MK VIII,
HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
KULIAH VIII,
11 MEI 2020, JAM 08.30 SD 10.15
JURUSAN
PEMERINTAHAN, FISIPOL UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
∏
PENDAHULUAN/PENGANTAR KULIAH
Pada kuliah ke-8 ini akan diuraikan
“Pengawasan Pemerintahan Pusat terhadap Pemerintahan Daerah”. Akan dijelaskan
secara teoritik dan praktik. Secara teoritik akan diambil dari bukunya Josef Riwu Kaho, staf pengajar Fisipol UGM, Analisis Hubungan Pemerintahan Pusat
dan Daerah di Indonesia,
Pol-Gov, Fisipol UGM, 2012, yang akan menerangkan;
Ø Arti/definisi pengawasan.
Ø Sumber dan faktor yang mempengaruhi
pengawasan.
Ø Tujuan pengawasan
Ø Metode dan landasan pengawasan
Sedangkan secara praktik akan dihubungkan dengan:
1. UUD 1945, pasal 18,
2. UU No 23 Tahun 2014,
3. PP No 12 Tahun 2017, dan
4. Praksis-empiriknya
Akan di mulai dari konsep/tulisan Josef Riwu Kaho dibawah ini
(HAL 303-308).
HUBUNGAN PENGAWASAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
Di samping
persoalan yang menyangkut isi otonomi atau hubungan
kewenangan dan keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka hubungan kekuasaan antara
Pemerintah Pusat dengan Daerah
menyangkut pula pengawasan, yang tidak dapat tidak, harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap hak dan wewenang
setiap Daerah untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Di dalam
suatu Negara Kesatuan
dengan azas desentralisasi, hak dan kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri,
sekali-kali tidak boleh mengakibatkan rusaknya hubungan antara Negara dengan Daerah-
Daerahnya sebagai suatu
Negara Kesatuan. Oleh karena itu, hubungan
kekuasaan yang harmonis dan tepat antara Pemerintah Pusat dengan Daerah-Daerah harus ada dan terpelihara, sehingga
dengan demikian dapat dicapai keleluasaan-keleluasaan bagi
tiap-tiap Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan
Daerahnya, disamping tetap dapat terpeliharanya Negara
itu sebagai kesatuan
yang utuh dan harmonis. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Pusatlah
yang membentuk Daerah, karena itu eksistensinya
tergantung pada Pemerintah Pusat. Dengan perkataan lain Daerah merupakan ”subordinasi” dari Pusat.
Di Negara- negara yang sudah maju, walaupun Daerah-daerah itu telah memiliki otonomi yang cukup luas,
tetapi Daerah-daerah ini tidaklah sepenuhnya bebas dari pengawasan Pemerintah. Banyak keputusan-keputusan politik pada tingkat
Daerah, khususnya yang menyangkut keuangan
Daerah misalnya dan program-program
pembangunan Daerah, harus dikaitkan dengan kebijakan-kebijakan dan
program-program Pemerintah Pusat.
Alasan-alasan diadakannya pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat
terhadap Daerah-daerah dapat
dikaitkan dengan hal- hal
sebagai berikut:
(a)
to maintain minimum
standards in the performance of services by local
authorities;
(b) to maintain of standard of administration as well as coordinate administration between and among various
levels of government;
(b) to protect the citizens against
the abuse of powers by local authorities;
(d) to
control local expenditures as part of the management and planning of the national economy;
(e)
to wield and
integrate the diverse
people into a nation.1
Sebagai akibatnya maka Pemerintah harus menetapkan dan menjaga/
mempertahankan standard
minimum dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat oleh Pemerintah Daerah. Dengan demikian,
kualitas atau mutu pelayanan
akan tetap terpelihara dengan baik. Demikian juga halnya dengan standard minimum
administrasi harus ditetapkan agar keseragaman dan kontinuitas dapat terjamin. Sebab itu maka penentuan
standard secara nasional akan dapat
membantu mendorong adanya perlakuan yang sama terhadap rakyat di Daerah yang memerlukan pelayanan dari Pemerintah Daerah, seperti halnya dengan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat
kepada masyarakat secara
umum. Pengawasan yang dilakukan
oleh Pemerintah Pusat dapat menghasilkan
koordinasi antara pelbagai tingkatan pemerintahan, khususnya antara pejabat-pejabat Daerah yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Menjaga atau melindungi warga negara dari perlakuan yang sewenang-wenang
dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat-pejabat Daerah,
merupakan salah satu tujuan daripada pengawasan yang dilakukan
oleh Pemerintah Pusat.
Dengan demikian maka Pemerintah Pusat
telah membuka kesempatan bagi warga masyarakat untuk menyampaikan keluhan-keluhannya dan berbarengan dengan itu mengawasi serta
menetapkan sanksi-sanksinya dengan
paling sedikit dapat mengurangi dan maksimal dapat meniadakan penyalahgunaan
kekuasaan tersebut.
Selanjutnya
Pemerintah Pusat harus juga memberikan pengarahan bagi Daerah dalam hal mengadakan pengeluaran-pengeluaran, agar disesuaikan dengan kebijakan-kebijakan pembangunan
ekonomi sosial. Hal ini dilakukan karena pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan
oleh Pemarintah Daerah mempunyai dampak dan pengaruh yang luas terhadap
perkembangan ekonomi nasional secara keseluruhan. Pengendalian
terhadap inflasi misalnya merupakan
tugas dari Pemerintah Pusat.
Akhirnya pengawasan yang dilakukan adalah
untuk mempersatukan Rakyat yang mempunyai
pelbagai macam perbedaan-perbedaan,
baik dalam bahasa,
suku bangsa, agama, dan lain-lain, sehingga tetap
merupakan bangsa yang
utuh dan kuat.2
Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Daerah-
daerah
bersumber pada beberapa
sebab yaitu sebab-sebab historis, sosial ekonomi dan politis.
Dengan
mempelajari sejarah, maka akan dapat
diketahui sebab-sebab timbulnya kecenderungan ke arah pengawasan yang ketat oleh Pemerintah
Pusat. Di masa yang lalu,
sentralisasi merupakan suatu
kecenderungan yang umum yang disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu alasan adalah
timbulnya keinginan untuk
mempersatukan wilayah dan
Rakyat yang berbeda-beda itu
ke dalam suatu Negara-bangsa (nation-state) yang kokoh dan kuat. Alasan lainnya ialah usaha-usaha sentralisasi sangat menarik perhatian bagi
pertumbuhan kota-kota besar
yang lebih maju pembangunannya dibandingkan dengan bagian-bagian lain dari wilayah Negara. Selanjutnya, karena
ketidakmampuannya atau karena terpaksa, maka Pemerintah-Pemerintah
Daerah, khususnya di Negara-negara yang sedang berkembang, tidak menuntut agar
diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan otonomi
Daerah. Selama bertahun-tahun
Pemerintah-Pemerintah Daerah di beberapa Negara yang sedang
berkembang telah memberikan peluang dan memungkinkan Pemerintah Pusat untuk mendominasinya. Demikian juga halnya dengan
adanya kepribadian yang kuat dari pejabat-pejabat eksekutif tingkat Pusat,
yang kemudian didukung oleh penguasaan sumber-sumber daya baik ekonomi,
militer dan politik,
telah menyebabkan unit-unit pemerintahan
Daerah berada di bawah pengawasannya.
Akhirnya pengaruh tatanan kolonial di masa lampau
juga memainkan peranan yang
penting sekali dalam
menentukan hubungan antara
Pusat dan Daerah, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang.
Sistem
sentralisasi ala Perancis
dalam pemerintahan Daerah
merupakan suatu model yang sangat menguntungkan penjajah untuk
diterapkan di daerah-daerah jajahannya. Memang benar telah
terjadi perubahan- perubahan
secara bertahap sesuai dengan berkembangnya
kesadaran untuk memberikan lebih
banyak kekuasaan/ wewenang
bagi unit-unit Pemerintahan Daerah, namun demikian masih terdapat anggapan bahwa satuan-satuan Pemerintah
Daerah hanyalah merupakan sub- ordinasi semata-mata dari Pemerintah Pusat
seperti halnya Filipina serta si beberapa
Negara bekas jajahan
lainnya, pada dasarnya
bentuk pemerintahan Daerahnya masih
tetap mengikuti pola-pola Pemerintah Daerah semasa penjajahan.3
Selain sebab-sebab historis diatas, maka
sebab-sebab sosial ekonomis yang dimaksudkan adalah keadaan ekologi
dari suatu Daerah.
Semakin terbelakang suatu Daerah,
maka semakin besar
pula hasrat Pemerintah Pusat untuk mengawasinya agar dengan demikian
maka sumber daya yang ada di Pusat
dapat diarahkan dan dibagikan ke Daerah tersebut. Sehubungan dengan itu, maka dapatlah dikatakan dijalankannya pengawasan adalah
untuk :
(a)
meredistribusikan sumber daya nasional
secara lebih merata;
(b)
mendorong atau memajukan pembangunan di Daerah-daerah, terutama
di Daerah-daerah yang pembangunannya
sangat ketinggalan.
Sehubungan dengan itu maka Adelman dan Morris
mengatakan sebagai berikut :
“Among countries at this low stage of socio-economic growth,
a movement from very low to somewhat higher levels of development is typically accompanied by greater
centralization of political
power……
There is also historical evidence that politically more unified countries tended to perform
better economically”4
Disamping pembangunan ekonomi maka kebudayaan dan
sikap daripada Rakyat suatu Negara
juga ikut memberikan warna bagi pengawasan oleh Pemerintah Pusat. Sistem keluarga atau paternalistik yang uniter yang tumbuh
dalam masyarakat, senantiasa akan menampakkan
dirinya dalam hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Nilai budaya yang berorientasikan ke atas akan mendorong dan memperkuat
pengawasan yang dilakukan oleh Pusat.
Demikian juga halnya dengan tingkat pendidikan rakyat, mempunyai
korelasi dengan pengawasan oleh Pemerintah Pusat. Sistem keluarga atau paternalistik yang uniter tumbuh dalam masyarakat, senantiasa akan menampakkan dirinya
dalam hubungan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dalam pemerintahan
Daerah memerlukan latihan-latihan, persiapan-persiapan dan pengalaman.
Karena rakyat di Daerah rendah pengetahuan, kurang pengalamannya, rendah kecakapan
dan keterampilannya dalam pemerintahan, maka terbukalah
peluang bagi Pemerintah Pusat untuk mencampuri urusan-urusan
yang bersifat lokal dan mendorong semakin kuatnya pengawasan oleh Pusat.
Sifat sistem poliitk
juga sangat besar
pengaruhnya pada hubungan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Pada umumnya tingkatan otonomi
Daerah
berbeda-beda antara Negara yang satu dengan yang lainnya yang sistem politiknya berlainan. Pola hubungan politik
yang demikian ini dapat ditinjau dari dua segi yaitu
keanggotaan dalam partai
politik atau organisasi dan kekuatan
partai-partai tersebut pada tingkat nasional, baik dalam bidang eksekutif maupun legislatif. Melalui
partai atau organisasi politik yang
ada, dapat dijamin
adanya penyesuaian dengan
Pusat atau paling
tidak dengan tujuan partai atau organisasi. Disamping itu di Daerah
ditemukan pula organisasi-organisasi
atau assosiasi-assosiasi perangkat Daerah, dimana melalui
assosiasi-assosiasi atau organisasi-organisasi ini Pemerintah
Pusat saling menukar informasi dan masalah-masalah yang dihadapi masing-masing pihak. Di Negeri
Belanda misalnya terdapat Union of Netherlands Municipalities, di Swedia
terdapat The Swedish
Association of Local Authorities, Association
of Municipal Corporations di Inggris dan Wales. Assosiasi-assosiasi ini merupakan juru bicara dalam bidang politik dari aparatur Daerah. Di Inggris
dan Wales, Association
of Municipal Corporations seringkali mengirimkan wakil-wakil dalam lembaga-lembaga Nasional.
Afiliasi terhadap
partai atau organisasi oleh pejabat-pejabat Daerah
dapat pula menentukan sifat pengawasan yang dilakukan oleh Pusat
terhadap Daerah. Di beberapa Negara, pejabat-pejabat Daerah yang dipilih oleh Rakyatnya masing-masing dapat menjadi anggota
Dewan Perwakilan
Rakyat Pusat. Dengan demikian secara tidak langsung mereka dapat
mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil oleh badan legislatif Pusat tersebut karena keanggotaan rangkapnya itu.
Bagaimana dengan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat terhadap Daerah-Daerah di Indonesia?
Berbicara mengenai
pengawasan terhadap Daerah-Daerah di Indonesia kita tidak dapat melepaskan
diri dari tidak membicarakan landasan dari pengawasan itu sendiri. Landasan
pengawasan terhadap Daerah pada
umumnya dapat ditemukan dalam peraturan perundang- undangan yang
berlaku. De Guzman
dan Pacho mengatakan bahwa:
“There are three bases
of formal Central
control over local
authorities namely: a) constitutional, b) statutory, c) executive orders
including administrative regulation.
Dari apa yang dikatakan di atas, maka landasan dari pengawasan
oleh Pemerintah Pusat terhadap Daerah-Daerah
dapat ditemukan dalam alinea IV Pembukaan
UUD 1945, serta dalam pasal 1 ayat (1)
UUD 1945 (sebelum diamandemen), pasal 4, 5, 10, 11,
12, 13, 14,
15, 17, dan
pasal 18 UUD 1945
(sebelum diamandemen). Sedangkan dalam UUD 1945 setelah diamandemen, terdapat dalam
pasal pasal 1 ayat (1),
pasal 4, 5, 10, 11, 12, 14, 15, 17, 18, 18A, 18B.
Intisari
dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas adalah bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan. Kekuasaan untuk
menjalankan pemerintahan dan tanggungjawab dalam menjalankannya berada dalam
tangan Presiden. (Concentration of power and
responsibility upon the President).
∏
Setelah arti, definisi, latar belakang, sumber/faktor yang
mempengaruhi, tujuan, dan landasan pengawasan diuraikan, selanjutnya akan
diteruskan kepada “legalitas, dasar hukum, atau justifikasi”, yang didasarkan
kepada pasal 18 UUD 1945, yang merupakan landasan strategis-filosofis, UU No 23
Tahun 2014, tentang Pemerintahan daerah, dan atau khususnya PP No 12 Tahun 2017
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Dalam kuliah-kuliah sebelumnya,
landasan konstitusional (Pasal 18 UUD 1945), dan landasan operasional (UU No 23
tahun 2014) telah dijelaskan secara runtut, oleh karena itu tidak diulangi lagi.
Selanjutnya yang akan dijelaskan adalah penjabaran lebih detil dari UU No 23
tahun 2014 tentang pembinaan dan pengawasan, pada PP No 12 Tahun 2017.
Pada PP No 12 Tahun 2017 ini telah
dijelaskan, apa yang dimaksud dengan pembinaan, pengawasan, pelaksana,
koordinasi, ruang lingkup, dan lain-lain. Sebagian dari isi UU tersebut akan
ditulis dibawah ini;
Pasal 1,
tentang pengertian Pembinaan, Pengawasan, dan Aparatur pelaksana. Pada pasal
ini dikatakan:
1. Pembinaan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukan untuk
mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan Pemerintahan daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan republik Indonesia.
2. Pengawasan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah adalah usaha, tindakan, adan kegiatan yang ditujukan untuk
mengawasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan
efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
3. Aparat Pengawas Internal Pemerintah
yang selanjutnya disingkat APIP adalah Inspektorat Jenderal kementerian, unit
pengawas Lembaga pemerintah non kementerian, inspektorat provinsi, dan
inspektorat kabupaten/kota.
Pasal 2,
tentang pelaksanaan dan koordinasi. Pada pasal ini dikatakan:
1. Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara nasional dikoordinasikan oleh
Menteri
2. Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam
rangka mendukung pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3. Pasal
ini adalah penjabaran lebih lanjut dari pasal 2, yakni tentang pelaksanaan dan
koordinasi;
1. Pembinaan penyelenggaraan
Pemerintahan daerah (a) provinsi dilaksanakan oleh, 1. Menteri, untuk pembinaan
umum, dan, 2. Menteri teknis/kepala Lembaga pemerintah non kementerian untuk
pembinaan teknis. (b) kabupaten kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat untuk pengawasan Umum
dan teknis.
2. Pembinaan Umum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a angka 1 dan huruf b, meliputi[1]:
3. Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a angka 2 dilakukan terhadap teknis penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang diserahkan ke Daerah provinsi dan pembinaan teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap teknis penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang diserahkan ke daerah kabupaten/kota.
4. Dalam melakukan pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dibantu
oleh perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
5. Dalam hal melakukan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat → a belum mampu melakukan pembinaan umum dan teknis, Menteri
dan Menteri teknis, kepala lembaga pemerintah non kementerian melakukan
pembinaan penyelenggaran Pemerintahan Daerah kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing dengan berkoordinasi kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat → b. tidak melakukan pembinaan umum
dan teknis Menteri dan Menteri teknis, kepala Lembaga pemerintah non
kementerian melakukan Pembinaan Penyelenggaraan Pemerntahan Daerah
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing.
6. Dalam hal melaksanakan kewenangan
Pembinaan Umum terdapat keterkaitan dengan kewenangan pembinaan teknis, Menteri
mengadakan koordinasi dengan Menteri teknis/kepala Lembaga pemerintah non
kementerian.
7. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (b) dilakukan dengan aspek perencanaan, penganggaran, pengorganisasian,
pelaksanaan, pelaporan, dan evaluasi.
Pasal-pasal demikian masih dapat
diuraikan lebih mendetail pada PP No 12 Tahun 2017 demikian, dan para mahasiswa
agar membacanya keseluruhan. Yang jelas PP ini jauh lebih lengkap dari PP-PP
sebelumnya. Masalah atau pertanyaannya adalah:….meski PP demikian sudah lebih
baik, apakah pengawasan juga sudah semakin baik?.
Mahasiswa silakan menjawabnya lebih
jauh. Sebagian jawaban sudah ada pada kuliah-kuliah sebelumnya betap pengawasan
itu masih jauh dari harapan, sebab:
·
Pelayanan
masyarakat/publik tetap belum responsif
·
banyaknya
Perda-Perda yang bermasalah,
·
banyaknya kepala-kepala daerah yang korupsi,
plus DPRDnya,
·
Semangat
kedaerahan yang tak terkendali
Kasus teranyar yang membuktikan
pengawasan itu masih jauh dari semestinya adalah pembangkangan Pemda-Pemda
untuk mengikuti instruksi Peraturan Menteri Keuangan Keuangan, PMK No 35 Tahun
2020 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020
dalam rangka Penanganan Pandemi Covid-19.
Dari 457 Pemda yang sudah melaporkan
realokasi APBD untuk penanganan Covid-19, 380 diantaranya belum melakukan instruksi
pemangkasan anggaran belanja, sebagaimana tertuang dalam PMK No 35 Tahun 2020.
Dalam PMK tersebut, dikatakan rasionalisasi belanja barang dan jasa
sekurang-kuranya 50%. Kemudian rasionalisasi belanja modal sekurang-kurangnya
50% juga.
Akibat pembangkangan demikian, 380 Pemerintah Daerah,
baru mendapat transfer DAU sekitar 65%. Sementara sisanya (35%) belum di transfer
karena daerah itu belum mematuhi mandat PMK No 35 Tahun 2020 (Kompas, 4 Mei
2020). …… Bagaimana bisa
terjadi seperti itu?......berikan tanggapan saudara via WA……
Medan,
11 Mei 2020
[1] A.
pembagian urusan pemerintahan, B. kelembagaan daerah, C. kepegawaian pada
Perangkat Daerah, D. keuangan daerah, E. pembangunan daerah, F. pelayanan
public di daerah, G. kerjasama daerah, H. kebijakan daerah, I. kepala daerah
dan DPRD, J. bentuk pembinaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar