Minggu, 26 April 2020

MK VI, HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH



MK VI, HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
KULIAH KE-6, 27 April 2020, jam 08.30 sd 10.15
JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA
PENGASUH; REINHARD HUTAPEA
PENGELOLAAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
Sri Mulyani Indrawati dalam workshop  nasional legislatif partai Golkar, 04 des 2017 di Merlynn Park htl, Jakarta menyanyi/nyerocos….”daerah-daerah masih terlambat menyusun APBD, yang seharusnya harus berbarengan dengan APBN….mayoritas APBD dibelanjakan untuk gaji pegawai…belum ada standard program kegiatan dari APBD…ada daerah yang memiliki 600 program, pada hal uangnya sedikit…sudah pasti dananya habis untuk panitia program….tumpang tindih APBD – APBN, antara Kementerian dan Lembaga yang masih melaksanakan fungsi, yang seharusnya sudah didelegasikan ke daerah…dll-dll…..
Pada kuliah ke lima telah diuraikan Anatomi Hubungan Pusat-Daerah, dengan tekanan kepada manajemen pemerintahan, yakni bagiamana koordinasi, kerjasama, dan pengawasan. Dalam kuliah ke enam ini akan diuraikan “Pengelolaan Keuangan Pusat dan Daerah”, yang di atur pada Pasal 293 dan Pasal 330, UU No 23 Tahun 2014. Sebagai implementasi, perincian, atau penjabaran lebih detil kedua pasal ini, telah dituangkan ke dalam PP No 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan keuangan daerah.
Beberapa pokok pikiran dari PP No 12 Tahun 2019, antara lain adalah ;
1.      Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.
2.      Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggung jawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah.
3.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapka dengan undang-undang
4.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda.
5.      Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah
6.      Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
7.      Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenan.
8.      Dana Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN ke Daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
9.      Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun non fisik yang merupakan urusan Daerah
10.  Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN  yang dialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
11.  Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
12.  Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
13.  Belanja Daerah adalah semua kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenan.
14.  Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bekenan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya
15.  Pinjaman Daerah adalah…….
16.  Utang Daerah adalah…..
Keuangan daerah (pasal 2) meliputi;
a)      Hak Daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.
b)      Kewajiban Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan Daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.
c)      Penerimaan Daerah.
d)      Pengeluaran Daerah.
e)      Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan daerah yang dipisahkan, dan/atau
f)       Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah dan/atau kepentingan umum.
¥
Bagaimana implementasi atau prakteknya selama ini? Sudahkah sesuai dengan apa yang tertulis dalam PP, UU, dan atau khususnya UUD 1945, sehingga tujuan pemerintahan atau negara sudah semkin dekat, atau malah makin jauh?. Jawabannya tidak hitam putih, tidak sederhana/simple, melainkan bervariasi tergantung dari sudut mana melihatnya.
Masalah-Masalah Mendasar
Sebagai pembahasan awal, tiga peneliti otonomi daerah, yakni Dr Oentarto SM, Dr I Made Suwandi, M.Soc, Sc, dan Drs Dodi Riyadmadji, MM, pada tahun 2004, mengemukakan pendapatnya, betapa implementasi penataan keuangan pusat – daerah ini masih penuh masalah. Masalah-masalah tersebut adalah:
1.      Konflik penguasaan kewenangan yang menghasilkan penerimaan.
2.      Keuangan Daerah yang kurang mencukupi.
3.      Kurangnya kepatuhan pada peraturan dan lemahnya penegakan hokum.
4.      Overhead cost Pemda yang tinggi.
5.      Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan APBD.
6.      Kurangnya kejelasan system pembiayaan melalui Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
7.      Terbatasnya pemanfaatan Dana Alokasi Khusus.
8.      Kurangnya manajemen asset
9.      Belum dimanfaatkannya Mekanisme Pinjaman.
10.  Kebijakan investasi daerah yang belum jelas.
11.  Pemisahan keuangan eksekutif dengan legislative.
Ada 1
Permasalahan actual yang dihadapi dalam aspek keuangan dalam masa ini adalah timbulnya kecenderungan rebutan kewenangan antar tingkatan pemerintahan untuk memperoleh sumber-sumber keuangan yang berasal dari kewenangan tersebut. Kewenangan-kewenangan yang menghasilkan sumber penerimaan cenderung banyak bermasalah, sedangkan kewenangan yang kurang mengasilkan penerimaan cenderung untuk dihindari. Sebagai contoh pelayanan Rumah Sakit Jiwa dan Rumah Sakit Kusta cenderung untuk saling lempar tanggung jawab untuk penanganannya.
Ad 2
Otonomi daerah yang luas dijadikan argument utama untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan daerah. akibatnya muncul berbagai pungutan daerah yang tidak jelas korelasinya dengan pelayanan yang diberikan. Pungutan tersebut akan menyebabkan economic inefficiency yang nantinya dibebankan ke konsumen ataupun menyebabkan kurang kompetitifnya ekonomi daerah dan nasional.
Ad 3
Meski sudah ada peraturan (UU, PP dsbnya) yang mengatur kedudukan keuangan dari kepala daerah dan DPRD, sebagian besar dari mereka tidak mengikuti pembiayaan yang ditetapkan oleh peraturan tersebut, karena menganggap bahwa otonomi berarti daerah dapat melakukan apa saja yang sesuai dengan keinginan mereka.
Ketentuan DPRD mempunyai hak menentukan anggaran belanja DPRD diterjemahkan sebagai pengaturan khusus yang dapat diartikan bahwa mereka dapat menentukan anggaran sesuai dengan keinginan tanpa Batasan dan tidak perlu dilakukan pembahasan dengan pihak eksekutif. Pada hal APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan, belanja dan pembiayaan, di mana di dalam belanja tergambar pengeluaran unuk penghasilan tetap dan penunjang kegiatan DPRD.
Seharusnya hak untuk menentukan anggaran belanja DPRD diterjemahkan sebagai aturan dasar mengenai hak keuangan dan kewajiban setiap anggota DPRD jika menggunakan dana APBD yang perlu di atur dalam tata tertib DPRD. Selain daripada itu ketentuan ini juga sebagai dasar hokum yang memberikan kewenangan kepada DPRD mengatur penggunaan belanja berdasarkan pagu yang ditetapkan, bukan di atur oleh pihak eksekutif.
Hak menentukan anggaran DPRD yang diatur dengan peraturan tata tertib DPRD dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD, akan berakibat tidak adanya mekanisme yang dapat mengontrol penggunaan keuangan DPRD.
Ad 4
Sebagian besar dana daerah terserap untuk pembiayaan eksekutif fdan legislative daerah sehingga sedikit dana yang tersisa untuk kegiatan pelayanan. Salah satu penyebab adalah dibebaskannya daerah untuk menyusun SOTK-nya sendiri-sendiri menurut PP….Bagi daerah yang memakai paradigma lama memproliferasi kelembagaan ditambah dengan tingkat eselonisasi yang meningkat satu tingkat serta meningkatnya sarana pendukung yang diperlukan akan overhead cost yang tinggi.
Ad 5.
Rencana alokasi dana dalam APBD yang mencerminkan kebijakan daerah sering disusun secara kurang transparan dan kurang melibatkan partisipasi masyarakat sehingga sering menimbulkan protes masyarakat. Selain daripada itu pembahasan penyusunan RAPBD belum dilakukan secara tervuka sebagaimana diamantkan UU, PP dan peraturan-peraturan lainnya.
Belum disusunnya APBD berdasarkan pendekatan anggaran kinerja sebagaimana di atur dalam….serta belum adanya system akuntansi keuangan daerah yang menghasilkan laporan keuangan yang transparan mengakibatkan belum terciptanya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Ad 6
Walaupun dlam UU No 23 Tahun 2014 mengatur mengenai hal tersebut namun dalam praktek tidak ada kejelasan mekanisme dari penganggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Malah akhir-akhir ini berkembang pembiayaan melalui jalur dekonsentrasi, walaupun pemanfaatan dana tersebut membiayai urusan otonomi daerah. hal ini disebabkan oleh tidak diserahkannya DIP sectoral yang sebelumnya dialokasikan ke Kanwil dan Kandep. Penyerahan P3D (Pembiayaan, personil, peralatan dan dokumen) tidak diikuti oleh penyerahan DIP-nya.
Ad 7
DAK masih terbatas untuk kegiatan reboisasi, sedangkan banyak hal-hal yang sangat memerlukan pembiayaan melalui DAK untuk membantu daerah dalam program-program khusus, seperti kemiskinan, program peningkatn kapasitas daerah dan lain-lain.
Ad 8.
Manajemen dan pemanfaatan asset daerah masih sangat rendah. Sangat diperlukan adanya peningkatan kapasitas daerah dan pengaturan mengenai pengelolaan asset daerah.
Ad 9.
Walaupun departemen keuangan telah menerbitkan kebijakan tentang pinjaman daerah, namun masih memerlukan sosialisasi yang intensif untuk mewujudkan kejelasan mengenai mekanisme untuk pinjaman daerah, terutama yang berasal dari negara donor.
Ad 10.
Belum terdapat kejelasan mengenai pengaturan mekanisme investasi di daerah, ditandai dengan belum Nampak kejelasan antara peran pusat dan daerah dalam pengelolaan investasi di daerah.
Ad 11.
Adanya ketentuan yang memisahkan anggaran eksekutif dngan legislative telah menimbulkan penafsiran bahwa masingmasing berhak untuk mendapatkan alokasi anggaran . Sering muncul tuntutan persamaan jumlah alokasi anggaran. Akibatnya dana daerah banyak habis untuk overhead cost birokrasi baik politik maupun karir yang ada di lingkungan Pemda.
¥
Masalah-masalah demikian masih dapat di ulas sekian Panjang/banyak, dari sekian pakar, sebagaimana misalnya rencana Munas Apkasi tanggal 24 Juni 2020 yang akan datang. Dalam rapat mereka pada bulan februari yang lalu, permasalahn menyangkut perimbangan keuangan pusat dan daerah kembali mengemuka. Prof Ryaas Rasyid sendiri menyatakan dalam Munas tersebut akan dijawab; apakah selama ini sudah sesuai harapan atau belum? Sudah benar alokasi dana di beberapa sektor atau belum?

PERTANYAAN
·         Tuliskan masalah-masalah/hal-hal yang saudara tidak pahami dari materi/bahan kuliah di atas di WA.
·         APBD yang benar atau sehat menurut Saudara, modelnya seperti apa? Jelaskan secara logis dan sistimatis
·         Apa yang saudara ketahui tentang pemekaran daerah? jelaskan secara singkat.
Cat:
Tugas saudara belum saya terima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar