►DESA AGEN PERUBAHAN◄
Oleh ;
Reinhard Hutapea
Direktur
CEPP PPS Unitas, Timsel Panwaslu Pilkada 7 Kabupaten Sumsel, Staf ahli DPR RI
2000-2009, Kolumnis
Cat:
dipersiapkan untuk sarasehan kepala-kepala desa kecamatan Tiga Dihaji, OKUS
pada bulan Februari 2016, namun karena satu dan lain hal belum terlaksana
PENDAHULUAN
Dinamika desa kelihatannya masih terus bergejolak. Belum jelas kapan stabilnya
sehingga kontinuitas pembangunan desa akan berlangsung sebagaimana mestinya,
yakni bergerak kepada cita-cita yang kita idamkan
bersama sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945
Setelah lambannya penyerapan dana 1
m, takutnya kepala desa di KPK[1]
kan, hingga terbentuknya SKB tiga menteri, kini issu baru yang cukup menarik
adalah pertemuan Jokowi dengan 1500 kepala dan aparat desa di asrama Haji Dono
Hudan, Boyolali pada tanggal 26 Desember 2015.
Dalam pertemuan ini Jokowi sebagai
pemimpin pemerintahan tertinggi meminta para kepala desa mendukung Masyarakat
Ekonomi Asia Tenggara (MEA), yakni dengan mendukung masyarakat, khususnya
penduduk desanya meningkatkan produk utamanya, yakni hasil-hasil pertanian.
Produk-produk pertanian sebagai
sumber utama pedesaan diharapkan akan meningkat lebih besar dari keadaan selama
ini. jika selama ini hanya 1 ton per ha bisa meningkat menjadi 2, 3 , 4 ton per
ha ,danseterusnya
Kepala desa menurut Presiden dapat melakukan peran tersebut, sebab kepala desa adalah tokoh kunci dan motivator utama dalam pembangunan pedesaan. Dengan
kemauan yang kuat/baik, tindakan yang rasional, disiplin yang tinggi, kerja
keras, hemat, berorientasi produktivitas, rajin menabung, dan hidup bersahaja,
orientasi demikian diharapkan dapat dicapai[2]
Selain itu Jokowi juga mengharapkan
para kepala desa dapat menggairahkan “sektor
rill, kewirausahaan dan penciptaan lapangan kerja”. Dengan ditingkatkannya
dana desa dari Rp 20,7 t pada tahun 2015
menjadi Rp 47 triliun pada tahun 2016 keinginan itu diharapkan dapat terealisir.
Bahkan jika pelaksanaannya semakin maju pada tahun 2017 akan ditingkatkan hingga
Rp 80 triliun.
Dengan dana yang ditingkatkan terus
menerus setiap tahun, apabila dikelola dengan tata kelola yang baik/ spesifik
desa dengan seluruh kearifannya, niscaya kesejahteraan desa akan tercapai.
Artinya dana itu sungguh-sungguh dikelola sesuai kebutuhan warga, seperti perputaran
dana diupayakan hanya di desa, proyek yang dibangun bersifat padat karya dan
lain-lain cara yang menguntungkan seluruh masyarakat. Jadi bukan suatu ide yang
bersemayam di langit, dimenara gading atau di awang-awang. Ia nyata dihadapan
kita
Disisi lain, model pertanggung
jawaban yang diterapkan secara terbuka dan langsung kepada masyarakat, yakni dengan menempelnya di
papan pengumuman RT dan RW (selain di papan pengumuman kantor desa), memperkuat
bahwa cita-cita akbar tersebut dapat
dicapai (Kompas, 27 Desember 2015)
Namun sejalan dengan harapan Presiden
tersebut, terpaut juga tantangan-tantangan atau masalah-masalah yang cukup
terjal, cadas dan curam . Masalah utama terletak (justru pada pihak )pemerintah yang menelorkan
kebijakan tersebut. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum
memberi pedoman secara rinci bagaimana penggunaan dana desa[3].
UU No 6 Tahun 2014 tentang desa diperintahkan untuk membuat 9 PP, namun saat
ini baru 2 PP yang diselesaikan, yakni no 43 tahun 2014 dan no 60 tahun 2014
(Kompas 28 Desember 2015)
Fakta lain yang menggelikan, yang seharusnya
tak perlu terjadi namun kenyataannya berlangsung dengan kasat mata, adalah
alfanya pemerintah kabupaten/kota membuat akun transfer dana desa.
Pemkab/pemkot entah karena kelupaan atau belum ada perintah/regulasi dari
pusat, propinsi atau ada alasan terselubung tidak membuat akun transfer tersebut.
Apa susahnya membuat akun transfer?
....sayang, pemerintah pusat alfa mengatur prosedur
aliran dana desa dari pemerintah kabupaten ke pemerintah desa. Tepatnya, ada
beragam akun pemerintah daerah untuk menggunakan dana, tetapi sama sekali tidak
ada akun transfer pemerintah daerah kepada desa. Akun transfer dana, seperti
yang dipraktikkan Kemenkeu memang hanya butuh laporan penerimaan dana. Itulah
yang dikira pemerintah pusat juga berlaku dari kabupaten ke desa. Jika itu
terjadi, memang pelaporan gampang, hanya secarik kertas dilampiri bukti
tabungan bendahara desa. Kenyataannya, keran transfer desa tidak tersedia di
kabupaten. Pemerintah pusat hanya membolehkan satu akun yang relevan dibuka,
yaitu bantuan pemerintah desa kepada desa → pada titik inilah kerumitan pelaporan dimulai
(Ivanovic Agusta, Kompas, 18 Januari 2016)
Aneh....bagaimana hal yang sangat penting
luput dari perhatian. Mengapa hal yang sesungguhnya tak perlu itu mencuat
kepermukaan? Jawabannya seribu satu macam. Namun apapun dalihnya (kayaknya)
inilah realitas pemerintahan/birokrasi kita saat ini, yakni tidak responsif
alias tidak smart[4].
Sebaliknya sebagaimana yang berlaku di pemkab
selama ini bantuan pemerintah daerah harus dilampiri bukti-bukti penggunaannya
sampai dana tersebut habis. Setelah itu, baru desa berhak kembali mengajukan
permintaan dana tahap berikutnya. Desa yang berpengalaman tentu tidak ada
masalah, namun yang sebaliknya (belum berpengalaman pasti) sudah pasti akan keteter
(idem Ivanovic Agusta)
Selain kendala regulasi demikian,
yang sangat penting (significan) diperhatikan adalah “kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan”. Dipersepsikan akan terjadi “mala-administrasi” dalam pengelolaan dana desa karena aparatur desa
tidak mendapat penguatan kapasitas
dalam perencanaan pembangunan yang baik. (Budhi Hermanto, Badan Pekerja Forum
Desa Nusantara, Kompas 28 Desember 2015)
▬► masalah utama sekaligus masalah
mendasar
Inti issu;
·
Presiden
mendorong kepala desa tidak hanya professional dalam mengelola desa namun juga
harus sanggup bertindak global → MEA → pasar bebas ASEAN
·
Presiden
mengharapkan kepala desa membenahi ekonomi desa supaya kehidupan desa semakin
sejahtera → produk pertanian, sektor rill, kewirausahaan dan penciptaan lapangan
kerja
·
Desa
(kecenderungannya) akan di dorong menjadi pusat pertumbuhan ekonomi → 20,7 t → 47 t → 80 t
·
Pertanggung
jawaban program pembangunan dilakukan secara terbuka ke masyarakat → papan pengumuman di RT-RW
·
Pedoman
dari pemerintah pusat/daerah belum ada, 7 PP sebagai turunan UU No 6 Tahun 2014,
termasuk masalah yang sangat teknis/akun transfer desa belum dibuat
·
Kepala
desa belum punya pengalaman dalam perencanaan pembangunan → mal administrasi
Pertanyaan:
Setelah melihat issu-issu tersebut,
bagaimana pendapat kita terhadapnya. Apakah dirasakan berat, ringan atau biasa
saja.....jawabannya tergantung peserta pertemuan ini. Bisa berat, ringan atau
biasa saja. Tergantung bagaimana kita melihatnya. → Sebaiknya dianggap ringan saja
Saya tidak akan mengulas masalah ini
lebih jauh, sebab bukan ini yang diminta kepada saya. Yang penting informasi
demikian perlu saya sampaikan agar kita-kita yang hadir di forum ini, yang
mungkin belum mengetahuinya dapat memakluminya. Kecuali mungkin jika ditanya/dibutuhkan
nanti, sebab tema yang diminta pada saya adalah “Pemerintahan Desa dan Kepemimpinan”. Saya
akan mulai dari tema ini, yakni menguraikan apa itu “Pemerintahan Desa dan
Kepemimpinan” menurut UU No 6 Tahun 2014 , tersendatnya kedaulatan rakyat, secara
praktis.
Bagian II
Otonomi Desa Versi UU No 6 Tahun 2014;
Rekognisi dan Subsidiaritas
Dengan berlakunya UU No 6 Tahun 2014
tentang desa tampillah perubahan besar dalam sistim pemerintahan Indonesia. Perubahan
yang sudah lama didambakan, terutama para pejuang-pejuang kedaulatan rakyat. Meski
tidak diproklamirkan secara resmi, UU ini telah mengakui pemerintahan desa sebagai
pemerintahan otonom. Identik/Sama dengan otonomi yang diberikan kepada kabupaten/kota
pada tahun 2001.
Akan tetapi kalau masih asing atau
alergi dengan istilah demikian (otonomi) sebut saja bahwa desa telah diberi hak untuk mengurus sendiri hal-hal
yang selama ini diurus oleh pemerintah diatasnya. Desa sebagaimana pemerintahan
diatasnya, seperti kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan pusat telah memiliki
“wewenang, struktur dan fungsi masing-masing sesuai eksistensinya. Persfektif
ini dapat di lihat dari asas pengelolaan desa yang diamanatkan dalam “pasal 3 huruf a dan b UU Desa tersebut”, yakni asas “rekognisi dan
subsidiaritas[5].
Dengan rekognisi berarti desa telah diberi pengakuan dan penghormatan
kepada identitasnya, adat-istiadat yang
berlaku, kebiasaan pengelolaan desa, sistim pranata sosial dan kearifan lokal
yang berkembang dan tumbuh di desa. Sedangkan asas subsidiaritas dimaksudkan
adalah pemberian kewenangan kepada desa untuk mengatur, mengelola dan
memanejemeni permasalahan desa secara lokal → satu desa, satu rencana, satu
anggaran
Ringkasnya desa telah dikembalikan
wewenangnya mengurus dirinya sendiri. Wewenang/hak
yang sempat hilang karena kebijakan/politik penyeragaman yang dilakukan pemerintah Orde Baru (UU No 5 Tahun 1979[6]
dan UU No 19 Tahun 1965) hingga Orde Reformasi (PP No 72 Tahun 2005) yang
menjadikan desa hanya mengikuti perintah-perintah dari atas (pusat, provinsi,
dan kabupaten) . Dengan asas rekognisi dan
subsidiaritas yang dianut UU No 6 Tahun 2014, desa telah kembali otonom
melaksanakan kedaulatannya. Sama dengan yang
dipraktekkan pada era pemerintahan Soekarno (UU No 22 Tahun 1948, UU No
1 Tahun 1957 dan UU No 19 Tahun 1965), yakni membuat pemerintahan desa sebagai
“lokus otonomi tingkat III”
Secara konseptual dapat dikatakan telah terjadi perubahan fungsi
dan struktur, yakni dari...delegated
functions atau specifically agency-signed → self autonomous. Desa tidak lagi berperan sekedar pendelegasian fungsi dari pemerintah
diatasnya, melainkan telah otonom menentukan jalannya sendiri.
Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan
otonomi demikian akan diuraikan dalam
tabel-tabel dibawah ini
PERSFEKTIF DESA LAMA VERSUS DESA BARU
|
|
Desa Lama
|
Desa Baru
|
1
|
Payung hukum
|
UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 72
Tahun 2005
|
UU No 6 Tahun 2014
|
2
|
Asas utama
|
Desentralisasi-residualitas
|
Rekognisi-subsidiaritas
|
3
|
Kedudukan
|
Sebagai organisasi pemerintahan
yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota
|
Sebagai pemerintahan masyarakat,
hybrida antara self governing community dan local self government
|
4
|
Posisi dan peran Kabupaten/Kota
|
Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan
yang besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa
|
Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan
yang terbatas strategis dalam mengatur dan mengurus desa; termasuk mengatur
dan mengurus bidang urusan desa yang tidak perlu ditangani langsung oleh
pusat
|
5
|
DelIvery kewenangan dan program
|
Target
|
Mandat
|
6
|
Politik tempat
|
Lokasi: Desa sebagai lokasi proyek
dari atas
|
Arena: Desa sebagai arena bagi
orang desa untuk menyelenggarakan pemerintahan,pembangunan, pemberdayaan
kemasyarakatan
|
7
|
Posisi dalam Pembangunan
|
Objek
|
Subjek
|
8
|
Model pembangunan
|
Government driven development atau
community driven development
|
Village driven government
|
9
|
Pendekatan dan tindakan
|
Imposisi dan mutilasi sektoral
|
Fasilitasi, emansipasi dan
konsolidasi
|
Sumber: Sutoro Eko etc, 2014
Tabel tersebut menunjukkan kepada kita bahwa
perubahan besar telah terjadi pada desa. Desa tidak lagi sebagaimana yang kita
saksikan selama ini yakni, yang pola pemerintahannya dipaksakan/diseragamkan,
yang hanya menjalankan perintah-perintah dari pemerintahan-pemerintahan di
atasnya sehingga tidak punya kemandirian dalam pengelolaannya. → dari diperintah menjadi pemerintah
Untuk lebih jelasnya betapa kedaulatan ini telah diberikan dapat dilihat pada tabel
ke tiga, yakni tentang kewenangan. Sekarang akan dilanjutkan lebih dulu kepada konsep/uraian
pembangunan karena peran ini sedang gencar-gencarnya dibicarakan, yakni
pengelolaan dana desa 1 m. Pengelolaan
ini sempat ramai, karena hal yan seharusnya tak perlu terjadi, namun tetap
terjadi. Lebih rinci akan dilihat dalam tabel dibawah ini
PARADIGMA
LAMA DAN BARU PEMBANGUNAN PEDESAAN
|
Paradigma Lama
|
Paradigma Baru
|
1
|
Focus pada pertumbuhan
ekonomi
|
Pertumbuhan yang
berkualitas dan berkelanjutan
|
2
|
Redistribusi oleh
negara
|
Proses demokrasi dan
keterlibatan warga marjinal dalam pengambilan keputusan
|
3
|
Otoritarianisme
ditolerir sebagai harga yang harus dibayar karena pertumbuhan
|
Menonjolkan nilai-nilai
kebebasan, otonomi, harga diri dan lain-lain
|
4
|
Negara memberi subsidi
pada pengusaha kecil
|
Negara membuat
lingkungan yang memungkinkan
|
5
|
Negara menyediakan
layanan sosial
|
Pengembangan institusi
lokal untuk ketahanan sosial
|
6
|
Transfer teknologi dari
negara maju
|
Penghargaan kepada kearifan
dan teknologi lokal; pengembangan teknologi secara partisipatoris
|
7
|
Transfer aset-aset
berharga pada negara maju
|
Penguatan institusi
untuk melindungi aset komunitas miskin
|
8
|
Pembangunan nyata:
diukur dari nilai ekonomis oleh pemerintah
|
Pembangunan adalah
proses multidimensi dan sering tidak nyata yang dirumuskan oleh rakyat
|
9
|
Sektoral
|
Menyeluruh dan terpadu
|
10
|
Organisasi hierarkhis
untuk melaksanakan proyek
|
Organisasi belajar non
hierarkhis
|
Sumber: Sutoro Eko etc, 2014
Karena fungsi pemerintah , termasuk
pemerintahan desa sebagaimana diatur dalam UUD 1945 adalah berfungsi untuk
mencapai tujuan negara, maka manifestasi atau konsekwensinya ia harus bekerja, harus
berikhitar atau berupaya apa yang harus dilakukan. Wujudnya sebagaimana kita
pahami selama ini adalah “pembangunan” (development). Pembangunan menjadi kata
yang sakti sejak Orde Baru terbentuk.
Sayang seribu sayang pembangunan yang dilakukan selama ini jauh
dari harapan. Jauh panggang dari api. Maksud hati memeluk gunung, apa daya
tangan tak sampai. Mengapa,kenapa pembangunan tersebut tidak sampai pada
sasarannya sudah banyak dibahas para pakar. Salah satu alasannya adalah karena pengelolaan pemerintahan terlalu
terpusat di jakarta (Wewenag terlalu terpusat di Jakarta)
Untuk mengurangi dampak negatif demikian,
sesuai dengan tuntutan reformasi dilakukanlah pengurangan wewenang pusat. Yakni
dengan memberi otonomi kepada Kabupaten/kota.
Namun setelah diberikan otonomi
kepada tingkat dua, keinginan untuk mewujudkan tujuan negara belum juga sesuai
harapan. Penyakit-penyakit kronis, seperti kemiskinan, ketidak adilan dan
sejenisnya masih terus berlangsung.malah dengan mengenaskan para kepala daerahnya banyak masuk penjara karena
terlibat KKN.
Apakah karena latar belakang demikian
yang membuat pemimpin-pemimpin bangsa ini memberikan otonomi kepada desa, masih
sukar dijawab secara kongkrit. Secara konseptual Partai Amanat Nasional waktu
dipimpin Sutrisno Bachir berjanji apabila partainya menang dalam pemilu akan
memberikan setiap desa Rp 5 m. Golkar dalam kampanyenya mengumandangkan “dari
desa membangun Indonesia”
Terserah apa argumennya, yang pasti
kewenangan-otonomi telah diberikan kepada desa. Bagaimana kewenangan ini dapat
kita lihat dalam tabel dibawah ini
KEWENANGAN
DESA MENURUT UU No 32 Tahun 2004 dan UU
No 6 Tahun 2014
|
UU No 32 Tahun 2004
|
UU No 6 Tahun 2014
|
1
|
Urusan pemerintahan
yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
|
Kewenangan berdasarkan
hak asal usul
|
2
|
Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada
desa
|
Kewenangan lokal
berskala desa
|
3
|
Tugas pembantuan dari
pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota
|
Kewenangan yang
ditugaskan oleh pemerintah, Pemerintah provinsi atau Pemerintah
Kabupaten/kota
|
4
|
Urusan pemerintahan
lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa
|
Kewenangan lain yang
ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, atau Pemerintah
Kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
|
Ringkas dan singkatnya Desa telah
diberi wewenang atau kekuasaan yang besar mengurus desanya. Ia sudah berdaulat.
Akan kah terjadi perubahan yang radikal? Yakni
segera diikuti dengan perubahan fungsional sehingga keinginan seluruh masyarakat akan tergapai? → Disinilah kita harus realistis.
Angin perubahan demikian kita tangkap
dengan optimis. Namun pelaksanaannya harus step by step alias bertahap. Oleh
karena itu tidak ada salahnya kita kembali ke belakang (flashback), merenungkan
kembali apa sesungguhnya yang kita inginkan membentuk NKRI. Apa hanya sekedar
lepas dari penjajah? Apa hanya untuk segelintir orang? Tidakkah untuk kebaikan
bersama?.
Jawabannya kita lihat dalam
konstitusi (UUD 1945). Sebagai negara konstitusional, konstitusi adalah kata
akhir legitimasi. Oleh karena itu pemahaman UUD 1945, khususnya Pembukaannya harus dipahami dan dihayati
secara seksama. Dalam hubungannya dengan tema pembicaraan kita hari ini, yakni
pemerintahan desa dan kepemimpinan, kita merujuk kepada alinea ke empat. Lebih
jelasnya kita kutip dibawah ini:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, serta
mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Alinea itulah yang menjadi dasar/pedoman kita mewujudkan
pemerintahan, khususnya Pemerintahan Desa yang belum lama mendapat pengakuan
resmi. Dari alinea itu dapat kita baca apa yang menjadi fungsi Negara
Indonesia.;
1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Melaksanakan ketertiban dunia.....
► Adapun bentuk pemerintahan
adalah....kedaulatan rakyat.
Pemerintahan yang didasarkan kepada kedaulatan rakyat. Agar dibedakan dengan
bentuk-bentuk pemerintahan yang lain, seperti kerajaan misalnya. Kita menganut
pemerintahan yang sungguh-sungguh atas daulat rakyat, bukan daulat tuanku.
Lebih kongkritnya kedaulatan rakyat yang didasarkan kepada dasar negara, yakni Pancasila.
Bagaimana perwujudannya lebih rinci,
detil, atau operasional sebagaimana disebutkan sebelumnya telah dijabarkan
dalam bentuk Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri
(Permen), → Pergub, Perda dan sebagainya. Termasuk yang akan segera tampil saat ini
adalah → Perdes.
Akankah perdes yang akan tampil marak ke depan ini akan mewujudkan
kedaulatan rakyat?. Inilah inti pemerintahan desa yang akan kita ulas dibawah
ini
POTRET
PEMERINTAHAN MASA KINI
► tersendatnya kedaulatan rakyat dan otonomi daerah◄
Sebagaimana disebut di atas bentuk
pemerintahan kita mengutif Pembukaan UUD 1945 adalah “kedaulatan rakyat”. Namun
seperti apa persisnya pemerintahan yang berdasar kedaulatan rakyat itu masih
penuh perdebatan hingga detik ini. Rumusan detil belum pernah ditulis baik di UUD, UU, PP dan
sebagainya. Pengertiannya masih tetap sebatas tema-tema besar, normatif,
kualitatif.
Secara ideologis/visioner sudah jelas, yakni
sila ke empat Pancasila...Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Tak
seorangpun yang membantah prinsip ini, semua sudah paham. Namun melihat
prakteknya selama ini, kita menjadi
ragu. Benarkah/Sudahkah prinsip-prinsip
agung itu dijalankan secara substantif, tidakkah baru sebatas normatif,
kualitatif hingga filosofis?. Lebih kongkrit-menukik .........., sudahkah
kerakyatan dan hikmat kebijaksanaan itu diwujudkan?, begitu pula dengan
permusyawaratan dan permufakatan, sudahkah diterapkan dengan sebenarnya?. ► Ini
masalah mendasar yang perlu kita diskusikan pada pertemuan ini.
Dari warung-warung kopi hingga hotel
berbintang lima, dari yang miskin hingga yang konglomerat, dari yang buta huruf
hingga yang profesor dan sekian segmen masyarakat yang lain , lebih dari cukup
memperbincangkan hal itu. Saya kira kita sepakat semua, yakni masih jauh dari
yang seharusnya. Secara legal-formal atau prosedural mungkin sudah terlaksana,
namun secara substansial .............. ► masih sangat jauh.
Merujuk pendekatan “teoritik-ilmiah”
sinyalemen demikian lebih dari cukup dibahas. Pakar-pakar asing nan
Indonesianis seperti Benedicht Anderson, Carl D Jackson, Dwight Y King, Yoon
Hwan Shin, Richard Robison, Harold Crouch, Arnold Schwartz, John Perkins,
Pilger, Olle Tornquist dan sekian banyak lagi, telah mengeluarkan pendapatnya.
Pada umumnya mereka/para pakar ini berpendapat, negeri ini belum mempraktekkan
kedaulatan rakyat sebagaimana lazimnya kedaulatan rakyat yang dipraktekkan
dinegara-negara demokratis. → Jauh panggang dari api. Kulitnya “kedaulatan rakyat”,
namun isinya macam-macam. Ada yang menyebut bahwa sistim pemerintahan yang kita
jalankan adalah “otoriter” dengan derivasinya, seperti elitis, feodal,
birokratik, korporatis, korporatokrasi dan sekian istilah yang hakikinya bukan
kedaulatan rakyat. Namun yang menolak anggapan itupun cukup banyak
Agar pembicaraan ini tidak melebar kemana-mana
dan terjerembab kepada pembahasan teori yang tidak habis-habisnya, kita terapkan
saja satu ukuran yang kira-kira memadai. Ukuran ini adalah apa yang disebut
Presiden Jokowi dengan “Trisakti”
Trisakti menurut
Jokowi adalah perwujudan kedaulatan rakyat, yakni ;
·
Berdaulat
dalam bidang politik
·
Berdikari
dalam bidang ekonomi
·
Berkepribadian
dalam bidang kebudayaan
Artinya kedaulatan rakyat itu tidak
saja dalam dimensi politik sebagaimana yang paradigmatis saat ini, namun juga
dalam bidang ekonomi, dan atau khususnya lebih jauh adalah dalam bidang
kebudayaan.
Secara hakiki/umum, setiap negara yang
menggunakan “kedaulatan rakyat” sebagai instrumen pemerintahannya, akan memanifestasikan
faktor-faktor dibawah ini;
1.
Semua seharusnya
memerintah, dalam arti semua harus terlibat dalam legislasi, dalam memutuskan
kebijakan publik, dalam menegakkan hukum, dan dalam administrasi negara
2.
Semua seharusnya
terlibat secara personal dalam pengambilan keputusan yang krusial, yaitu dalam
menetapkan UU dan permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan publik
3.
Pemerintah harus
dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya kepada yang diperintah, dengan kata
lain mereka dapat dimintai pertanggungjawaban oleh yang diperintah serta dapat
diganti oleh yang diperintah
4.
Pemerintah juga
bertanggung jawab kepada perwakilan yang diperintah
5.
Pemerintah
dipilih oleh yang diperintah
6.
Pemerintah
dipilih oleh perwakilan yang diperintah
7.
Pemerintah
bertindak mewakili kepentingan yang diberi perintah (Lively, 1975:30)
Akan terealisasi apabila Trisakti itu
dipraktekkan sesuai dengan
jiwa,cita-cita dan semangatnya. Tanpa prinsip seperti itu, kedaulatan itu hanya
sebatas prosedural, legal-formal alias hanya sekedar-sekedar. Kemauan yang kuat
disertai kompetensi yang mumpuni menjadi prasyarat yang tak dapat
ditawar-tawar. Termasuk dan atau khususnya para kepala desa dan jajarannya yang
berkumpul saat ini, diharapkan memiliki komitmen yang tinggi mewujudkannya.
Dengan komitmen yang kuat persoalan-persoalan yang lain akan selesai dengan
sendirinya.
Trisakti sebagaimana faktanya agar
lebih jelas, detil dan operasional telah dijabarkan kedalam 9 orientasi yang
dinamakan Nawa Cita;
I.
Menghadirkan
kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada
seluruh warga negara, melalui politik luar negeri yang bebas aktif, keamanan
nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu
yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim
II.
Membuat
pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya
memulihkan kepercayaan politik pada institusi-institusi demokrasi dengan
melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistim kepartaian, pemilu
dan lembaga perwakilan.
III.
Membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan
IV.
Menolak negara
lemah dengan melakukan reformasi sistim dab penegakan hukum yang bebas korupsi,
bermartabat, dan terpercaya
V.
Meningkatkan
kualitas hidup manusia Indonesia melalui kualitas pendidikan dan pelatihan
dengan program “Indonesia pintar” serta peningkatan kesejahteraan masyarakat
dengan program “Indonesia kerja” dan “Indonesia sejahtera” dengan mendorong
land reform dengan program kepemilikan tanah seluas 9 ha, program rumah kampung
deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat
di tahun 2019
VI.
Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa
Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya
VII.
Mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik
VIII.
Melakukan
revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti aspek pengajaran
sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air,
semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia
IX.
Memperteguh
kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan
memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antar
warga
Tawaran ►
kembali ke khittah ► Republik Desa ►
Musyawarah-Mufakat
Sekilas Latar belakang dan Perkembangan Konsep Otonomi
Sebagai penekanan kepada
uraian-uraian di atas, perlu kembali disinggung makna wewenang yang diberikan
kepada desa. Makna ini sebagaimana sudah kita sebut di atas adalah otonomi.
Desa telah diberi otonomi, yakni Otonomi untuk lebih mempercepat tujuan negara.
Dengan otonomi tujuan negara, seperti
rasa aman, sejahtera dan cerdas akan lebih cepat terealisasi, dibandingkan
apabila masih diurus pemerintah diatasnya. Artinya dengan diberikannya otonomi,
rentang kendali pemerintahan lebih dekat
dengan rakyat,sehingga aspirasi, pengurusan dan pelayanan akan lebih tanggap
dan cepat. Rakyat bila mengurus urusan-urusannya tidak perlu lagi jauh-jauh,
begitu pula pemerintah akan lebih tanggap karena sudah berada sangat dekat
dengan rakyat (akar rumput/grashrooth)
Akan tetapi di atas itu semua, tujuan utama otonomi sesungguhnya adalah
masalah ekonomi, yakni masalah kemiskinan. Kemiskinan dari waktu ke waktu tidak
berkurang. Jadi bagaimana meretas kemiskinan itulah inti masalahnya. Strategi
atau metodenya adalah seperti dibawah ini
·
Efisiensi
alokasi → pemda → pemdes → memanfaatkan sumber daya yang
terbatas akan lebih efektif daripada pemerintah pusat
·
Mengurangi
tingkat kemiskinan (Fumihiko Saito, 2008, Decentralization and Local
Governance, Heidelberg, hal 3-4)
·
Terciptanya
political equality di tingkat lokal → kontribusi penguatan demokrasi
lokal, dimana masyarakat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memberikan
suaranya dalam pemilihan dan pengambilan keputusan, membentuk asosiasi politik
dan menggunakan hak kebebasan berbicara → partisipasi masyarakat yang lebih
besar ► kesempatan berbagai relasi antara
pemangku kepentingan yang lebih setara, yakni antar pemerintahan, antara negara
dan masyarakat, dan antar masyarakat dengan masyarakat (Brian Smith, 2004, Local
and National Democracy: lesson from the Third Wave of Democratization, Ashgate,
Burlington)
·
Mendekatkan
pemerintah dengan masyarakat (George Stiegler, 2007, the Tenable Range of
functions of local Government, in Federal Expenditure Policy for economic
Growth and Stability. Washington)
Bagian III
K E P E M I M P I N A N
Saya tidak akan menguraikan cara,
metode atau teori-teori kepemimpinan sebagaimana diterapkan dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam pendidikan tinggi, sebab saya yakin bukan itu
tujuan pertemuan ini, melainkan cara, metode atau kiat apa kira-kira yang dapat dipraktekkan dalam tugas
sebagai aparatur desa.
Sebagai ilustrasinya Saya mulai dari
suatu ilustrasi tentang pemimpin daerah
yang sukses menakhodai daerahnya dan menjadi buah bibir dewasa ini, yakni Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, Bupati
Bantaeng, Nurdin Abdulah dan 10 kepala daerah terbaik versi Majalah Tempo 2008
Terobosan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi
Dedi Mulyadi dalam menjalankan
tugasnya tidak sekedar mengikuti kaidah-kaidah umum pemerintahan/politik
sebagaimana yang diamanatkan UUD, UU, PP dan sekian ketentuan-ketentuan
lainnya. Ia berani melakukan “t e r o b o
s a n yang khusus, spesifik dan selaras dengan kebutuhan daerahnya. Model pembangunan
yang diterapkannya melewati model-model pembangunan yang umum dilakukan, yakni
yang tekanan utamanya hanya pada bidang ekonomi-politik. Ia menyeruak lebih
jauh, yakni mempraktekkan gaya pembangunan yang multi dimensional yang
diletakkan di atas budaya. Yakni budaya Sunda
☼☼Pembangunan yang didasarkan kepada → adat, tradisi Sunda☼☼
Dedi Mulyadi dalam kepemimpinannya punya visi, yakni:
·
Mampu
mengintegrasikan budaya, inovasi, kreatifitas, dan kolaborasi sebagai semangat
inti dalam membangun wilayahnya
·
Memiliki
komitmen kuat membangun dan memotivasi para pemimpin muda Indonesia supaya
produktif
☼☼☼
Komitmen ► inovasi ► kreatifitas ► kolaborasi ☼☼☼
Dimulai dari strategi yang paling
mendasar, yakni “pendidikan”. Pendidikan yang diterapkan tidak sekedar
mengikuti sekolah umum sebagaimana yang diperintahkan UU pendidikan, tetapi
disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Rincinya sebagai berikut:
1.
Masuk
sekolah jam 06.00 pagi
2.
Waktu
sekolah Senin sampai Jumat
3.
Membuat
tas sendiri untuk sekolah
4.
Membawa
bekal makanan sendiri dari rumah
5.
Pasca
maghrib mengaji, baca tulis alquran dan mendirikan shalat Duha
6.
Setiap
hari Senin dan Kamis wajib berpuasa
7.
Anak-anak/dibawah
umur tidak boleh merokok. Orang tua tidak boleh menyuruh anak beli rokok
8.
Naik
sepeda ke sekolah. Tidak boleh naik motor → ada sanksi. Orang tua ikut tanda
tangan
9.
Setiap
Hari Jumat diberi susu dan telur
10. Tidak diizinkan pedagang berjualan di
sekolah
11. Setiap siswa harus dapat beternak,
bercocok tanam. Mereka disubsidi masing-masing dengan ternak dan input
pertanian yang harus diusahakan sendiri di rumahnya
12. Menggabung 80 SD di kota pada satu
tempat
13. Para pedagang yang direlokasi dari
sekolah diberi modal Rp 1,5 juta
14. Pegawai pemkab, instansi swasta, dan
kalangan lain diwajibkan memakai tas buatan sendiri dari bahan daur ulang
15. Pemkab menguasai sumber-sumber air
untuk digunakan kebutuhan rakyat, seperti irigasi, air minum, mandi yang
dikelola Bumdes → UUD 1945
16. Membangun 100 kran air siap minum
17. Program ibu asuh. Seluruh pejabat
pemkab, pihak swasta dan kalangan lainnya wajib jadi ibu asuh
18. Tempat khusus untuk pacaran → bale wakuncar. Diawasi pihak desa.
Waktunya hingga jam 21.00. konsekwensi dari kebijakan kawin paksa jika apel di
atas jam 21.00
19. Setiap bulan purnama, listrik
dimatikan hingga jam 21.00 → suasana alamiah
20. APBD, 1/8 untuk Pemkab, 7/8 untuk
masyarakat
21. Pilkades serentak 87 desa. Satu hari
selesai pemilihan sekaligus pelantikan. Disumpah pakai adat Sunda......mun ngalanggar
naon nu diucapken siap di bentar galudug...saya bersumpah jika melanggar apa
yang saya ucapkan, saya siap disambar petir[7]
22. Setiap tahun baru para petugas
kebersihan diundang pejabat pemkab makan malam, dimana yang melayani para
petugas kebersihan ini adalah Bupati dan jajarannya[8]
23. Setiap hari kamis petugas satpam wajib
memakai pakaian khas Sunda lengkap dengan kerajaannya
24. Pelayanan/birokrasi satu pintu untuk
urusan penanaman modal[9]
25. Ekspor sate meranggi ke Washington
DC. Hasil festival kuliner, yang telah mengalami pelatihan dan branding
26. Pembentukan Mahkamah Adat[10]
Suatu terobosan yang sungguh-sungguh
inovatif, kreatif, improvivatif. Dedi Mulyadi terbukti berhasil melaksanakan kepemimpinan
yang lain dari yang lain/istimewa, yang penuh pembaharuan/inovatif;
·
Bersahabat
·
Menyejahterakan
keluarga
·
Manusiawi
·
Berwawasan
lingkungan
Atas keberhasilan ini Dedi Mulyadi
mendapat pengakuan, tidak saja dari dalam negeri melainkan juga dari dunia
Internasional, yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 18 Agustus 2015,
beliau mendapat kehormatan pidato di lembaga dunia tersebut atas undangan
International Young Leader assembly (IYLA) dengan tema;
Kepemimpinan
Moral dan Inovatif
Visi:
Pelayanan, Kewirausahaan dan kepemimpinan
Dedi mulyadi menjabarkan kepemimpinan yang
dilakukannya di Purwakarta yang dianggap PBB adalah kepemimpinan yang
didasarkan kepada moral. Kepemimpinan yang didasarkan kepada keinginan semua
warga yang dilandasi adat di daerah tersebut, namun tetap dalam bingkai
universal
Betapa besar perhatian dunia pada Pidato tersebut
dapat dilihat dari peserta yang menghadirinya. Peserta terdiri dari utusan 60 negara, dari level S1 hingga S3, dari NGO, dan
utusan pemerintah lain-lainnya
Dedi Mulyadi yang diwawancarai
wartawan VOA pada pertemuan itu mengatakan
Saya menjelaskan bagaimana pemimpin yang dilahirkan
dari sekolah-sekolah itu adalah leader yang punya jiwa kewirausahaan, yang
memahami lingkungannya dengan kuat. Kemudian tumbuh menjadi pemimpin yang
berkarakter. Dan ketika menjadi pemimpin, akan menjadi pemimpin yang
sesungguhnya
Kisah sukses Bupati Bantaeng, Dr Ir Nurdin
Abdulah
☼☼Membangun sistem dan keteladanan☼☼
►Kesungguhan
dan contoh◄
Kuliah di Jepang (S2 dan S3) yakni di
Universitas Kyushu. Waktu studi sangat brilian sehingga ketika lulus ditawari
menjadi CEO beberapa perusahaan Jepang. Di Indonesia ia menjadi direktur
perusahaan Jepang yang bernama PT Maruki International Indonesia. Pada tahun
2008 ia di dorong ikut Pilkada membangun kampungnya dan menang
Ketika ia baru menjabat bupati
masalah Bantaeng pada waktu itu adalah;
·
Infrastruktur
yang minim → jalan
·
Air
dan serangan hama pada pertanian
·
Tingginya
angka kematian ibu pada waktu melahirkan, penyakit lingkungan dan kekurangan
gizi
Adapun langkah pertama/strategi yang
dilakukan Nurdin Abdulah adalah assesment para kepala dinas. Mereka diwawancara
agar diketahui diposisi mana mereka tepat didudukkan. Lalu didorong agar
bekerja dengan serius, yakni bahwa 1, 2 tahun ini tergantung kepada
saya/aktor/bupati, namun tahun ketiga sudah harus bergantung kepada sistem atau
manajemen → pembenahan birokrasi pemda
Masalah pertama yang dihadapi Bupati
kala itu adalah banjir. Banjir yang menggenangi banyak tempat, termasuk
kediaman Bupati, areal perswahan yang berakibat gagal panen. Kiat Bupati saat
itu adalah melakukan “survey”, yakni dengan mengundang pakar jepang dan Unhas.
Diputuskan harus segera dibangun “cekdam”. Namun sebagaimana lazimnya ada saja
“propokator yang mengganggu”.namun apapun propokasinya selama itu untuk
kepentingan masyarakat,tidak perlu takut. Setelah selesai dibangun dipropokasi
lagi/retak cekdamnya. Kembali sang Bupati “tidak takut”. Yang utama.....☼faktor kesungguhan saja dan berikan
contoh☼...kata Bupati
Sedangkan upaya menangani masalah kematian tinggi ibu melahirkan,penyakit
lingkungan dan kekurangan gizi Bupati membangun “brigade siaga bencana (BSB)”
yang dilengkapi dengan “damkar-ambulans”. Fungsi utamanya adalah menangani
dengan cepat apabila masyarakat membutuhkan pertolongan. Ide ini diadopsi dari
Jepang yang sangat sigat melayani masyarakatnya.
Tantangan pertama dalam operasi BSB
ini adalah keterbatasan prasarana, seperti minimnya ambulans dan lain-lain.
Bupati tidak diam, ia nemuin koleganya di Jepang. Bertepatan kolega-koleganya
di Jepang itu akan meremajakan beberapa kenderaan ambulans, sehingga ambulans lama
ini diberikan ke Bupati lengkap dgn peralatan medis. Beres sudah tidak ada lagi
ibu meninggal karena melahirkan. →
☼ada ikhtiar ada jalan keluar☼
Bidang lain yang juga gemilang
ditangani adalah masalah pendidikan. Sebagaimana banyak daerah lain yang sudah
menggratiskan uang sekolah hingga SMA, Bupati juga melakukan hal yang sama.
Namun yang juga didorong oleh Bupati adalah agar para siswa di bantaeng
sekolah/studi ke luar negeri. Dicarikan bea siswa. → ►pembangunan SDM◄
Pembangunan lain yang juga cukup berhasil adalah pembangunan
pantai Marina. Dari rawa-rwa disulap menjadi tempat yang indah dan menjadi
arena wisata yang mengagumkan. Bupati menugaskan dinas Pu bangun jalan,
Pariwisata bangun gazebo, perikanan bangun tempat mancing. Manajemen yang brilian.
Namun yang paling spektakuler adalah dalam bidang pertanian, yang telah membawa
Bantaeng sukses tidak saja di dalam negeri, namun telah mengeksopr hasilnya
secara teknolgis ke luar negeri
10 terobosan di bidang pertanian;
A.
Kabupaten
penghasil benih berbasis teknologi
B.
Gerakan
sistem tanam legowo-21
C.
Pengembangan
kawasan agrowisata di Uluere
D.
Membentuk
Bumdes
E.
Mengembangkan
industri pengolahan hasil pertanian
F.
Pengembangan
teknik inseminasi sapi
G.
Memanfaatkan
limbah ternak biogas di pedesaan
H.
Memanfaatkan
limbah pangan jadi pakan
I.
Penangkaran
talas Bantaeng
J.
Budidaya
durian tanpa aroma dan tanpa musim
Sebagai pembanding untuk dua pemimpin
tersebut akan diutarakan 10 kepala daerah terbaik versi majalah tempo 2008. Penilaian
didasarkan kepada tiga hal, yakni;
·
Pelayanan
publik
·
Transparansi
dan
·
Keramahan
pada dunia usaha
Secara umum apa yang dilakukan mereka
tidak begitu berbeda dengan Dedy Mulyadi maupun Nurdin Abdulah. Mereka yakin
syarat utama keberhasilan adalah “keteladanan dan kejujuran”. Selain itu juga
mereka yakin bahwa “komunikasi yang intens, sabar mendengar rakyat dan bekerja
mencapainya adalah prasyarat selanjutnya. Dibawah ini akan dimuat
terobosan-terobosan mereka. Beberapa dari mereka ini sudah meningkat lebih
jauh, seperti Djarot Saiful Hidayat yang menjadi Wakil gubernur DKI Jaya, dan
atau khususnya Joko Widodo yang menjadi Presiden saat ini.
10 Kepala
Daerah Terbaik versi Tempo 2008
|
N A M A
|
Kepala Daerah
|
Terobosan
|
1
|
Yusuf Serang Kasim
|
Walikota Tarakan
|
Merubah Tarakan dari
kota kumuh menjadi Singapore kecil dalam waktu 10 tahun
|
2
|
Herry Zudianto
|
Walikota Yogyakarta
|
Menciptakan taman yang
luas di kota Yogyakarta
|
3
|
David Bobihae Akib
|
Bupati Gorontalo
|
Ekspor jagung/pertanian
|
4
|
Andi Hatta Marakarma
|
Bupati Luwu Timur
|
Membangun ekonomi
desa/pertanian
|
5
|
Suyanto
|
Bupati Jombang
|
Menempatkan dokter
spesialis di Puskesmas
|
6
|
AA.Gde Agung
|
Bupati Badung
|
Mengembangkan pertanian
sehingga mengurangi ketimpangan/kemiskinan
|
7
|
Joko Widodo
|
Walikota Solo
|
Membujuk PKL secara
pesuasif/pendekatan kemanusiaan
|
8
|
Untung Sarono
|
Walikota Sragen
|
Internet untuk seluruh
wilayah Sragen
|
9
|
Ilham Arif Sirajudin
|
Walikota Makasar
|
Merubah lapangan
Karebosi yang kumuh/sarang wadam menjadi tempat yang indah
|
10
|
Djarot Saiful Hidayat
|
Walikota Blitar
|
Reformasi birokrasi,
tidak mengijinkan mall di Blitar
|
Bagaimana dengan kepala desa? Apakah
tidak ada yang berprestasi?. Diskursus ini belum kami bahas, sebab peran desa
belum seperti sekarang ini, yakni diberi wewenang yang besar untuk mengurus desanya.
Kalaupun ada, itu semata-mata karena perannya sebagai birokrat atau teknokrat,
yang lebih banyak melakukan fungsi-fungsi teknis ketimbang fungsi pengambilan
keputusan/politis.
Akan tetapi walaupun demikian jika
kita telusuri lebih seksama sudah banyak
desa yang berprestasi gemilang walau belum diberi wewenang otonom
sebagaimana diterapkan saat ini. Desa-desa mana yang berprestasi selama ini
akan diuraikan dalam sub bab dibawa
Bagian IV
Desa sebagai agen perubahan
Meski terkungkung dalam sistim
pemerintahan penyeragaman, yang diterapkan
sejak Orde Baru, ternyata masih banyak juga
desa yang sukses mewujudkan tujuan pemerintahan.
Tujuan pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, seperti “melindungi setiap warga negara dan tumpah
darah, mewujudkan kesejahteraan dan mencerdaskan bangsa”, telah banyak diwujudkan
desa-desa berprestasi. Beberapa desa ini bahkan sudah menyamai desa-desa
dinegara maju. Mengapa bisa mereka berprestasi?, menarik untuk dikaji. Beberapa
desa berprestasi demikian akan diuraikan dibawah ini.
Nama
Desa : Gurimbang, Berau,
Kaltim
Nama
Kepala Desa : Madri Pani
Terobosan
: Sukses me-Revolusi
Mental Warganya
Desa ini terpilih sebagai desa
terbaik pada tahun 2015, sehingga diundang Jokowi ke istana untuk mendapat
penghargaan. Kepala desanya, yakni Madri Pani membeberkan keberhasilannya
merubah sikap masyarakat setempat dihadapan Presiden, yang membuat Presiden
sangat anthusias mendengarkan penjelasannya.
Madri berceritra bagaimana saat itu
masyarakat tidak punya jamban yang sehat. Bila
buang air besar hanya melalui ruang kecil di dalam rumahnya, yang
dibawahnya tergenang air yang tidak mengalir, karena rumahnya memang di atas
rawa-rawa. Bisa dibayangkan sudah pasti jorok, bau tidak enak dan menjadi
sumber penyakit. Dengan sabar, tekun dan ulet sang kepala desa, Madri Pani
membujuk warganya supaya meninggalkan kebiasaan buruk itu.
Sebagaimana merubah kebiasaan yang
sudah berlangsung turun temurun tidaklah mudah. Banyak kendala, bahkan ada yang
bilang bahwa kerja pak Kades ini adalah pekerjaan orang gila. Namun apapun
dalihnya tekad Kades tidak pernah surut. Beliau berhasil membujuk warganya agar
meninggalkan kebiasaan tak sehat itu.
Setelah Kades berhasil meyakinkan
warganya, tantangan selanjutnya adalah tidak ada biaya untuk membangun
jamban/WC yang baik. Kepala desa memutar otak, ia meminta bantuan dari
perusahaan swasta yang menyediakan CSR. Perusahaan ini membantu dan dalam waktu
tiga tahun seluruh warga telah punya Jamban/WC permanen.
Sukses merubah mental warganya untuk
kehidupan yang lebih baik, tantangan yang menghadang di depan adalah bagaimana
meningkatkan pendapatan warga dan menciptakan lapangan kerja baru. Dengan
pengalaman bagaimana membangun Jamban/WC, sang kepala desa melakukan terobosan,
yakni merubah limbah hewan ternak menjadi pupuk kompos yang diminati pasar.
Pembaharuan yang terus menerus dari kades ini akhirnya mengantar Desa Gurimbang
menjadi desa yang nyaman, sejahtera dan cerdas (Kompas, 18 Agust 2015).
Ilutrasi lain, yakni desa berprestasi pada
tahun 2010 akan diuraikan dibawah ini;
Nama
desa : Ketindan, Lawang, Malang, Jatim
Kades
: Darto
Terobosan
: Kesejahteraan Warga dan kesadaran Hukum
Desa ini telah berhasil sebagai desa
yang mendekati ideal, yakni yang tidak hanya nyaman, sejahtera , namun juga
sudah sampai pada apa yang disebut “cerdas”. Jadi tujuan pemerintahan
sebagaimana diamanatkan dalam pemb UUD 1945 sudah tercapai. hal ini dapat
dilihat dari prestasinya dalam perlombaan “Keluarga sadar hukum, Kadarkum”.
Dalam tingkat Kabupaten, ia menyabet juara I, propinsi juara III.
Untuk lebih memahami keberhasilan
desa Ketindan ini dapat kita lihat dari prestasi-prestasi dibawah ini;
|
Tingkat Kabupaten
|
Tingkat Provinsi
|
1
|
Juara I lomba 10
program PKK
|
Juara I lomba 10
program PKK
|
2
|
Juara II lomba desa
berprestasi
|
Juara II lomba ternak
kambing
|
3
|
Juara harapan I lomba
Kadarkum
|
Juara III Temu Kadarkum
|
4
|
Juara harapan II lomba
Ketua TP PKK
|
|
5
|
Juara harapan III lomba
Karang Taruna
|
|
Sebagaimana kendala utama yang
dihadapi pada waktu itu adalah sama dengan yang dialami desa Gurimbang yakni
bagaimana merubah mental para warganya. Mental inilah yang pertama-tama
dibereskan. Tanpa perubahan mental hal-hal yang menjadi tantangan dibawah ini
tidak akan terealisasi;
ü Adaptasi ke masyarakat
ü Menggerakkan aspirasi masyarakat
ü Pemberdayaan kegiatan sosial
masyarakat
ü Kemampuan masyarakat menyerap dan
mengimplementasikan peraturan-peraturan yang ada
Terobosan yang juga menarik dari desa ini adalah telah
berhasil menyusun secara sistematis program desanya sesuai dengan tuntutan
RPJM. Tiga tujuan desa dalam RPJMnya telah disahkan, yakni;
1. Bidang pelayanan masyarakat
2. Bidang pemberdayaan masyarakat
3. Bidang pembangunan (Lawang Post, 25
agust 2010)
Desa lain yang juga sangat berprestasi adalah desa Embalut di
Kalimatan Timur
Nama
Desa : Embalut, Tenggarong, Kutai Kartanaegara,
Kaltim
Kepala
Desa : Dr (c) Mus Mulyadi Msi
Terobosan : mendorong partisipasi dan
pemanfaatan lahan eks tambang
Desa ini juara IV tingkat nasional. Berprestasi karena
berhasil mendorong keikutsertaan masyarakat membangun desanya serta membuat
terobosan yang luar biasa dalam pemanfaatan lahan eks tambang untuk
pengembangan rumah pangan lestari.
Kepala desa yang berteptan berpendidikan S3 dan/beserta
aparaturnya telah sukses memanfaatkan pola-pola ilmiah mengatur pemerintahan
desa. Semakin berhasil karena ketua BPDnya juga berpendidikan S3 (Diskominfo,
19 Agustus 2014)
Desa lain yang juga sangat berprestasi adalah Nagari
Simarasok
Nama
desa : Nagari Simarasok, Baso, Agam,
Sumbar
Nama
Kades : Muslim Dt Payuang di Ateh
Terobosan : Foto udara 3 dimensi
Desa ini juara I Nasional pada tahun 2011. Secara umum
terobosan besar yang dilakukan desa ini adalah;
1. Membuat nutrisi pupuk
2. Pembuatan Biogas sebagai pembangkit
listrik dengan kekuatan 800 watt
3. Memiliki empat tenaga ahli bergelar
doktor/tiga dosen Unand
4. Satu-satunya Nagari yang sudah
memiliki atau membuat foto udara 3 dimensi secara detil dan terukur pada
desanya
5. Program Nagari siaga dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap masalah
masyarakat (Jurong Sukinah dan Jurong Perilaku hidup) (Antara News Com, 16
Agust, 2011)
6. Mampu memanfaatkan SDM di rantau
Masih di Sumatera Barat desa yang juga sangat berprestasi adalah
desa Lunto Timur
Nama
Desa : Lunto Timur, Sawah Lunto, Sumbar
Kades : Adepron
Terobosan : Pelayanan masyarakat......☼ sapu bersih kemiskinan☼
Desa ini termasuk desa yang mendekati
ideal. Pelayanan masyarakatnya sudah sama dengan pelayanan masyarakat di negara
maju. Seluruh pelayanan gratis. Apabila masyarakat tidak bisa menunggu, staf
desa akan mengantar bahan-bahan yang di urus itu ke rumahnya. Birokrasi ideal
yang jarang kedengaran di negeri ini, karena yang terjadi biasanya adalah
sebaliknya, yakni masyarakat melayani birokrasi
Istimewanya lagi adalah desa ini telah punya
data base yang canggih/modern dimana no hp seluruh warganya telah tersimpan
dengan baik. Begitu pula sistim pengarsipan adminstrasi lainnya telah
komputerized. Program desa ini secara singkat adalah:
ü Tata pelayanan administrasi
ü Penanggulangan kemiskinan → 49 kk miskin diberi modal
ü Produksi songket Silungkang
ü Menghemat pengeluaran
ü Kebersihan lingkungan
ü Keagamaan → program Maghrib mengaji → penggalakan yasinan
ü Kearsipan → komputerized (12 Mei 2015)
Desa ini adalah desa paling berprestasi/juara I se Sumatera
Barat pada tahun 2015. Latar belakang penilaian didasarkan kepada:
·
Penyelenggara
pemerintah terbaik
·
Pengembangan
ekonomi
·
Pengentas
kemiskinan
·
Pelestarian
nilai-nilai adat, budaya, agama, pemberdayaan masyarakat (Padang Media, 6 Juli,
2015)
Nama
Desa : Aji Kuning, Kalimantan Utara
Kades :
Terobosan :
Dinamika Musyawarah Desa
Visi :
Mewujudkan desa Aji Kuning Menjadi Desa Pembangunan yang
Tertata, Berahlak, Sejahtera dan Amanah.
Dengan konsisten mewujudkan visi tersebut, desa ini berhasil
meraih juara I tahun 2015 dalam pembangunan desa. Dalih kemajuan: motivasi
masyarakatnya yang tinggi
Terlihat dari salah satunya ketika merekamelaksanakan
kegiatan rapat dan kerja bakti setiap minggunya. Setiap warga berani
mengaspirasikan suara dan pendapatnya untuk terus berkontribusi dalam
pembangunan desa.
Nama Desa : Sinangohprendeng, Pekalongan, Jawa tengah
Kades :
Sugiyono
Terobosan : Lingkungan yang hijau dan asri
Desa yang menjadi juara I Jateng 2012 ini telah sampai ke
model pembangunan yang disebut dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Sinangohprendeng selain sukses membangun kebutuhan-kebutuhan dasar,
pengembangan ekonomi, mencerdaskan masyarakat adalah penataan lingkungannya
yang ekologis. Hal ini terlihat dari:
v Setiap pekarangan yang ditanami
dengan tanaman obat dan tanaman hidup
v Seluruh pagar rumah yang terdiri dari
tanaman pagar/bukan batu atau besi
v Penataan sampah yang apik. Yang
organik dijadikan kompos, yang an organik dijadikan tas
v Nilai plus dari PKK untuk mengolah
buah markisa dan pepaya menjadi minuman segar dan pengolahannya yang bernilai
lebih, hingga
v Setiap hari jumat kerja bakti dan arisan rutin PKK 4X sebulan
Ilustrasi desa-desa berprestasi ini
masih dapat dipajang sekian panjang lagi. Sekian model, dengan sekian
variasinya masih banyak penulis simpan, yang tak mungkin kita uraikan dalam
makalah terbatas ini. Yang pasti dalam suasana yang kurang kondusif, yakni
ketika desa belum diberikan wewenang, otonomi atau kedaulatan penuh masih dapat
berprestasi dengan gemilang. Logikanya apabila suasana kondusif telah diberikan
secara penuh (via UU No 6 Tahun 2014) maka jumlah desa yang akan semakin
berprestasi akan semakin banyak dan merata
sehingga cita-cita masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 akan kenyataan.
Desa adalah ujung tombak atau agen
perubahan demikian. Merdeka (Feb 2016)
R E F E R E N S I
Eko,
Sutoro, 2014, Desa Membangun Indonesia, Pustaka pelajar, Yogyakarta
Held,
David, 2005, Models of Democracy, Akbar Tanjung Institute, Jakarta
Labulo,Muhadan
Dr, 2014, Peluang dan Ancaman Otonomi
Desa pasca UU No 6 Tahun 2014, Makalah, Pemkab Brodjonegoro
Nugroho
Iwan & Rokhmin Dahuri, 2012, Pembangunan Wilayah, LP3ES, Jakarta
Prasojo,
Eko, 2010, Desentralisasi di Jepang, Dept IA, FISIP, UI, Jakarta
Poerbopranoto,Koentjoro,
1978, Sistim Pemerintahan Demokrasi, PT Eresco, Jakarta
Suwarya,
Utang, 2014, Kebijakan Pemberdayaan Desa Dalam Persfektif Institusional dan
Pembangunan Sosial, Politik, Ekonomi. Jurnal Pemerintahan Unpad, Bandung.
UUD 1945,
Sumber-sumber lain
Tribun
Jabar, 29 Mei 2015,
Sindo, 9 Sept 2015,
Kabar 24 com,
Gapura Indonesia 12 Januari 2015,
Tempo, 12 Juni 2015,
Kompas, 27 Juni 2014
[1] KPK
menemukan 14 masalah dalam alokasi dana desa. Dalam aspek regulasi masih jauh dari memadai, juklak/juknis belum lengkap,
tumpang tindih kewenangan Kemdes dan Dirjen Bina Pemerintahan Desa, Kemendagri,
tidak trasparannya PP No 22 Tahun 2015 tentang formulasi pemberian dana pada
setiap desa/hanya didasarkan dalam aspek pemerataan. Begitu pula pengaturan
pembagian penghasilan tetap bagi perangkat desa dari ADD yang diatur dalam PP
No 43 Tahun 2014 dirasakan kurang adil. Dalam aspek tata laksana masalahnya al adalah kerangka waktu situs
pengelolaan anggaran desa yang sulit dipatuhi, satuan harga baku barang atau jasa yang dijadikan acuan
dalam menyusun APBDes belum tersedia, transparansi rencana penggunaan dan
pertanggungjawaban masih rendah, laporan pertanggungjawaban belum mengikuti
standar dan rawan manipulasi, APBDes belum belum mewujudkan kebutuhan desa yang
sesungguhnya. Dalam aspek Pengawasan
efektifitas inspektorat daerah masih sangat rendah, saluran pengaduan
masyarakat tidak dikelola dengan baik dan ruang lingkup evaluasi dari
pengawasan yang dilakukan camat belum jelas. Dalam aspek SDM, para pendamping diprediksi dapat melakukan manipulasi dengan
memanfaatkan kelemahan aparat desa.
[2] Sering
juga disebut dengan “ethos”, ethos positif. ethos ini sering menjadi perdebatan
hangat, karena ada yang berpendapat bahwa ethos kerja masih kurang dinegeri
ini. Akan tetapi ada juga yang berpendapat persoalannya bukan pada masalah
ethos, tapi struktur dan sistem yang tak mendukung.
[3] Demikian
pula dengan masalah-masalah ikutannya, seperti (a) aturan yang jelas tentang
kewenangan antara desa dengan BPD, desa dengan kecamatan, desa dengan pemda,
(b) mekanisme pengawasan/kontrol yang jelas, (c) peran camat dalam pengawasan,
(d) dengan hubungannya dengan partai politik. Apakah aparat desa dapat atau
tidak menjadi anggota/pengurus partai, (e) tentang kawasan khusus, sejauh mana
kewenangan desa, (f) kejelasan dengan apa yang disebut kewenangan lokal, (g) pelatihan
yang terus menerus terhadap Pemerintah desa, BPD dan lain-lain (Dr Muhadam
Labulo, 2014)
[4] Menurut
pengalaman berbagai negara, jika birokrasinya tidak handal, tidak
legal-rasional dan sejenisnya, pembangunan di negara itu tidak akan pernah
berhasil. Birokrasi kita menurut Eko Prasojo masih tertawan penyakit kronis,
seperti kurang berintegritas,,tumpang tindih UU, struktur organisasi yang
tambun/lamban, proses bisnis yang tak jalan, SDM yang tak profesional, KKN,
pelayanan publik yang tak responsif.(Kompas, 14 Nov 2014)
[5] Lebih
lengkapnya asas pengaturan desa ini adalah; a rekognisi, b subsidiaritas, c
keberagaman, d kebersamaan, e kegotongroyongan, f kekeluargaan, g musyawarah, h
demokrasi, i kemandirian, j partisipasi, k kesetaraan, l pemberdayaan dan, m
keberlanjutan (Pasal 3 UU No 6 Tahun 2014)
[6] Dalam UU
No 5 Tahun 1979 ini jelas-jelas dikatakan bahwa pemerintahan desa adalah bagian
dari pemerintahan nasional dan pemerintahan daerah.
[7] Fakta
bahwa masyarakat lebih patuh kepada adatnya ketimbang lembaga formal
[8]
Manifestasi kebersamaan alias prinsip egalitarian
[9] Dedi
Mulyadi telah berhasil mereformasi birokrasi, sehingga birokrasinya sesuai
dengan hakiki birokrasi, yakni birokrasi yang melayani/legal-rasional
[10] Sedang
diuji cobakan di lima desa. Mahkamah ini terdiri dari hakim yang berasal dari
tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama. Prakteknya adalah apabila ketangkap
pencuri yang curi ayam dan sebagainya, dilihat apakah karena kebutuhan hidup
atau memang sengaja mencuri. Jika itu untuk kebutuhan hidup, misalnya karena
tidak punya duit beli makanan, maka yang dihukum bukan pencurinya, tapi seluruh
orang desa ,karena membiarkan ada penduduk yang sengsara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar