MK VI, HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
KULIAH KE-6, 27 April 2020, jam 08.30 sd 10.15
JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA
PENGASUH; REINHARD HUTAPEA
∏
PENGELOLAAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
Sri Mulyani
Indrawati dalam workshop nasional
legislatif partai Golkar, 04 des 2017 di Merlynn Park htl, Jakarta menyanyi/nyerocos….”daerah-daerah
masih terlambat menyusun APBD, yang seharusnya harus berbarengan dengan
APBN….mayoritas APBD dibelanjakan untuk gaji pegawai…belum ada standard program
kegiatan dari APBD…ada daerah yang memiliki 600 program, pada hal uangnya
sedikit…sudah pasti dananya habis untuk panitia program….tumpang tindih APBD –
APBN, antara Kementerian dan Lembaga yang masih melaksanakan fungsi, yang
seharusnya sudah didelegasikan ke daerah…dll-dll…..
⌂
Pada kuliah ke lima telah diuraikan
Anatomi Hubungan Pusat-Daerah, dengan tekanan kepada manajemen pemerintahan,
yakni bagiamana koordinasi, kerjasama, dan pengawasan. Dalam kuliah ke enam ini
akan diuraikan “Pengelolaan Keuangan Pusat dan Daerah”, yang di atur pada Pasal
293 dan Pasal 330, UU No 23 Tahun 2014. Sebagai implementasi, perincian, atau
penjabaran lebih detil kedua pasal ini, telah dituangkan ke dalam PP No 12
Tahun 2019 tentang Pengelolaan keuangan daerah.
Beberapa
pokok pikiran dari PP No 12 Tahun 2019, antara lain adalah ;
1.
Keuangan
Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala bentuk
kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban
Daerah tersebut.
2.
Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban, dan
pengawasan Keuangan Daerah.
3.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana
keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapka dengan undang-undang
4.
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana
keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda.
5.
Penerimaan
Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah
6.
Pengeluaran
Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
7.
Pendapatan
Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun anggaran berkenan.
8.
Dana
Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN ke Daerah untuk
digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi.
9.
Dana
Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun non fisik
yang merupakan urusan Daerah
10. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya
disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada Daerah penghasil
berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
11. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya
disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
12. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya
disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
13. Belanja Daerah adalah semua kewajiban
Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam
periode tahun anggaran berkenan.
14. Pembiayaan adalah setiap penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran bekenan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya
15. Pinjaman Daerah adalah…….
16. Utang Daerah adalah…..
Keuangan daerah (pasal 2) meliputi;
a) Hak Daerah untuk memungut pajak
daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.
b) Kewajiban Daerah untuk
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.
c) Penerimaan Daerah.
d) Pengeluaran Daerah.
e) Kekayaan daerah yang dikelola sendiri
atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak
lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan/atau
f) Kekayaan pihak lain yang dikuasai
oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah
dan/atau kepentingan umum.
¥
Bagaimana implementasi atau
prakteknya selama ini? Sudahkah sesuai dengan apa yang tertulis dalam PP, UU,
dan atau khususnya UUD 1945, sehingga tujuan pemerintahan atau negara sudah
semkin dekat, atau malah makin jauh?. Jawabannya tidak hitam putih, tidak
sederhana/simple, melainkan bervariasi tergantung dari sudut mana melihatnya.
Masalah-Masalah Mendasar
Sebagai pembahasan awal, tiga
peneliti otonomi daerah, yakni Dr Oentarto SM, Dr I Made Suwandi, M.Soc, Sc,
dan Drs Dodi Riyadmadji, MM, pada tahun 2004, mengemukakan pendapatnya, betapa
implementasi penataan keuangan pusat – daerah ini masih penuh masalah.
Masalah-masalah tersebut adalah:
1. Konflik penguasaan kewenangan yang
menghasilkan penerimaan.
2. Keuangan Daerah yang kurang
mencukupi.
3. Kurangnya kepatuhan pada peraturan
dan lemahnya penegakan hokum.
4. Overhead cost Pemda yang tinggi.
5. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas
dalam penyusunan APBD.
6. Kurangnya kejelasan system pembiayaan
melalui Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
7. Terbatasnya pemanfaatan Dana Alokasi
Khusus.
8. Kurangnya manajemen asset
9. Belum dimanfaatkannya Mekanisme
Pinjaman.
10. Kebijakan investasi daerah yang belum
jelas.
11. Pemisahan keuangan eksekutif dengan
legislative.
Ada 1
Permasalahan actual yang dihadapi dalam aspek keuangan dalam
masa ini adalah timbulnya kecenderungan rebutan kewenangan antar tingkatan
pemerintahan untuk memperoleh sumber-sumber keuangan yang berasal dari
kewenangan tersebut. Kewenangan-kewenangan yang menghasilkan sumber penerimaan
cenderung banyak bermasalah, sedangkan kewenangan yang kurang mengasilkan
penerimaan cenderung untuk dihindari. Sebagai contoh pelayanan Rumah Sakit Jiwa
dan Rumah Sakit Kusta cenderung untuk saling lempar tanggung jawab untuk
penanganannya.
Ad 2
Otonomi daerah yang luas dijadikan argument utama untuk
meningkatkan sumber-sumber penerimaan daerah. akibatnya muncul berbagai
pungutan daerah yang tidak jelas korelasinya dengan pelayanan yang diberikan.
Pungutan tersebut akan menyebabkan economic inefficiency yang nantinya
dibebankan ke konsumen ataupun menyebabkan kurang kompetitifnya ekonomi daerah
dan nasional.
Ad 3
Meski sudah ada peraturan (UU, PP dsbnya) yang mengatur
kedudukan keuangan dari kepala daerah dan DPRD, sebagian besar dari mereka
tidak mengikuti pembiayaan yang ditetapkan oleh peraturan tersebut, karena
menganggap bahwa otonomi berarti daerah dapat melakukan apa saja yang sesuai
dengan keinginan mereka.
Ketentuan DPRD mempunyai hak menentukan anggaran belanja DPRD
diterjemahkan sebagai pengaturan khusus yang dapat diartikan bahwa mereka dapat
menentukan anggaran sesuai dengan keinginan tanpa Batasan dan tidak perlu
dilakukan pembahasan dengan pihak eksekutif. Pada hal APBD merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan, di mana di dalam
belanja tergambar pengeluaran unuk penghasilan tetap dan penunjang kegiatan
DPRD.
Seharusnya hak untuk menentukan anggaran belanja DPRD
diterjemahkan sebagai aturan dasar mengenai hak keuangan dan kewajiban setiap
anggota DPRD jika menggunakan dana APBD yang perlu di atur dalam tata tertib
DPRD. Selain daripada itu ketentuan ini juga sebagai dasar hokum yang
memberikan kewenangan kepada DPRD mengatur penggunaan belanja berdasarkan pagu
yang ditetapkan, bukan di atur oleh pihak eksekutif.
Hak menentukan anggaran DPRD yang diatur dengan peraturan
tata tertib DPRD dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD, akan berakibat tidak
adanya mekanisme yang dapat mengontrol penggunaan keuangan DPRD.
Ad 4
Sebagian besar dana daerah terserap untuk pembiayaan
eksekutif fdan legislative daerah sehingga sedikit dana yang tersisa untuk
kegiatan pelayanan. Salah satu penyebab adalah dibebaskannya daerah untuk
menyusun SOTK-nya sendiri-sendiri menurut PP….Bagi daerah yang memakai
paradigma lama memproliferasi kelembagaan ditambah dengan tingkat eselonisasi
yang meningkat satu tingkat serta meningkatnya sarana pendukung yang diperlukan
akan overhead cost yang tinggi.
Ad 5.
Rencana alokasi dana dalam APBD yang mencerminkan kebijakan
daerah sering disusun secara kurang transparan dan kurang melibatkan
partisipasi masyarakat sehingga sering menimbulkan protes masyarakat. Selain
daripada itu pembahasan penyusunan RAPBD belum dilakukan secara tervuka
sebagaimana diamantkan UU, PP dan peraturan-peraturan lainnya.
Belum disusunnya APBD berdasarkan pendekatan anggaran kinerja
sebagaimana di atur dalam….serta belum adanya system akuntansi keuangan daerah
yang menghasilkan laporan keuangan yang transparan mengakibatkan belum
terciptanya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Ad 6
Walaupun dlam UU No 23 Tahun 2014 mengatur mengenai hal
tersebut namun dalam praktek tidak ada kejelasan mekanisme dari penganggaran
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Malah akhir-akhir ini berkembang pembiayaan
melalui jalur dekonsentrasi, walaupun pemanfaatan dana tersebut membiayai
urusan otonomi daerah. hal ini disebabkan oleh tidak diserahkannya DIP sectoral
yang sebelumnya dialokasikan ke Kanwil dan Kandep. Penyerahan P3D (Pembiayaan,
personil, peralatan dan dokumen) tidak diikuti oleh penyerahan DIP-nya.
Ad 7
DAK masih terbatas untuk kegiatan reboisasi, sedangkan banyak
hal-hal yang sangat memerlukan pembiayaan melalui DAK untuk membantu daerah
dalam program-program khusus, seperti kemiskinan, program peningkatn kapasitas
daerah dan lain-lain.
Ad 8.
Manajemen dan pemanfaatan asset daerah masih sangat rendah.
Sangat diperlukan adanya peningkatan kapasitas daerah dan pengaturan mengenai
pengelolaan asset daerah.
Ad 9.
Walaupun departemen keuangan telah menerbitkan kebijakan
tentang pinjaman daerah, namun masih memerlukan sosialisasi yang intensif untuk
mewujudkan kejelasan mengenai mekanisme untuk pinjaman daerah, terutama yang
berasal dari negara donor.
Ad 10.
Belum terdapat kejelasan mengenai pengaturan mekanisme
investasi di daerah, ditandai dengan belum Nampak kejelasan antara peran pusat
dan daerah dalam pengelolaan investasi di daerah.
Ad 11.
Adanya ketentuan yang memisahkan anggaran eksekutif dngan
legislative telah menimbulkan penafsiran bahwa masingmasing berhak untuk
mendapatkan alokasi anggaran . Sering muncul tuntutan persamaan jumlah alokasi
anggaran. Akibatnya dana daerah banyak habis untuk overhead cost birokrasi baik
politik maupun karir yang ada di lingkungan Pemda.
¥
Masalah-masalah demikian masih dapat
di ulas sekian Panjang/banyak, dari sekian pakar, sebagaimana misalnya rencana
Munas Apkasi tanggal 24 Juni 2020 yang akan datang. Dalam rapat mereka pada
bulan februari yang lalu, permasalahn
menyangkut perimbangan keuangan pusat dan daerah kembali mengemuka. Prof Ryaas Rasyid sendiri
menyatakan dalam Munas tersebut akan dijawab; apakah selama ini sudah sesuai
harapan atau belum? Sudah benar alokasi dana di beberapa sektor atau belum?
PERTANYAAN
·
Tuliskan
masalah-masalah/hal-hal yang saudara tidak pahami dari materi/bahan kuliah di
atas di WA.
·
APBD
yang benar atau sehat menurut Saudara, modelnya seperti apa? Jelaskan secara
logis dan sistimatis
·
Apa
yang saudara ketahui tentang pemekaran daerah? jelaskan secara singkat.
Cat:
Tugas saudara belum saya terima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar