IDEOLOGI BESAR DUNIA
DAN PERKEMBANGANNYA
OLEH : Reinhard Hutapea
Kompartemen Ideologi
dan Kaderisasi DPP PA GMNI
Disampaikan
pada KTM GMNI Sumut, 26 Maret 2019, Wisma Janri Damanik Pematang Siantar
Sebelum sampai kepada pandangan, asumsi, dan pendapat kami
tentang tema yang diberikan, sebaiknya kita ikuti lebih dulu Terms Of Reference (TOR) yang telah diberikan
panitia. TOR yang mendeskripsikan apa yang diinginkan dalam KTM, dan untuk
mengetahui sejauh mana kompetensi panitia/steering
committee (SC)/anggota Gmni pada umumnya tentang ideologi tersebut.
Konteks demikian, kami kemukakan mengingat bahwa generasi
muda/millennial saat ini menurut penelitian beberapa lembaga sudah kurang/tidak
berminat membahas masalah-masalah politik (apalagi ideologi yang menyangkut
perenungan dan filsafat). Generasi ini menurut Prof Dr Sarlito Wirawan Sarwono
(K 21 maret 2016) telah sangat praktis-pragmatis (antitese teoritis). Dalam
artian lain mereka tak sabaran, tergilas perubahan, kurang peduli pada sistem,
prosedur, dan birokrasi, tidak peduli pindah-pindah/loncat kerja, yang penting
pendapatannya besar[1].
Sadar nggak sadar kelompok ini juga sesungguhnya sudah kapitalistik[2].
Mengapa dan kenapa generasi muda/millenal seperti itu, tentu
panjang uraiannya, yang tak mungkin kita bahas dalam pertemuan ini. Oleh karena
itu baiklah langsung saja kita kembali ke pointers-pointers yang tertulis dalam
TOR;
Arti ideologi
Dalam TOR ini definisi ideologi terdiri dari dua, yakni
Pengertian
sederhana → Merupakan sebuah kumpulan ide dan gagasan
Pengertian
luas →
Sebuah visi dan misi yang telah ditata sangat rapih dan komprehensif dimana
alat untuk melaksanakan ide tersebut juga sudah lengkap sehingga idea atau
gagasan tersebut dapat diterapkan secara langsung dalam praksis politik,
social, ekonomi, dan lain-lain unsur kemasyarakatan.
Jenis-Jenis Ideologi
dunia
A. Komunisme
B. Kapitalisme
C. Anarkisme
D. Liberalisme
E. Sosialisme
F. Konservatisme
G. Komunitarisme
H. Libertanisme
I.
Naziisme
J.
Nasionalisme
K. Monarkisme
L. Fasisme
M. demokrasi
adapun penjelasan
yang diberikan adalah;
Komunisme,
berasal dari
ajarannya Marx dan Engels
Untuk
memperjuangkan hak semua kelas yang ada dimasyarakat
Kapitalisme
Adanya modal
yang dikuasai pihak swasta
Negara hanya
sebagai pengawas
Anarkisme
Tidak perlu
negara
Tindakan
sukarela yang mengatur diri sendiri
Liberalism
Untuk dunia
yang maju harus ditanamkan kebebbasan
Sosialisme
Mungkin sama
dengan komunisme…tidak ada kepemilikan individu
Konservatisme
Nilai nilai
ajaran kuno….menentang modernisasi
Komunitarisme
Komunis gaya
baru
Libertanianisme
Kebebasan
individu
Naziisme
Kedaulatan
negara/nasionalisme menjadi hal yang mutlak
Hitler
Nasionalisme
Kedaulatan
negara menjadi hal yang mutlak.
Monarkisme
Kerajaan
merupakan sumber utama kesejahteraan
Fasisme
Totaliter….negara
mengatur segalanya
Demokrasi
Dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Target;
·
Menguraikan
secara umum bagaimana ideologi-ideologi besar itu muncul
·
Nilai-nilai
ideologi tersebut
Tujuan
·
Idem
·
Idem
·
Membangun
rasa nasionalisme bagi peserta ktm
Demikianlah pointers-pointers yang tertulis dalam TOR.
Mudah-mudahan kami tidak salah menulis.
Elaborasi-deskripsi
Pendekatan Historis
Kesan pertama pada TOR di atas adalah tidak sistematis. Dari
setting socio-historisnya telah kita pahami bahwa ideologi yang pertama tampil adalah “Liberalisme yang
diikuti atau berpasangan dengan Kapitalisme”. Sebagai reaksi, anti tese, atau
karena kegagalan ideologi tersebut muncul “Sosialisme, yang selanjutnya diikuti
Komunisme”. Sedangkan yang lain sesungguhnya hanyalah turunan atau derivasi
dari kedua ideologi tersebut. Jadi secara makro/garis besarnya ideologi hanya ada
dua, yakni;
1.
Liberal-Kapitalis dan
2.
Sosialis-Komunis
Kesan kedua tersirat pembuat TOR kurang mempelajari sejarah.
Tidak dielaborasi sama sekali kondisi masyarakat/negara sebelum ideologi-ideologi
itu muncul. Ideologi itu tidak begitu saja muncul kepermukaan, melainkan ada
factor, pemicu, atau latar belakangnya.
Latar belakang ini terutama adalah keadaan Eropa pada zaman
pertengahan. Ada apa, bagaimana, atau seperti apa situasi Eropa kala itu. Meski
uraian/deskripsi/unsurnya sangat luas, namun secara singkat dapat dikatakan
bahwa situasi pada era pertengahan itu adalah era “feodalisme” plus dengan
derivasi-derivasi negatifnya dalam ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan.
Era yang melahirkan kegelapan, keterkungkungan,
keterbelengguan, keotoriteran, kesewenang-wenangan yang disisi lain hanya menguntungkan
segelintir orang yang sejahtera, dan merugikan mayoritas masyarakat. Sebagai
reaksi terhadap distorsi, diskrepansi, atau ketimpangan ini tampillah
perjuangan pembebasan. Inilah awal tampilnya “liberalism” alias kebebasan.
Dari sejarah kita sama-sama paham bagaimana
gemilang-gemerlapnya Revolusi Perancis yang bersemboyan Liberte, Egalite, Fraternite, plus tokoh-tokohnya Rousseau (Kontrak social, Volonte
Generale), Montesquieu (Trias politika, Legislatif,
eksektutif, dan Yudicatif). Begitu pula pemikir-pemikir ekonomi yang tampil
era itu, khususnya Adam Smith[3].
Begitu hingar bingarnya revolusi itu, sehingga
tatanan-tatanan yang ada sebelumnya (feodalisme, otoritarianisme,
merkantilisme) satu persatu mengalami transformasi atau perubahan ke tatanan
yang baru.
Tatanan yang dianggap akan membuat kehidupan seluruh masyarakat
lebih baik atau lebih berkualitas dari tatanan sebelumnya. Singkatnya
berjayalah paham, mazhab, atau ideologi Liberalisme dan Kapitalisme.
Akan tetapi sebagaimana fakta empiriknya ideologi yang
diharapkan akan menampilkan kebebasan, kesetaraan, dan toleransi/persaudaraan
ini jauh dari harapan. Demokrasi yang tampil sebagai bentuk pemerintahan,
sistim sosial, sistim ekonomi atau sistim kebudayaan, ternyata tidak bisa atau
tidak sanggup menjadi lokomotif menarik kesejahteraan dan keadilan dalam arti
luas.
Sebagaimana perjuangan melawan feodalisme pada abad
pertengahan, setelah tampil ekses-ekses dari Liberalisme-Kapitalisme, tampillah
perjuangan merevisi, kalau bukan melawan dampak negatif ini. Muncullah ideologi
Sosialisme-Komunisme yang dimotori Karl
Marx.
Dengan munculnya Marx,
tampillah perjuangan, khususnya perjuangan terhadap kaum melarat, tertindas,
dan sengsara sebagaimana yang terjadi di Eropa yang melahirkan revolusi
Perancis. Marx mengajak kaum melarat
ini, khususnya buruh bersatu melawan…..
Dalam perjalanan selanjutnya kedua ideologi ini terus
mengalami rivalitas, terus mempengaruhi masyarakat, negara, bangsa diseluruh
penjuru dunia ini. Termasuklah Indonesia. Bung Karno dengan cerdik memanfaatkan
Marxisme[4]
yang disesuaikan dengan Indonesia. Begitu pula/khususnya negara-negara terjajah
lainnya.
Selain rivalitas, yang kemudian mengemuka adalah revisi yang
dilakukan oleh masing-masing negara/bangsa, atau khususnya yang dilakukan para
intelektualnya. Kalangan ini, yakni kaum cerdik pandai ini dengan
kecendekiawanannya merevisi, atau melakukan pembaharuan (inovasi), sehingga
ideology tersebut semakin sesuai dengan perkembangan dan kebutuhannya.
Penganut
liberal-kapitalis misalnya mengembangkan ideologinya, sehingga tampillah
(sebagaimana TOR di atas) “Libertanisme”. Sedangkan yang banyak variasinya
adalah Sosialisme-Komunisme (lihat TOR) , seperti; Fasisme[5],
Naziisme[6],
Anarkisme[7].
Disisi lain adalah mencuatnya kembali ideologi yang eksis di
era pertengahan/feodalisme, yakni “Konservatisme dan Monarkisme” (lihat TOR
diatas).
Namun yang tak kalah pentingnya kemudian adalah melesatnya
Nasionalisme plus Demokrasi[8]
(lihat TOR). Dua ideologi ini kecenderungannya sedang naik daun saat ini.
Terobosan Trump di Amerika, dan tampilnya partai-partai kanan di Eropa adalah
fakta bahwa Nasionalisme ini sedang naik daun.
Meski sering disebut sebagai ultra nasionalis, atau
nasionalis kanan, yang jelas deologi ini sedang memekar. Keluarnya Inggris dari
Eropa dan unggulnya partai-partai kanan di Eropa menunjukkan bahwa Nasionalisme
sedang mekar sebagaimana ketika ideologi itu tampil pertama kali.
Sedangkan ideologi Demokrasi,
sebagaimana yang kita rasakan saat ini sudah mulai dipertanyakan. Pertanyaan
yang panjang, luas, yang tak mungkin kita bahas dalam forum terbatas ini.
Yang pasti saat-saat ini, hari-hari ini kita sedang bergelut
didalamnya, yakni sedang menghadapi kampanye pemilu untuk Pilpres dan Pileg
pada tanggal 17 April 2019.
Pendekatan EPI
Kembali ke tema tulisan ini, yakni sejauhmana perkembangan
ideologi-ideologi besar dunia, yang pasti terus mengalami perubahan sesuai
dengan perjalanan sejarah. Baik Liberalisme-Kapitalisme dan Sosialisme-Komunisme
akan terus memperbaharui paradigmanya. Konsep-konsep baru, seperti Globalisasi,
Neolib, Neo Marxist, Dependensia, Teologi Pembebasan, Postmo dan sebagainya
adalah pengembangan dari ideologi-ideologi tersebut yang sangat Panjang
pembahasannya.
Sebagai pisau analisis sederhana akan kami uraikan dibawah
ini. Uraian yang didasarkan kepada pendekatan Ekonomi Politik Internasional
(EPI), yang didasarkan kepada karyanya Robert Gilpin, Juan Edelman Spero,
Mohtar Mas’oed dan lain-lain
|
MERKANTILIS
|
LIBERAL
|
RADIKAL
|
REFORMIS
|
Actor/unit analisis
|
Negara-bangsa yang secara rasional memaksimalkan
kekuasaan
|
Individu yang secara rasional memaksimalkan
perolehan
|
Kelas social yang saling bersaing
|
Negara-bangsa dan unit transnasional
|
Tujuan Eko-Pol-Int
|
Maksimalisasi kepentingan nasional
|
Maksimaisasi kesejahteraan global
|
Maksimalisasi kepentingan kelas
|
Maksimalisasi kesejahteraan global
|
Sifat hubungan dan Sistem Eko-Pol-Int
|
Konfliktual & hanya menguntungkan bagi
si kuat
|
Harmonis & saling menguntungkan
|
Konfliktual & menguntungkan si kuat
|
Konfliktual & saat ini merugikan si
lemah, tetapi bias diperbaiki
|
Peran Negara
|
Primer, memperjuangkan kepentingan nasional
|
Sekunder, terbatas sebagai penjamin pasar
bebas
|
Primer, memperjuangkan kepentingan kelas
|
Primer; memperjuangkan kepentingan kelompok
negara ekonomi lemah dalam forum diplomasi
|
Hubungan Ekonomi dan Politik
|
Politik menentukan ekonomi. Pertimbangan
ekonomi tunduk pada pertimbangan kekuasaan
|
Ekonomi seharusnya menentukan politik
|
Ekonomi menentukan politik
|
Timbal balik
|
Kemungkinan Perubahan
|
Perubahan eko-pol terjadi karena perubahan dalam
distribusi/perimbangan kekuasaan
|
Eko-pol-int cenderung ke ekuilibrium dinamis
|
Eko-pol-int cenderung ke disekuilibrium
|
Perubahan bias diarahkan ke reformasi struktur secara damai
|
preskripsi
|
Negara lemah harus intervensi pasar demi
melindungi ekonomi domestic dari dominasi asing
|
Manfaatkan sistem internasional, tetapi
jangan intervensi pasar demi efisiensi
|
Negara lemah hindarkan diri dari system
kapitalisme internasional. Tekankan strategy autarkhi
|
Manfaatkan organisasi internasional untuk
strategy “collective self reliance & collective bargaining”
|
Penutup
Demikianlah
pengantar diskusi ini. Pengantar yang jauh dari memadai, sebab ditulis dalam
keadaan terburu-buru. Merdeka
Siantar, 26 Maret 2019
R E F E R E N S I
TOR panitia KTM GMNI Sumut
Abdulgani, Ruslan, 1986, Indonesia Menatap Masa Depan,
Pustaka Merdeka, Jakarta
Soekarno, 1965, Dibawah Bendera Revolusi
Isaak, Robert A, 1995, International Political Economy
Hutapea, Reinhard, 2000, Sukarno, Nasionalisme, dan
Globalisasi, PKNWK Untag, Jakarta
Mas’oed Mohtar, 1990, Ekonomi Politik Internasional, PAU SS
UGM, Yogyakarta
Sosronegoro, Herqutanto, 1984, Beberapa Ideologi dan
Implementasinya Dalam Kehidupan
Kenegaraan, Liberty, Yogyakarta.
[1]
Moh Mahfud MD menyatakan bahwa mahasiswa saat ini hanya ingin cepat lulus dan
IPK tinggi.
[2]
Anehnya, justru generasi muda/millennial AS telah menolak kapitalisme. Survey
Harvard University tahun 2016 menunjukkan 51% generasi muda negara itu telah
menolak kapitalisme (tahun 2010 baru sekitar 38%). Apakah mereka memilih
Sosialisme, yakni ketika pemerintah secara aktif mengatur dan mencampuri
kegiatan ekonomi dan membatasi pilihan individu? Belum begitu pasti. Menurut
survey Harvard, yang mendukung Sosialisme 38%, sedang menurut survey Reason –
Rupe 2015, mayoritas yang berusia 18-24 tahun mendukung Sosialisme.
[3] Adam Smith yang menyarankan pasar bebas
berpendapat bahwa pada dasarnya dunia ini telah diatur oleh suatu hukum alam
tentang kekayaan. Menurut hukum ini, dorongan kepentingan individual dalam
suara environment para individual
yang mempunyai dorongan motivasi yang sama akan menghasilkan suatu persaingan.
Persaingan pada gilirannya akan memberikan kepada masyarakat barang-barang yang
diinginkan dengan harga yang bisa dijangkau. Pasar harus dibiarkan berjalan dengan
sendirinya; produktivitasnya kemudian akan meluber dan menguntungkan; bagi
masyarakat seolah-olah digerakkan oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan (invisible hands) (Isaak, R, 1995:105). Ide yang sering juga disebut sebagai freedom of private initiative ini dalam
kenyataannya tidak pernah tercapai. Teorinya jauh dari realita. Bisa jadi Adam Smith adalah great dreamer (pemimpi besar) kata Prof Dr Sri Edi Swasono (JKI,
1997:4)
[4]
Pandangan Bung Karno tentang Karl Marx seperti yang ditulisnya dalam DBR……walaupun pembaca tentunya semua
sudah sedikit-sedikit mengetahui apa yang telah diajarkan oleh Karl Marx itu,
maka berguna pulalah agaknya, jikalau kita disini mengingatkan bahwa jasanya
akhli piker ini ialah;ia mengadakan suatu pelajaran gerakan pikiran yang
bersandar pada perbendaan (Materialistche Dialektik) – ia membentangkan teori,
bahwa harganya barang-barang itu ditentukan oleh banyaknya “kerja” untuk
membikin barang-barang itu, sehingga “kerja” ini ialah “wertbildende substanz”,
dari barang-barang itu (arbeids-waarde-leer), -ia membeberkan teori, bahwa
hasil pekerjaan buruh dalam pembikinan barang itu adalah lebih besar harganya
dari pada yang ia terima sebagai upah (meerwaarde), -ia mengadakan suatu
pelajaran riwayat yang berdasar perikebendaan, yang mengajarkan bahwa “bukan
budi akal manusialah yang menentukan keadaannya, sebaiknya keadaannya dengan
pergaulan hiduplah yang menentukan budi akalnya” (material-listiche
geschiedeniso pvatting),-ia mengadakan teori, bahwa oleh karena “meerwaardee”
itu dijadikan capital pula, maka capital itu makin lama makin menjadi besar
(kapitalsaccumulatie), sedang capital-kapital yang kecil sama mempersatukan
diri jadi modal yang besar (kapitalcentralisatie), dan bahwa oleh karena
persaingan perusahaan-perusahaan yang kecil sama mati terdesak oleh
perusahaan-perusahaan yang besar, sehingga oleh desakan-desakan ini akhirnya
Cuma tinggal beberapa perusahaan saja yang amat besarnya (kapitalconcentratie),
-dan ia mendirikan teori, yang dalam aturan kemodalan ini nasibnya kaum buruh
makin lama makin tak menyenangkan dan menimbulkan dendam hati yang makin lama
makin sangat (verelendungstheorie)
[5] Di
dunia Barat Fasisme dianggap sebagai suatu isme kedua di abad ke-20 yang
bertentangan dengan falsafah Liberal Barat. Yang pertama bertentangan adalah
Komunisme. Bila dilihat dasar falsafahnya maka Fasisme merupakan bentuk
pemerintahan yang bersifat totaliter, dalam arti bahwa seluruh pemerintahan dan
kekuasaan ada di tangan kediktatoran partai tunggal. Sifat-sifat lain yang
menonjol, dan turut mendukung gagasan Fasisme, adalah sifat ultra
nasionalistis, rasialistis, militeristis dan imperialis. Di Eropa system
politik yang pertama-tama menganut gagasan Fasisme adalah Italia yaitu di tahun
1922, setelah seorang guru bernama Mussolini merebut kekuasaan dengan bantuan
partainya dan secara tergesa-gesa menyusun doktrin fasismenya. Kemudian disusul
oleh Jerman di tahun 1933, sedang di Asia, Jepang pada tahun tigapuluhan
menjadi fasistis dengan jalan menyusun kekuatan tunggal yang didasarkan atas
kaidah-kaidah asli bangsa Jepang. Di Amerika juga terjadi gerakan-gerakan yang
menuju kepada pembentukan suatu pemerintahan yang bersifat totaliter karena
perwira-perwira angkatan bersenjata Argentina, yang tidak puas dengan keadaan,
merebut kekuasaan. Gerakan ini dipimpin oleh Peron, seorang Kolonel yang
kemudian menjadi Jendral.
Bila Komunisme itu timbul dalam masyarakat yang miskin
dalam negara yang belum berkembang secara ekonomis maka Fasisme lazimnya timbul
dalam negara yang secara ekonomis agak maju. Argentina di Amerika Latin
misalnya merupakan salah satu negara di Amerika Latin, yang paling maju
(Herqutanto Sosronegoro, 1984)
[6]
Azas dan dasar negara Nazi adalah Sosialisme Nasional. Gagasan ini lebih
dikenal orang dalam pelaksanaannya daripada dalam ajaran atau teorinya. Ajaran
atau doktrinnya sesungguhnya didasarkan atas teori fasis yang mengutamakan
proses kepemimpinan dan proses pengambilan keputusan, yang semuanya itu berada
di satu tangan yaitu di tangan seorang diktatur. Doktrinnya sendiri tidak
begitu rumit, atau kompleks, karena terkandung didalamnya dalil-dalil idealism,
nasionalisme, sosialisme, sindikalisme bahkan republikanisme (ibid Herqutanto)
[7]
Sean M Sheehan;……anarkisme secara etimologis adalah penolakan terhadap otoritas
terpusat atau negara tunggal. Secara hakiki yang ditolak adalah “pemerintah”
bukan “pemerintahan”. Sebagai ilustrasi kita baca uraian Proudhon….diperintah
berarti pada setiap operasi dan setiap transaksi kita dicatat, didaftar,
diurutkan, dipajaki, distempel, diukur, dinomori, ditaksir, disahkan, diizinkan
ditegur, dilarang, dirombak, dikoreksi, dihukum. Semua itu atas nama keperluan
public, dan atas nama kepentingan umum pula kita ditariki iuran, dilatih,
dijatah, dieksploitir, dimonopoli, diperas, ditekan, dibingungkan, dirampok.
Lalu selanjutnya ketika kita sedikit membangkang, melontarkan pengaduan
pertama, kitapun ditindas, dedenda, dipukuli, dilucuti, dicekik, dipenjara,
dihakimi, dihukum, ditembak, dideportasi, dikorbankan dijual, dihianati. Dan
lebih hebat dari semua itu, kita dihina, diolok-olok, dijadikan sasaran
kemarahan, dipermalukan martabatnya. Itulah pemerintah, itulah keadilan, itulah
moralitasnya (hal 23)……..adapun intisari para pengikut anarkisme ini adalah
pandangannya terhadap negara yang dianggap sebagai horror. Bakunin:…..negara
itu seperti rumah jagal raksasa atau kuburan maha luas…..
[8]
Akan diuraikan dalam sessi Marhaenisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar