suksesnya.
Semua itu dilakukan secara terbuka, dan pelaksanannya dilaporkan dengan resmi
kepada KPU.
Namun yang kurang
terlihat oleh awam, dan sesungguhnya merupakan variabel utama kemenangan adalah
operasi yang tidak kelihatan, namun berjalan dengan efektif. Begitu canggihnya,
sampai-sampai ditempat yang tidak ada pengurus Demokrat dan tidak ada kampanye
disitu, suara yang diraih sangat significan. Sebaliknya di tempat-tempat
tertentu yang selama ini dianggap basis partai-partai tertentu, yang bukan
Demokrat, Demokrat dan SBY juga unggul telak disitu. Bagaimana itu bisa
terjadi?. Jawabannya ada tim siluman yang melakukan operasi-operasi intelijen
Operasi-operasi demikian berlangsung dengan sangat
cepat, hampir-hampir tak kelihatan..Ibarat hantu atau siluman, operasi mereka
hampir tak terasakan, atau tak terdeteksi, namun canggih/efektif memenangkan
pertempuran. Tim, kelompok atau lembaga yang melakukan itu jelas ada. Tim maupun kelompok ini sudah
tentu tidak dilaporkan kepada KPU.
Inilah kerja-kerja politik yang sering ditengarai sebagai
“Machiavelistis”. Menghalalkan segala cara asal tujuan tercapai Berbohong dianggap
benar, halal, asal tidak ketahuan. Licik dan picik dianggap sah, asal mencapai sasaran, dan lain-lain
metode yang dapat mencapai tujuan kemenangan biarpun itu kerapkali menabrak Undang-Undang
(UU), kejujuran/moral dan lain-lain hal yang tidak dibenarkan. Singkatnya
menghalalkan segala cara. Bukankah politik itu sering dianalogikan mengikuti yang tidak dikehendaki?
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana tim-tim kampanye
Partai Demokrat dan Presiden SBY memenangkan persaingan dengan manajemen perang
sehingga mengungguli yang lain, dapat kita baca dalam tulisannya George Junus
Aditjondro dalam bukunya yang heboh “Membongkar Gurita Cikeas, di balik
skandal Bank Century”, buku yang mencoba menjawab rahasia di balik skandal bank
Century dan juga menjawab rahasia dibalik kemenangan fantastis partai Demokrat,
yang suara pemilihnya naik tiga kali lipat dalam satu periode pemerintahan,
dari sekitar 7% menjadi sekitar 20%. Seperti apa kira-kira? Baiklah kita baca
salah satu bagian dari buku tersebut, yakni bagian yang memuat “Tim-Tim
Kampanye Partai Demokrat dan Capres-Cawapres SBY – Boediono”.
Dalam garis besarnya ada Tim yang resmi yang dilaporkan
kepada Komite Pemilihan Umum (KPU), namun ada juga yang tidak dilaporkan kepada
KPU. Lebih lengkapnya sebagai berikut
1.
Barisan Indonesia (Barindo). Organisasi
Massa yang memiliki jasa cukup significan dalam mengantarkan SBY meraih
kemenangan pada Pilpres 2004. Ormas ini diprakarsai Letjen TNI M.Yasin dan
Akbar Tanjung. Menjelang pemilu 2009 tim ini pecah dua. Ada yang bertahan di SBY Demokrat, ada yang
nyebrang ke Megawati
2.
Blora Center.
Diprakarsai orang-orang dekat Sudi Silalahi. Tugasnya menjadi pusat informasi untuk pemenangan
Yudhoyono-Yusuf Kalla. Kelompok ini dapat juga disebut sebagai “dapur pemikir alias think tank”
3.
Tim Delta. Mengurusi semua
perlengkapan kampanye terutama “atribut
kampanye”. Dikomandani oleh mantan Asisten Logistik Panglima TNI, Mayjen
(purn) Abikusno. Seluruh atribut kampanye, apakah itu spanduk, baliho,
dipersiapkan ibarat mempersiapkan logistic dalam pertempuran
4.
Tim Echo, Tim Siluman yang
tidak terdaftar secara resmi ini “menjalankan
fungsi intelijen” untuk mendongkrak suara Partai Demokrat di daerah-daerah.
Tim ini dipimpin satu orang tiap kabupaten dan kota. Pada hari pemungutan suara, tim
pendukung ini berkonsentrasi memperkuat para saksi di TPS. Tim ini dipimpin
oleh Marsekal (Purn) Djoko Suyanto. Meski tidak terdaftar di KPU, namun
fungsinya sangat strategis sebab dapat mempengaruhi public. Ibarat invisible
hand, pengaruhnya sangat menentukan. Kekuatan yang tidak terlihat, namun ampuh
5.
Tim Foxtrot. Konsultan “komunikasi politik” yang secara khusus
direkrut oleh Partai Demokrat. Popular dengan sebutan Bravo Media Center (BMC)
dan diketuai Zulkarnain (Choll) Mallarangeng, CEO Fox Indonesia. BMC menangani “m e d i
a c a m p a i g n” SBY. Pada 1 juni 2009, BMC diubah menjadi Kantor
Pusat Tim Pemenangan SBY Boediono, yang diketuai M.Hatta Radjasa dengan wakil
Djoko Suyanto. Taktik, siasat dan strategi kampanye dipusatkan disini. Metode
yang mereka gunakan mirip dengan pola-pola kampanye dinegara-negara maju,
khususnya gaya
kampanye di Amerika Serikat yang sangat
ilmiah.
6.
Gerakan Pro SBY (GPS);
dideklarasikan 21 April 2009 dengan ketua umum, Marsekal (Purn) Suratto
Siswodihardjo. Ketua Dewan Pembina Jend polisi Sutanto. Penasehat Letjen (purn)
Agus Wijoyo. Anggota-anggotanya Marsekal (purn) Herman Prayitno, Letjen (purn)
Suyono, Siti Fadilah Supari, MS Kaban. GPS punya cabang 460 di 33 propinsi
7.
Jaringan Nusantara. Digerakkan
oleh Andi Arief, mantan aktivis Mahasiswa UGM, Aam Sapulette dan Harry
Sebayang. Tiga aktivis sewaktu SBY Danrem di Yogya. Dengan jaringan-jaringan
yang sudah mereka bentuk sejak menjadi aktivis, mereka mempengaruhi para aktivis muda kampus, apakah itu di intra atau
ekstra universiter
8.
Koalisi Kerakyatan. Dipimpin
Jumhur Hidayat dan didukung Syamsir Siregar/mantan Kepala BIN. Koalisi ini
meliputi Dewan Tani, HNSI dan Gaspermindo (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia). Melalui
Koalisi Kerakyatan ini mereka mempengaruhi
para petani, nelayan dan para buruh yang suaranya cukup significan Cat : Koalisi
tidak didaftar secara resmi
9.
Tim Romeo; menjalin komunikasi dengan rakyat. Segala kebijakan SBY yang
dianggap berhasil disosialisasikan
kelompok yang dipimpin Mayjen (purn) Sardan Marbun. Tim ini juga mengurus PO Box 9949 dan SMS
9949. Pola-pola ini sering juga disebut dengan istilah “pencitraan”. Dikomunikasikan dengan sangat canggih melalui
berbagai media.
10.
Tim Sekoci. Idem dengan Tim
Echo, tim yang dipimpin Soeprapto ini menjalankan “fungsi intelijen” dengan mendata tokoh masyarakat, pengusaha,
tokoh agama, tokoh perempuan, petani dan nelayan. 90 % personilnya pensiunan
tentara, seperti Letjen (purn) TB.Silalahi, Mayjen (purn) Soeprapto, Mayjen
Djali Yusuf, Mayjen (purn) Amir Sembiring, Letjen (purn) Irvan Edison dan Max
Tamaela. Di luar pensiunan tentara, tim itu beranggotakan sejumlah pengusaha
dan pelaku bisnis, diantaranya Teddy
Tohir (pendiri Astra) dan anaknya Boy Garibaldi Tohir (Adaro), Robbyanto
Budiman (Wahana Makmur Sejati), Patrick Waluyo (Northstar Pasifik) serta Frans
Kansil (Unilever)
11.
Yayasan Majelis Djikir SBY
Nurussalam. Didirikan untuk merangkul
pemilih dan calon pemilih yang beragama Islam dan dibina oleh Sespri Presiden,
Brigjen Abdul Rahman M. Al Habsyi. Yayasan ini memilik cabang di 33 provinsi
dan bekerjasama dengan sejumlah Ormas Islam seperti Al Wasliyah dan Tarbiyah
Islamiyah dan Darul Dawah Wal Irsyad di
Sulawesi
12.
Modernisator adalah gerakan professional muda yang membangun
jaringan dengan sejumlah pengusaha terkemuka Indonesia. Pelopornya adalah Dino
Patty Djalal, Lin Chen Wei, Emirsyah Satar, Sandiago Uno, Bernhard Subiyakto,
Chirisma Al Banjar, Dini Purwono, Zaenal Budiyono, M.Chatib Basri dan Marko
Kusumawijaya.. Diantara pengusaha yang berhasil ditarik ke kubu SBY Boediyono
adalah Chaerul Tanjung, Anindya Bakrie, dan Taufik Rahzen. Salah seorang
pengusaha turunan Tionghoa adalah Alim Markus, pemilik Maspion Group. James
Riady dengan grup Lipponya juga seorang pendukung yang kuat, sampai-sampai
menggunakan pengaruhnya dalam sebuah surat
kabar harian untuk mencegah pemuatan tulisan-tulisan yang kritis terhadap
Partai Demokrat. Namun yang sejak awal sudah mendukung SBY adalah Siti Hartati
Murdaya Poo, pemilik grup CCM (Central Cipta Murdaya). Hartati juga berpengaruh
kepada pemilih Buddha karena ia adalah ketua Walubi[3].
Meskipun strategi demikian diterapkan dalam tataran/tingkat
nasional dan menghalalkan segala cara, tiada salahnya kita terapkan di Bekasi dengan
renovasi-renovasi tertentu. Beberapa substansi dari model tersebut dapat
ditempuh di daerah, di tingkat Kota
dengan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Substansi strateginya kecenderungannya
tetap sama, namun bentuk atau besarannya mungkin berbeda.. Substansi-substansi
ini jika kita ringkas adalah sebagai berikut:
·
Ada dapur pemikir,
visi-misi, program/pusat informasi
·
Ada pelaksana media
kampanye/komunikasi politik
·
Ada pelaksana
atribut/sarana kampanye
·
Ada yang menangani
kalangan-kalangan tertentu, seperti kalangan aktipis, professional,
intelektual, pengusaha, buruh/tani, agama dan lain-lain profesi khusus di
masyarakat
·
Ada pelaksana operasi
intelijen/siluman
·
Ada tim
pencitraan/tim sosialisasi kebijakan
·
Ada pencari dana
kampanye
Dengan membandingkannya dengan beberapa tim sukses
pemilukada dibeberapa daerah daerah, substansi-substansi demikian dapat kita
ramu menjadi satu rencana kerja yang lebih up to date sehingga bisa lebih
unggul dari tim-tim sukses yang lain. Kemenangan Ratu Atut Chosiah sebagai Gubernur
Banten kedua kalinya adalah salah satu contoh yang perlu dipelajari. Selain
menggunakan model kampanye yang umum dikenal, Ratu Atut juga menggerakkan
seluruh LSM yang ada dalam wilayah Banten. LSM-LSM yang diteliti Metro TV
dikelola oleh saudara-saudara/kroninya turut memenangkan Atut jadi Gubernur
Banten
Tidak hanya Banten, daerah lain juga banyak melakukan
kampanye-kampanye yang khas. Jembrana Bali yang berhasil mendudukkan seorang
Professor menjadi Bupati, perlu juga dikaji. Kalau Atut turut menampilkan
LSM-LSM yang dikelola croni-croninya, Jembrana lebih menekankan kepada program
kerja yang dapat diterima pemilih Jembrana.
Masih banyak contoh-contoh yang dapat dikemukakan. Bagaimana
misalnya Walikota Solo, Joko Widodo bisa meraup suara sampai 90% adalah kasus
yang sangat menarik. Jokowi yang dikenal tidak pintar-pintar amat, sangat
sederhana, bersahaja, namun (katanya) sangat jujur, menjadi idola masyarakat
Surakarta. Dengan gemilang beliau didukung oleh hampir seluruh masyarakat Solo.
Bagaimana itu bisa terjadi, pasti ada sesuatu yang istimewa. Keistimewaan yang
seperti apa?. Perlu diteliti dengan seksama, agar kita dapat mengambil
hikmahnya
Setelah itu dipahami
secara akurat, tahap/pekerjaan selanjutnya adalah menerapkan organisasi yang
sesuai dengan tujuan demikian. Model organisasi seperti apa yang kira-kira
tepat untuk mencapai keinginan-keinginan tersebut..inilah yang harus dipikirkan
bersama
Organisasi Pelaksana.
Bagaimana struktur, model atau bentuk organisasi tim
pemenangan ini mari sama-sama kita putuskan. Yang pasti organisasi yang
terbentuk harus dapat melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana yang sudah
tersurat dalam strategi kampanye diatas. Harus sungguh-sungguh efisien dan
efektif.
Model-model organisasi bisnis mungkin dapat dipertimbangkan.
Organisasi bisnis lazimnya sangat ketat. Tidak begitu besar jumlah staf/pegawai
maupun strukturnya, namun sangat professional melaksanakan fungsinya, yakni
mencari untung sebesar-besarnya
Atau dapat juga dipertimbangkan model organisasi teroris.
Pada model organisasi teroris hampir-hampir tidak tahu kita seperti apa
struktur maupun orang-orangnya, namun sangat efisien mencapai tujuannya. Jadi
bagaimana agar tujuan tercapai, organisasi seperti itulah yang perlu
diciptakan Sebagai tawaran, penulis
merancang bentuk atau struktur organisasinya sebagai berikut:
·
Penasehat/Pembina
·
Ketua umum
·
Sekretaris Umum
·
Bendahara
·
Ketua Bidang Visi-Misi, Program
Kerja, dan Think tank
·
Ketua Bidang Komunikasi, Media
Kampanye, Pencitraan, Sosialisasi
·
Ketua Bidang Pendataan dan
Penggalangan Tokoh-tokoh masyarakat
·
Ketua Bidang Pengadaan Atribut
Kampanye
·
Ketua Bidang Khusus, Siluman,
Intelijen
·
Ketua Penggalangan Dana
Penentuan figur yang tepat dalam jabatan-jabatan
tersebut merupakan awal pertama keberhasilan.. Jangan sampai mendudukkan sosok
yang tidak tepat. Bagaimana integritas, skilled dan kerjasamanya perlu
dipersiapkan dengan matang. Model-model yang diterapkan dalam fit and proper
test dalam menseleksi calon-calon pemimpin yang marak dewasa ini, perlu ditiru
dalam merekrut sosok-sosok yang akan didudukkan dalam kepanitiaan ini.
Selain kecakapan para panitia, yang perlu juga
dipersiapkan adalah jumlahnya Penasehat atau Pembina mungkin bisa satu orang
atau lebih, sedangkan yang mengisi bagian bidang-bidang sudah pasti lebih dari
satu orang. Bidang Sosialisasi atau penggalangan tokoh-tokoh masyarakat
misalnya membutuhkan jumlah yang besar, khususnya dalam rangka pengambilan photocopy
KTP sekitar 85.000 (delapan puluh lima
ribu ) orang. Berapa orang tim sukses dibutuhkan untuk itu?, perlu perhitungan
yang seksama
Bila sudah ditentukan personil-personil demikian, tahap
pertama adalah mematangkan dan memutuskan konsep atau program yang harus
dijalankan. Program maupun konsep itu sudah harus rinci, mendetail dan berapa
biaya yang dibutuhkan sudah harus kongkrit agar program tersebut dapat
dijalankan
Pekerjaan itu semua dipimpin atau dikoordinir oleh Ketua
Umum. Artinya para ketua-ketua bidang bertanggung jawab kepada Ketua Umum.
Ketua-ketua bidang merampungkan apa yang sudah diputuskan atau diperintahkan
oleh Ketua Umum supaya lebih operasional, taktis dan berhasil guna. Ketua-ketua
bidang sudah barang tentu bersinergi
dengan anggota-anggotanya.
Ketua bidang Visi-Misi adalah figure pertama yang harus
menyiapkan visi, misi, kebijakan dan program kerjanya. Ketua bersama
anggota-anggotanya diharapkan dapat membuat visi-misi maupun program yang
sungguh-sungguh jauh lebih baik dari visi-misi yang dibuat oleh pesaing lain.
Cara kerja atau metodenya adalah menjabarkan apa yang
diinginkan sang tokoh yang diunggulkan . Para
tokoh demikian lazimnya telah mempunyai gagasan-gagasan tertentu yang khas. Namun
karena gagasan ini masih mentah perlu dimatangkan. Agar betul-betul matang, tim
menggodoknya
Sebaliknya tim ini dapat menawarkan visi, misi dan
program kepada sang kandidat. Sebagai tank pemikir, tim ini mungkin punya
gagasan-gagasan tertentu yang brilian serta inovatif dan diperkirakan dapat
dijalankan calon pemimpin untuk membuat kehidupan Kota Bekasi lebih baik dari
keadaan sebelumnya
Dalam rangka menjabarkan visi, misi dan program
demikian, selain ide dasar yang sudah tersedia ,pada umumnya memerlukan
referensi-referensi tertentu. Baik itu ketentuan-ketentuan hukum, seperti
Undang-Undang (UU), Peraturan-Peraturan Pemerintah (PP), monografi dan
kebijakan-kebijakan yang ditempuh selama ini di Kota Bekasi, relasinya dengan
Propinsi, Pusat, strategi Pembangunan Nasional dan lain-lain kebutuhan untuk
itu
Atas dasar visi-misi yang sudah ditetapkan, Ketua bidang
Komunikasi, Media kampanye Sosialisasi, Pencitraan , menjabarkannya dalam
bidang yang dikoordinirnya. Materi-materi apa yang harus “dipidatokan, diiklankan di media massa,
ditulis dalam spanduk, baliho, umbul-umbul, sticker, leafleat, diteriakkan
dalam arak-arakan, menghadapi debat kandidat, dan lain-lain materi yang
membutuhkan pembicaraan dan yang tertulis”.
Begitu pula Ketua
bidang penggalangan tokoh-tokoh masyarakat, intelektual, professional dan massa, bekerja atas dasar
visi-misi yang sudah ditetapkan. Visi dan misi yang sudah ditetapkan menjadi
acuan bidang tersebut dalam menggalang kekuatan-kekuatan masyarakat dan
masyarakat itu sendiri. Mereka harus sanggup meyakinkan bahwa visi, misi dan
program yang akan ditempuh itu adalah tepat. Ibarat sales, harus sanggup
mempengaruhi konsumennya supaya membeli apa yang ditawarkan
Oleh karena itu para ketua-ketua bidang ini bersama
anggotanya diharapkan dapat menemukan kiat-kiat yang selalu sesuai dengan
perkembangan yang ada (up to date). Tidak meniru, mengcopy paste atau mengikuti
strategi-strategi yang dibuat orang/pihak lain. Sangat diharapkan selalu ada yang baru, yang belum diterapkan pihak lain,
sehingga pihak lawan selalu kalah issu
Sedangkan bidang siluman/intelijen , yang fungsinya
sangat strategis, tidak mungkin diulas dalam tulisan ini. Sebagaimana layaknya
operasi-operasi intelijen tidak pernah dibicarakan atau dipublikasikan secara
terbuka. Pekerjaan ini sangat khusus, tidak perlu ditulis atau dibicarakan,
sebagaimana bidang-bidang yang disebutkan sebelumnya. Cukup sekelompok orang
dengan bahasa atau sandi tertentu mengetahuinya. Paling-paling hanya ketua
umum, Pembina dan kalangan lain yang dianggap perlu.
Selanjutnya agar terintegrasi apa yang direncanakan
tersebut, sudah tentu harus disiapkan sarana-prasarananya. Sarana pertama
adalah tersedianya tempat atau kantor. Tempat atau kantor ini harus kondusif. Ada ruang rapat,
administrasi dan lain-lain sarana-prasarana kantor Begitu pula biaya
operasionalnya, sudah harus disiapkan.
Selaras dengan penyediaan kantor , tahap selanjutnya
yang harus dibuat adalah jadwal kerja. Dalam satu hari, satu minggu, satu
bulan, tiga bulan dan seterusnya target apa yang harus dicapai , sudah harus
dijadwalkan dengan tepat. Sekretaris umum sebagaimana substansi fungsinya
menjadi figur sentral dalam menjalankan proses ini. Dan sebagai sekretaris ,ia
mengawasi penuh pelaksanaannya.
Kekuatan-Perencanaan Dana
Dalam era demokrasi yang semakin liberal, peranan dana
sangat menentukan. Begitu pentingnya dana, sampai-sampai ada/banyak yang
berpendapat, bahwa dana adalah segala-galanya. Dana menjadi variable utama
keberhasilan. Karena begitu vitalnya dana ini sampai-sampai ada yang
mempelesetkannya, yakni “..dana bukan
segala-galanya, tapi segala-galanya membutuhkan dana…” retorika yang indah,
namun maksudnya sama saja, yakni dana adalah faktor utama
Bagi penulis dana memegang peranan penting, namun bukan
factor utama alias segala-galanya. Yang utama adalah “ide”. Ide itu dibuat
dulu. Setelah itu barulah dihitung berapa dana yang dibutuhkan. Penghitungan dimulai
dari:
(a) biaya pembuatan
visi-misi, dan program kerja
(b) biaya tim sukses,
(c) biaya kantor/administrasi,
(d) biaya atribut-perlengkapan kampanye,
(e) biaya tim lobby penggalangan tokoh-tokoh masyarakat,
(f) biaya iklan di media massa,
(g) biaya arak-arakan di jalan,
(h) biaya pentas musik,
(i) biaya tim siluman/intelijen
Penghitungan selanjutnya adalah biaya yang dibutuhkan
untuk mengambil dukungan KTP sebanyak 85.000 orang. Berapa orang tim sukses
yang dibutuhkan untuk menjaring KTP tersebut. Apakah setiap KTP perlu diberi
pelicin atau tidak ?. Dalam prakteknya ada yang diberi, namun ada juga yang
tidak. Berapa banyak yang diberi, berapa banyak yang tidak, perlu dikalkulasi
dengan akurat
Selain menangani pengambilan KTP , tim ini diharapkan
menjadi saksi dalam TPS-TPS waktu pemilukada dilakukan. Berapa banyak TPS yang
akan dihadiri sebagai saksi perlu perhitungan akurat, sebab akan berpengaruh
kepada dana yang harus disediakan. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk …..ini
cukup besar. Mungkin sekecil-kecilnya/minimal yang diberikan pada setiap saksi
adalah Rp 150.000,- (seratus lima
puluh ribu rupiah). Berapa orang yang dibutuhkan?
Jika pemilukada 2 (dua) putaran, pengeluaran akan
bertambah. Selain untuk mendanai atribut-atribut yang cukup besar dalam putaran
pertama, adalah pembiayaan
melobby/mengajak pihak yang kalah mendukung kita. Biayanya cukup besar.
Dan lain-lain yang berhubungan dengan pendanaan. Yang jelas masih banyak yang
perlu dihitung dengan cermat.
Supaya cermat, panitia, tim sukses dan pihak-pihak yang
aktif dalam pemenangan ini, perlu memakai jasa mereka yang paham
masalah-masalah keuangan. Perhitungan mereka perlu kita apresiasi, meski
keputusan tetap di panitia inti.
Proses tersebut penting, selain supaya kita mengetahui
berapa biaya yang dibutuhkan, adalah melatih kita merencanakan Anggaran Dan
Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD), jika calon yang kita jagokan nanti
menang. Masalah keuangan negara adalah masalah yang cukup rumit dan rentan
terhadap penyalahgunaan. Masalah selanjutnya adalah dari mana dana tersebut
diperoleh.
Dana untuk pemenangan pemilu dapat diperoleh dari
berbagai sumber.. Di Indonesia, saat ini yang umum adalah dari pihak yang
dijagokan. Pihak yang diunggulkan lazimnya dianggap sudah memiliki dana . Suatu metode
yang konvensional, yang dianggap paling praktis. Kalau tidak? Diperoleh dari
kalangan lain.
Kalangan lain ini bisa bermacam-macam. Bisa
perseorangan, bisa lembaga, bisa orang miskin, orang sederhana, kelas menengah,
orang kaya. Atau yang fenomenologis saat ini adalah perolehan dari kalangan
pengusaha. Seribu satu macam sumber pemasukan. Persoalannya adalah, apa yang
mereka dapatkan dari kita?, apa mungkin mereka itu begitu saja mau memberi
tanpa imbalan?. Pasti ada yang mereka harapkan dari sosok yang disumbang.
Harapan-harapan mereka ini yang perlu diperhatikan.
Secara umum biasanya masyarakat membantu apabila visi,
misi dan program yang ditawarkan itu memperbaiki kehidupannya. Untuk ini perlu
tawaran yang kongkrit, jelas atau gamblang. Masalah-masalah yang berhubungan
dengan pekerjaan, kemakmuran, kesejahteraan, ketertiban dan keamanan adalah
yang mereka butuhkan. Kesemua ini sudah dirangkum dalam visi, misi dan program
kerja yang disusun tim secara konseptual dan komprehensif.
Secara khusus, adalah bantuan dari instansi-instansi
tertentu, seperti dari dunia bisnis. Dunia bisnis adalah lembaga yang paling
banyak membantu pelaksanaan kampanye pemilu di Indonesia. Peran mereka sudah umum
diketahui. Tanpa mereka , pemilu dinegeri ini mungkin tidak lancar, atau mungkin bisa gagal sama
sekali.
Akan tetapi secara khusus perlu ditanyakan, konsesi apa yang mereka
harapkan dari pemilihan itu? , adakah mereka sungguh-sungguh menyumbang bak
filantropis tanpa pamrih?, tidak mungkin, sudah pasti ada maksud-maksudnya. Termasuk
maksud-maksud terselubungnya
Maksud ini secara umum adalah agar bisnisnya tetap
lancar, kalau bisa lebih berkembang lagi. Sebagaimana hakiki dagang, memberi
sedikit-dikitnya, mendapatkan sebanyak-banyaknya adalah prinsip para saudagar
dimanapun mereka berada. Konstatasi ini akan mereka pertahankan sampai
kemanapun. Lalu bagaimana hubungannya dengan program kesejahteraan masyarakat
yang lebih diprioritaskan? Sejalankah? Atau justru bertabrakan?. Mudah-mudahan
sejalan
Kalau sejalan, silahkan minta bantuan mereka. Akan
tetapi jika sebaliknya perlu dipikirkan alternatif lain. Pengalaman banyak
daerah terhadap pedagang-pedagang besar biasanya menimbulkan banyak masalah.
Masalah krusialnya adalah ketika pedagang besar tersebut membangun pusat
perdagangan yang mematikan pedagang-pedagang tradisionil.
Jika malapetaka demikian yang tampil, keinginan
mensejahterakan rakyat tinggal slogan yang indah diucapkan, dipidatokan dalam
kampanye, namun tidak dipraktekkan dalam wadah sesungguhnya. Pasal 33 UUD 1945 yang
menyatakan “perekonomian disusun berdasarkan azas kekeluargaan”, semakin jauh
dari kenyataan, karena yang diimplementasikan adalah perekonomian “individualistik,
kapitalistik dan liberalistik”.
Perekonomian yang berlawanan dengan moral ekonomi Indonesia yang
Pancasilaistik, yang harus kita tolak berapapun bayarannya. Sistim ekonomi yang
sesuai dengan moral ekonomi Pancasila, betapapun sukarnya, sudah waktunya kita
terapkan, apabila kita sungguh-sungguh berpihak pada kerakyatan ataupun kepada
kebenaran.
[1] Tentang visi, misi ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)
No 6 Tahun 2005. Dalam pasal 42, ayat 2,
butir “j” , yakni perihal syarat
pendaftaran pasangan calon
dikatakan..naskah visi, misi dan program dari pasangan calon secara tertulis.
Seadangkan dalam pasal 58 ayat 1 perihal
bentuk kampanye dikatakan: “pasangan calon wajib menyampaikan materi
kampanye yang diwujudkan dalam visi, misi dan program secara lisan maupun
tertulis kepada masyarakat”
[2] Dalam pasal 56, PP No 6 Tahun 2005, tentang bentuk kampanye
dilaksanakan melalui:
(a) pertemuan terbatas,
(b) tatap muka dan dialog,
(c) penyebaran melalui media cetak dan media
elektronik,
(d) penyiaran melalui radio dan/atau
televise,
(e) penyebaran bahan kampanye kepada umum,
(f) pemasangan alat peraga di tempat
umum,
(g) rapat umum,
(h) debat public/debat terbuka antar calon,
(i) kegiatan lain yang tidak melanggar
peraturan perundang-undangan
[3] Selain tim kampanye yang sangat professional ini, masih ada
kekuatan lain yang juga sangat mempengaruhi kemenangan partai Demokrat maupun
SBY. Kekuatan ini adalah Yayasan-yayasan diseputar Cikeas, seperti: Yayasan Majelis Dzikir SBY,Yayasan Puri
Cikeas, Yayasan Kesetiakawanan Dan Kepedulian. Yayayan-Yayasan ini banyak
melibatkan para tokoh, seperti Menteri, Pengusaha, Professional, Intelektual,
para pensiunan TNI, dan lain-lainnya (George Yunus Aditjondro, 2010, Membongkar
Gurita Cikeas, Galang Press, Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar