MK III HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
KULIAH III
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
6 April 2020, jam 08.30 sd 10.30
Fisipol UDA Medan
==================================================================
∏∏
KEKUATAN, KELEMAHAN, DAN RUMAH TANGGA
DESENTRALISASI
Dari
uraian-uraian kuliah II, khususnya berdasarkan pasal 18 UUD 1945 Negara
Indonesia adalah negara Kesatuan yang menganut Sistim Desentralisasi. Bukan
sistim Negara federal, atau lain-lain bentuk Negara. Dalam kuliah III ini
selanjutnya akan diuraikan Kelebihan dan Kelemahan sistim Desentralisasi, yang
ditulis oleh Yosef Riwu Kaho (2012) dalam bukunya Analisis Hubungan Pemerintah
Pusat-Daerah , PolGov, Fisipol UGM, Yogyakarta, Dr Oentarto SM, Dr I Made
Suwandi, M Soc, Sc, dan Drs Dodi Riyadmadji, MM, 2004, Format Otonomi Daerah
Masa Depan, Samitra Media Utama, Jakarta, Dr I. Nyoman Sumaryadi, Drs, M Si,
2005, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, Citra Utama, Jakarta
KEKUATAN
DESENTRALISASI
Sehubungan
dengan penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka pada dasarnya hubungan kekuasaan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah menurut Prof Dr Solly Lubis SH adalah
sebagai berikut;
1. Yang
memegang kekuasaan tertinggi atas segenap urusan Negara ialah Pemerintah Pusat
(Central Government) tanpa adanya gangguan oleh suatu delegasi, atau pelimpahan
kekuasaan kepada Pemerintah Daerah (Regional
Government)
2. Dalam
suatu Negara Kesatuan terdapat azas bahwa segenap urusan-urusan Negara tidak di
bagi antara Pemerintah Pusat (Central
Government) dengan Pemerintahan Daerah (Local
Government) sedemikian rupa, sehingga urusan-urusan Negara dalam Negara
Kesatuan itu tetap merupakan suatu kebulatan (eenheid) dan bahwa pemegang
kekuasaan tertinggi di Negara itu adalah Pemerintah Pusat.
Ini
berarti bahwa dalam Negara Kesatuan yang menganut sistim desentralisasi,
Pemerintah Pusat tetap mempunyai hak untuk mengawasi Daerah-Daerah Otonomi,
yaitu Daerah-Daerah yang berhak dan berkewajiban untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
itu berasal dari/atau merupakan pelimpahan dari Pemerintah Pusat.
Dalih
atau alasan mengapa desentralisasi itu di anut, The Liang Gie menyatakan:
1. Di
lihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi
dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja, yang pada
akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam
bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari
sudut teknis organisatoris pemerintahan, alas an mengadakan Pemerintahan Daerah
(desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk di urus oleh Pemerintah setempat,
pengurusannya diserahkan kepada Daerah. hal-hal yang lebih tepat ditangani
pusat tetap diurus Pemerintah Pusat.
4. Dari
sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya
ditumpahkan kepada kekhususan sesuatu Daerah, seperti geografi, keadaan
penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.
5. Dari
sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena
Pemerintahan Daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan
tersebut.
Soewargono
Prawirohardjo dan Soeparni Pamoedji, mengajukan alasan-alasan sebagai berikut:
1) To
realize and implement the democratic philosophy.
2) To
realize national freedom and to create a sense of freedom to the regions.
3) To
train the regions to achieve maturity and be able to manage their own affairs
and interests effectively as soon as possible.
4) To
provide political schooling for the whole people.
5) To
provide channels for regional aspiration and participation.
6) To make
the government in general optimally efficient and effective.
Sementara
itu, Mariun, yang diperkuat Yosef Riwu Kaho dengan singkat menyatakan
bahwa/mengapa sistim desentralisasi tersebut dianut adalah karena dua hal;
·
Demi tercapainya efektifitas pemerintahan.
·
Demi terlaksananya demokrasi dari bawah.
Adapun
penjelasannya mengatakan seperti itu adalah…..Pemerintahan itu dapat efektif,
kalau sesuai dengan keadaan ril dalam Negara; jadi juga dengan keadaan-keadaan
khusus di daerah-daerah. Menurut pengalaman, dalam pelaksanaan bidang-bidang
tugas tertentu , sistim sentralisasi tidak dapat menjamin kesesuaian
tindakan-tindakan Pemerintah dengan keadaan-keadaan khusus di daerah-daerah.
Maka untuk mengatasi hal ini, paling sedikit sistim sentralisasi itu harus diperlunak,
yaitu dengan melaksanakan sistim dekonsentrasi terotorial, dalam mana kepada
organ-organ Pemerintahan Pusat di daerah-daerah diberikan kekuasaan untuk
melaksnakan kebijaksnaan pemerintahan sesuai dengan keadaan khusus di
daerah-daerah kekuasaan masing-masing. Dengan perkataan lain, melakukan
kebijaksanaan setempat atau se daerah. (Cat:
masih ada lanjutannya, namun untuk sementara dianggap cukup)
KELEMAHAN
DESENTRALISASI
Disamping
kebaikan-kebaikan tersebut, desentralisasi juga mengandung kelemahan-kelemahan,
yaitu:
1. Karena
besarnya organ-organ pemerintahan, maka struktur pemerintahan bertambah
kompleks, hal mana mempersulit koordinasi.
2. Keseimbangan
dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan/Daerah dapat lebih mudah
terganggu.
3. Khusus
mengenai desentralisasi territorial, dapat mendorong timbulnya apa yang disebut
Daerahisme atau Provinsialisme.
4. Keputusan
yang diambil memerlukan waktu yang lama karena membutuhkan
perundingan-perundingan yang lama.
5. Dalam
penyelenggaraan desentralisasi, diperlukn biaya yang lebih banyak dan sulit
untuk memperoleh keseragaman dan kesederhanaan
Dalam
bahasa lain Dr I Nyoman Sumaryadi, Drs, MSi, melihat implikasi dari
desentralisasi ini adalah;
1) Tampilnya
semangat kedaerahan yang tidak terkendali.
2) Politisasi
aparat pemerintah.
3) Rendahnya
kualitas anggota dan Lembaga DPRD, Bupati/Walikota, dan wakil Bupati/Walikota.
4) Pengawasan
keuangan daerah yang timpang.
5) Timbulnya
konflik antar daerah.
Lebih
dalam, substantif, hingga filosofis diuraikan, Dr Oentarto SM, Dr I Made
Suwandi, M Soc, Sc, dan Drs Dody Riyadmadji, MM. Menurut ketiganya implikasi
atau ekses dengan diterapkannya otonomi daerah/desentralisasi adalah sebagai
berikut:
1) Problema
konsepsi dasar.
2) Problema
implementasi dan Format penataan kewenangan daerah.
3) Problema
implementasi dan format penataan kelembagaan Pemda
4) Problema
implementasi dan penataan format kepegawaian.
5) Problema
implementasi dan format penataan keuangan daerah.
6) Problema
Implementasi dan format penataan perwakilan rakyat daerah.
7) Problema
implementasi dan format penataan manajemen publk
8) Problema
implementasi dan format penataan pengawasan, Monev dab Evaluasi.
Betapa
masalah demikian tetap laten, yakni meski sudah sekian lama otonomi diterapkan,
permasalahan tetap besar. Belum ada kemajuan sejak kebijakan itu ditempuh tahun
2001 hingga tahun ini (2020). Sinyalemen ini dapat dibaca dari tulisan-artikel
Prof Dr Irfan Ridwan Maksum di harian Kompas tanggal 15 Januari 2020.
Untuk
lebih jelasnya, penulis kutif sebagian:
Lampiran
Presiden Jokowi meminta
Mendagri Tito Karnavian menata hubungan Pusat-Daerah. permintaan ini
menyiratkan terdapat sejumlah persoalan dalam hubungan pusat-daerah di dalam
NKRI. Menata hubungan pusat-daerah di Indonesia tentu dapat berbau
filosofis-strategis, yang tak terlepas dari UUD (Pasal 18), dan organisasional
kelembagaan yang tersebar di berbagai produk peraturan perundangan. Setidaknya
ada lima UU terkait pelaksanaan kebijakan otonomi; UU Pemda, UU Desa, UU
Pilkada, UU Hubungan Keuangan Pusat Daerah (HKPD), dan UU Aparatur Sipil Negara
(ASN).
Idealnya, kelima
UU itu berjalan harmonis, kompak, dan sinergis agar masing-masing dapat
berjalan efektif, terutama pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sebagai
ujung tombak jalannya pemerintahan RI. Jika tidak, dapat dipastikan keefektifan
pemerintahan terganggu.
Kelima UU tadi,
dari kaca mata kepentingan jalannya otda, dapat diringkas ke tiga arena; UU
mengenai Pemda, UU mengenai Keuangan Daerah, dan UU mengenai SDM Daerah. khusus
mengenai pemda terdapat tiga UU berkaitan; UU Pemda, UU Desa, dan UU Pilkada.
Keuangan daerah di atur di UU HKPD, SDM daerah di dalam UU ASN.
Pengamatan
akademis ke tiga lapangan masing-masing berparadigma. Dalam pemerintahan
daerah, bangsa kita telah lama mengadopsi paradigma prefektur terintegrasi.
Sepanjang masa Hindia Belanda system ini di anut, dilanjutkan dimasa pendudukan
Jepang. System ini tidak di anut di masa kemerdekaan (hanya di masa berlakunya
UU No 1/1957 yang diganti dengan UU No 18/1965)
Saat itu Indonesia
juga menganut pilkada langsung yang menyulut pecah kongsi Bung Hatta dan Bung
Karno. Di luar masa itu, Indonesia menganut system prefektur. System ini
mengenal adanya wakil pemerintah. Di dunia system prefektur tidak dibarengi
pilkada langsung. Pilkada langsung ataupun tak langsung, jika dipakai, untuk
memastikan kepala daerah diterima masyarakat atau tidak, di samping harus
penuhi kriteria lain untuk menjadi kepala daerah terpilih.
Dari sudut pandang
ini, konflik antara UU Pemda dan UU Pilkada terjadi. Secara akademis, konflik
itu menyulut kegamangan pemerintahan di level peraturan perundangan dan di
level praksis. Kegamangan ini tidak dapat membawa system efektif. Negara yang
tidak menjalankan system prefektur pun tidak semua mengadopsi pilkada langsung
sebagai satu-satunya kriteria penetapan kepala daerah terpilih.
Terkait desa,
pemda merupakan bangun formal struktur negara yang jelas terakomodasi secara
organisatoris. Desa dalam konsep the
founding fathers adalah otonomi informal (kaki). Materi UU Desa menyistemasikan
desa dalam struktur negara melalui sekretaris desa. Perbenturan antara UU Pemda
dan UU Desa tidak terasa di level paradigma, tetapi membawa struktur formal
amat rumit, bahkan terbebani. Perbenturan yang terjadi adalah inkonsistensi
pandangan mengenai desa dengan apa yang tertuang di kedua UU. Ini pun tak kalah
rumit, membuat ranah praksis kelak bermasalah.
Perbenturan
paradigma berikut adalah dengan UU ASN…..siapa atasan manajemen SDM tidak
diperhatikan. Sejauh mana wewenang daerah otonom? Daerah diminta membantu
pengatur dan pengurus ASN di tingkat pusat walau tak melalui tugas pembantuan.
Unit pengelola SDM di daerah seperti menjadi “pesuruh”. Tak banyak diskresi
daerah otonom. Dari sini dapat dikatakan, UU ASN tidak punya paradigma apapun
dari sudut kepentingan daerah otonom. Sungguh dapat merancukan otonomi daerah.
Terkait UU HKPD,
di anut campuran paradigma yang menguatkan sumber keuangan sendiri dalam daerah
otonom dengan paradigma yang mengandalkan kemampuan pengelolaan pelayanan
public tanpa memperhatikan sumber keuangannya dari mana. Dibenturkan dengan UU
Pemda, soalnya lebih teknis dalam jalur instrument pemerintahan. Sepanjang
instrument yang di buat masuk akal, ia dapat mendorong harmoni dan sinergi
kedua UU………(Cat: Silahkan selanjutnya baca dalam artikel
aslinya/belum dipotong-potong)
SISTEM
RUMAH TANGGA DAERAH
Sebagai
akibat dari dianutnya desentralisasi, maka dalam pelaksanaannya dibentuklah
Daerah-Daerah Otonom, yaitu Daerah yang diberi hak, wewenang, dan kewajiban
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Pada
awalnya otonomi atau berotonomi berarti mempunyai “Peraturan Sendiri” atau
mempunyai hak/kekuasaan/kewenangan untuk membuat peraturan sendiri. Seringkali
juga disebut hak/kekuasaan/kewenangan pengaturan/legislative sendiri. Kemudian
arti daripada stilah Otonomi ini berkembang menjadi :pemerintahan sendiri”.
Pemerintahan sendiri ini meliputi pengaturan atau perundang-undangan sendiri,
pelaksanaan sendiri, dan dalam batas-batas tertentu juga peradilan dan
kepolisian sendiri.
Jadi
daerah otonomi adalah daerah yang diberi wewenang atau kekuasaan oleh
Pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan tertentu.
Urusn-urusan yang diserahkan itu disebut urusan rumah tangga daerah atau isi
otonomi daerah. Dengan kata lain, sistim rumah tangga daerah adalah tatanan
yang berkaitan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas, dan tanggung jawab
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara Pusat dan Daerah.
Pengaturan
dan pengurusan urusan-urusan tersebut oleh Daerah dilakukan sesuai dengan
kebijaksanaan dan inisiatif-prakarsa dan kemampuannya sendiri dan dilakukan
oleh perangkat Daerah itu sendiri, serta atas biaya Daerah itu sendiri pula.
Dari
uraian di atas dapatlah di tarik suatu kesimpulan ialah dengan dianutnya
desentralisasi, maka terjadilah hubungan kekuasaan/kewenangan, hubungan
keuangan, dan pengawasan antara Pemerintah Pusat dan Daerah-daerah Otonom yang
merupakan bagian dari Negara.
Pertanyaan
1. Jelaskan
perbedaan pendapat antara The Liang Gie dengan Soewargono
Prawirohardjo/Soeparni Pamoedji.
2. Hal-hal
apa saja menurut Prof Dr Irfan Ridwan Maksum yang membuat hubungan Pusat dan
Daerah tidak harmonis. Jelaskan dengan seksama.
3. Mengapa
UU Pemda bertentangan dengan UU Pilkada? Jelaskan secara logis dan sistematis.
Cat: Bila ada hal-hal yang tak dipahami silahkan tanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar