BK PHA V, POLITIK HUKUM AGRARIA
KULIAH V, SENIN, 2 NOVEMBER 2020, JAM 08.30 – 10.30
JURUSAN ; PEMERINTAHAN FISIPOL UDA
PENGASUH; REINHARD HUTAPEA
Pengantar
Baca dengan seksama kuliah ke lima ini, sebab inilah dasar, prinsip dan asas-asas hukum agraria/pertanahan kita
CAT: Bahan untuk kuliah ke lima ini diambil dari “I Ketut Sudiarta SH MH dkk, 2017, Hukum Agraria, FH Unud, Denpasar”.
∏
HUKUM TANAH NASIONAL
Dalam kajian beberapa literatur, dapat dijumpai ada 3(tiga)
nilai dasar yang berfungsi sebagai pengarah dan acuan dalam
pembentukan dan pelaksanaan hukum, yaitu1:
1. Kepastian hukum
2. Nilai dasar keadilan; dan
3. Nilai kemanfaatan
Jika dikaitkan dengan sejarah pembentukan dan substansi
pengaturan dalam UUPA, nampak jelas ketiga nilai-nilai tersebut
diatas diacu sebagai pengarah dan acuan dalam pembentukannya.
Penjelasan dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960,
menjelaskan bahwa usaha untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur memang memerlukan ikut sertanya semua manusia
dalam semua bidang kehidupan seperti ekonomi, politik hukum
dan sosial budaya. Hukum Agraria Nasional sebagai salah satu
bidang hukum merupakan alat untuk tercapainya tujuan tersebut.
Hal ini sudah jelas dinyatakan dalam dasar hukum dari politik
hukum agraria nasional, yaitu Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa penggunaan
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya harus
diarahkan bagi tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat,
baik perseorangan maupun masyarakat secara keseluruhan.
Ketentuan hukum agraria nasional sebagaimana yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan UUPA,
merupakan dasar bagi politik hukum agraria nasional. Oleh
karena ketentuan-ketentuannya hanya berupa pokok-pokok atau
asas-asasnya saja. Sedangkan kelengkapannya diserahkan pada
perkembangan dan kebutuhan masyarakat dalam bidang
keagrariaan.
4.1 Hukum Adat Sebagai Dasar Berlakunya Hukum Tanah
Nasional
Beberapa pakar menentukan hukum adat yang menjadi
dasar berlakunya hukum agraria nasional, seperti yang
dikatakan oleh Boedi Harsono, Hazairin dan Sudiman
Kartohadiprodjo2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Pasal 5 nya menentukan, hukum agraria yang berlaku atas
bumi, air, dan ruang angkasa adalah hukum adat.
Selanjutnya ketentuan tersebut menetapkan syarat-syarat
hukum adat yang menjadi dasar hukum agraria yaitu:
1. tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa;
2. tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang
tercantum dalam UUPA;
3. tidak bertentangan dengan perturan perundang-undangan
lainnya.
Mengacu pada ketentuan Pasal 5 UUPA secara hukum
kedudukan hukum adat berada pada posisi yang penting
dalam tatanan sistem hukum agraria nasional. Namun dalam
kenyataannya berbagai masalah muncul dalam menentukan
dan mengaktualisasikan hukum adat yang menjadi dasar
hukum agraria nasional
4.2 Tujuan Hukum Agraria Nasional
Upaya untuk meletakan dasar bagi pendayagunaan
obyek hukum agrarian yaitu Bumi, Air, Ruang Angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tahun
1960 telah diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960(UUPA) dikatakan
sebagai hukum agraria nasional karena UUPA memenuhi dua
kriteria. Pertama, secara formal UUPA dibuat oleh lembaga
legislative yaitu DPR bersama Presiden sebagai pembentuk
Undang-Undang. Kedua, substansi UUPA secara materiil
memenuhi syarat sebagai hukum nasional, oleh karena:
1. Isi UUPA merupakan penjelmaan dari sila-sila Pancasila.
Hal ini sesuai dengan kedudukan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum Indonesia.
Konsekuensinya peraturan hukum tidak boleh
bertentangan dengan prinsip Pancasila. Didalam UUPA
sebagai penjelmaan dari :
a. Sila Ketuhanan Yan Maha Esa adalah ketentuan
pasal 1 ayat 2 UUPA mengenai pengakuan bahwa
BARA +K sebagai karuania Tuhan.
b. Sila Kemanusiaan adalah Pasal 2 tentang hak
menguasai Negara atas BARA +K, Pasal 4 tentang
kemungkinan bagi perseorangan untuk mempunyai
hak atas tanah, Pasal 6 tentang Keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat.
c. Sila Persatuan Indonesia adalah Pasal 9 ayat 1 hanya
warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak
milik atas tanah.
d. Sila Kerakyatan dan keadilan social adalah Pasal 9
ayat 2 bahwa semua orang secara demokratis
mempunyai kesempatan yang sama untuk mempunyai
hak atas tanah. Setiap orang harus memperoleh
manfaat dari hasil tanahnya secara adil.
2. Ketentuan UUPA harus sesuai dengan kesadaran hukum
masyarakat. Untuk inilah UUPA menjadikan hukum adat
sebagai dasar pembentukannya.
3. Tujuan UUPA harus sesuai dengan tujuan bangsa
Indonesia yang ada dalam UUD 1945. Dalam hal ini UUPA
jelas bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan
makmur.
Dengan adanya hukum agraria nasional, hukum
agraria lama yang bersifat dualistis dan pluralistis tidak
berlaku lagi. Hal ini terbukti dengan adanya pencabutan
terhadap peraturan-peraturan yang menjadi landasan dari
hukum agraria lama, yaitu :
1. Peraturan-peraturan yang dicabut secara tegas:
a. Agrarisch Wet, atau Hukum Agraria yang dimuat
dalam Stb 1870 No 55;
b. Semua peratutan yang memuat pernyataan domein (
domein verklaring ), peraturan tentang Agrarisch
eigendom yang dimuat dalam Stb 1872 No 117
berserta peraturan pelaksanaannya. Asas domein
verklaring (pernyataan domein) termuat dalam Pasal 1
Agrarische Besluit ( S.1870-118) yang terjemahannya
berbunyi: “Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan dalam ayat dua dan tiga Agrarische Wet,
maka tetap dipertahankan asas, bahwa semua tanah
yang pihak lain tidak dapat membuktikan, bahwa
tanah itu tanah eigendomnya adalah domein negara”4
c. Buku II KUH Perdata ( Hukum Belanda) sepanjang
mengatur mengenai Bumi, Air, ruang angkasa dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
2. Peraturan yang isinya bertentangan dengan prinsip / asas
UUPA atau materinya sudah diatur dalam UUPA, secara
diam-diam dinyatakan dicabut, misalnya:
a. Ketentuan mengenai larangan pengasingan tanah dari
orang pribumi kepada orang-orang non pribumi.
Menurut ketentuan ini semua tanah yang dipunyai
orang-orang pribumi dilarang dialihkan kepada orang-orang
timur asing dan orang Eropa.
b. Ketentuan yang terdapat dalam Buku III dan Buku IV
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sepanjang
ketentuan itu mengatur tentang tanah, seperti aturan
khusus yang berlaku bagi sewa tanah.
Pencabutan terhadap peraturan-peraturan tersebut
dengan pertimbangan agar pencapaian masyarakat adil dan
makmur melalui pendayagunaan BARA+K tidak terhambat.
Pertimbangan lainnya adalah hukum agraria lama disusun
berdasarkan tujuan dan sendi-sendi politik hukum
pemerintah penjajah, bersifat dualistis menyebabkan adanya
ketidak pastian hukum bagi rakyat Indonesia.
Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,
hukum agraria nasional mempunyai tujuan –tujuan
sebagaimana yang tertuang dalam UUPA, yaitu:
1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional sebagai alat untuk mewujudkan cita-cita
masyarakat adil dan makmur, terutama kemakmuran,
kebahagiaan dan keadilan masyarakat petani.
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
3. Meletakkan dasar-dasar untuk kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
4.3 Sumber-sumber Hukum Tanah Nasional.
Sumber hukum tanah terdiri dari sumber hukum
materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil
merupakan sumber yang menentukan isi dari hukum itu
sendiri. Sumber hukum formal merupakan sumber hukum
dilihat dari bentuk formalnya, yang terdiri dari peraturan
perundang-undangan, perjanjian, yurisprudensi dan
kebiasaan.
Sumber hukum materiil dari hukum di Indonesia
adalah Pancasila, karena Pancasila merupakan rechtsidee
dari bangsa Indonesia. Segala peraturan perundangundangan
di Indonesia harus mencerminkan isi dari
Pancasila. Kemudian, sumber hukum formal dalam bentuk
peraturan perundang-undangan di Indonesia, berdasarkan
pada pengaturan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2. Ketetapan MPR
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Sumber hukum tanah nasional menurut Boedi Harsono
dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum tertulis dan
sumber hukum tidak tertulis.6
1. Sumber hukum tertulis, yaitu :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3).
b. Ketetapan MPR IX/MPR/2001 tentang Pembaruan
Agraria Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
d. Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang Pokok
Agraria
e. Peraturan-peraturan yang bukan Peraturan Pelaksana
dari Undang-Undang Pokok Agraria yang dikeluarkan
setelah tanggal 24 September 1960 karena suatu
masalah perlu diatur (seperti : Undang-Undang Nomor
51/Prp/1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya, LN 1960-158,
TLN 2160.
f. Peraturan-peraturan lama yang untuk sementara
masih berlaku berdasarkan ketentuan pasa-pasal
peralihan yang merupakan bagian hukum tanah yang
positif, bukan bagian hukum tanah nasional.
2. Sumber hukum tidak tertulis, yaitu :
a. Norma-norma hukum adat yang sudah di-saneer
menurut ketentuan Pasal 5, Pasal 56 dan Pasal 58
Undang-Undang Pokok Agraria
b. Hukum kebiasaan baru, termasuk yurisprudensi dan
praktik administrasi yang berkaitan dengan tanah
Selain sumber di atas, yang dapat menjadi sumber
hukum tanah nasional adalah perjanjian yang diadakan oleh
para pihak berdasarkan pengaturan Pasal 1338 Kitab
Undang-Undnag Hukum Perdata. Akan tetapi terdapat
pembatasan dari ketentuan pasal tersebut, khususnya di
bidang hukum tanah sepanjang perjanjian tersebut tidak
melanggar atau tidak bertentangan dengan sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
4.4 Asas-Asas Hukum Tanah Nasional
Sebelum membahas mengenai asas-asas hukum tanah
nasional lebih jauh lagi, ada baiknya memahami terlebih
dahulu mengenai pengertian asas itu sendiri. Kalau dilihat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian
“asas” diuraikan sebagai berikut:
1. dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat);
2. dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi;
3. hukum dasar.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa
dalam setiap asas hukum, manusia melihat suatu cita-cita
yang hendak diraihnya. Asas hukum bukanlah merupakan
suatu peraturan hukum yang konkrit, melainkan merupakan
pikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangi
suatu peraturan yang konkrit.
Terdapat beberapa asas yang menjadi dasar di dalam
pembentukan hukum tanah di Indonesia. Asas-asas hukum
tanah tersebut terdiri dari:
1. Asas Kenasionalan
Wilayah Indonesia merupakan kesatuan tanah air
seluruh rakyat Indonesia sebagai bangsa Indonesia yang
menunjukkan bahwa tanah bagi bangsa Indonesia
mempunyai sifat komunalistik. Bersifat komunalistik
maksudnya adalah semua tanah yang terdapat dalam
wilayah negara Republik Indonesia merupakan tanah
bersama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa
Indonesia, menjadi hak bagi bangsa Indonesia, dan bukan
semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya saja.7
Bagi bangsa Indonesia, tanah memiliki sifat religius.
Seluruh tanah yang ada di wilayah negara Republik
Indonesia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Hal ini merupakan perwujudan dari Sila Pertama
Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.8
Selama rakyat Indonesia bersatu sebagai bangsa
Indonesia dan selama bumi, air dan ruang angkasa
Indonesia masih ada, sehingga dalam keadaan apapun
tidak akan ada suatu kekuasaan yang dapat memutuskan
maupun meniadakan hubungan tersebut. Jadi hubungan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan bumi, air dan
ruang angkasa adalah merupakan hubungan yang
bersifat abadi.
2. Asas pada Tingkatan Tertinggi Bumi, Air, Ruang
Angkasa, dan Kekayaan Alam yang Terkandung di
Dalamnya Dikuasai oleh Negara
Negara tidak bertindak sebagai pemilik tanah
melainkan negara bertindak sebagai badan penguasa dari
organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia yang
memiliki wewenang pada tingkatan tertinggi untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan,
penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air
dan ruang angkasa.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan
ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Hak menguasai negara tersebut ditujukkan untuk
mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyak untuk
mewujudkan rakyat Indonesia yang bahagia dan
sejahtera. Berdasarkan hak menguasai tersebut, negara
dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan
hukum dengan suatu hak menurut peruntukkan dan
keperluannya, seperti:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai; atau
e. Memberikan tanah dalam pengelolaan kepada suatu
badan penguasa untuk digunakan bagi pelaksanaan
tugasnya masing-masing.
3. Asas Mengutamakan Kepentingan Nasional dan Negara
yang Berdasarkan Atas Persatuan Bangsa dari pada
Kepentingan Perseorangan atau Golongan
Keberadaan hak ulayat diakui bagi kesatuan
masyarakat hukum adat tertentu yang sepanjang
kenyataannya masih ada. Hak ulayat ini ini dapat dilihat
dari kegiatan sehari-hari Kepala Adat yang masih diakui
sebagai pengemban tugas kewenangan mengatur dan
memimpin penggunaan tanah ulayat yang merupakan
tanah bersama warga masyarakat hukum adat yang
bersangkutan. Pelaksanaak dari penggunaan hak ulayat
ini tetap harus sesuai dengan kepentingan nasional dan
negara yang dilaksanakan berdasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan aturanaturan
yang berlaku nasional. Apabila keberadaan hak
ulayat ini kenyataannya sudah tidak ada, maka hak
ulayat masyarakat hukum adat tidak dapat dihidupkan
lagi maupun tidak dapat diciptakan kembali hak ulayat
yang baru. Kepentingan suatu masyarakat hukum adat
harus tunduk pada kepentingan nasional dan negara yang
kepentingannya lebih luas, sehingga pelaksanaan dari hak
ulayat suatu masyarakat hukum adat harus sesuai
dengan pelaksanaan kepentingan negara.
4. Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Hak atas tanah apapun yang dimiliki oleh
seseorang, tidak akan dibenarkan apabila tanah tersebut
digunakan semata-mata untuk kepentingannya sendiri
yang merugikan masyarakat. Penggunaan tanah harus
disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya sehingga
bermanfaat baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan
bagi masyarakat dan negara. Kepentingan masyarakat
dan kepentingan perseorangan haruslah saling
mengimbangi yang mewujudkan kemakmuran, keadilan
dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat. Tanah wajib
dipelihara sebaik-baiknya agar kesuburannya tetap
terjaga dan dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara
tanah ini tidak hanya dibebankan kepada pemegang hak
tanahnya, juga menjadi kewajiban dan tanggung jawab
dari setiap orang, badan hukum atau instansi yang
memiliki suatu hubungan dengan tanah tersebut. Apabila
kepentingan umum menghendaki diambilnya hak atas
tanah, maka pemegang hak atas tanah harus melepaskan
hak atas tanahnya dengan pemberian ganti kerugian yang
layak sesuai dengan mekanisme pencabutan hak atas
tanah.
5. Asas Hanya Warga Negara Indonesia yag Mempunyai
Hak Atas Tanah
Asas ini menegaskan bahwa hanya warga negara
yang memiliki kedudukan sebagai subjek dari Hak Milik.
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia tidak dapat
mempunyai tanah yang berstatus Hak Milik, melainkan
hanya memiliki Hak Pakai atas tanah dan Hak Sewa
Bangunan dengan jangka waktu terbatas. Demikian juga
untuk badan-badan hukum, tidak dapat memiliki Hak
Milik atas tanah. Perkecualian hanya untuk badan
hukum yang bergerak dalam bidang lapangan social dan
keagamaan yang dapat memiliki Hak Milik atas tanah,
sepanjang Hak Milik atas tanahnya digunakan untuk
menjalankan usahanya di bidang lapangan social dan
keagamaan tersebut.13
6. Asas Persamaan Bagi Setiap Warga Negara Indonesia
Baik laki-laki maupun perempuan memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh hak-hak atas
tanah, sepanjang memiliki status kewarganegaraan warga
negara Indonesia. Hak-hak atas tanah yang dapat
diperoleh, yaitu:
a. Hak Milik;
b. Hak Guna Usaha;
c. Hak Guna Bangunan;
d. Hak Pakai;
e. Hak Sewa untuk Bangunan.
Untuk melindungi setiap masyarakat di dalam
penidasan ataupun penyalahgunaan oleh pihak-pihak
tertentu terhadap penggunaan hak-hak atas tanah
tersebut, hendaknya dibuatkan pengaturan mengenai
perlindungan dan pencegahan terhadap penguasaan atas
kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampauai
batas dalam bidang-bidang usaha agraria.14
7. Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau
Diusahakan Secara Aktif oleh Pemiliknya Sendiri dan
Mencegah Cara-Cara yang Bersifat Pemerasan
Pelaksanaan asas ini, akhir-akhir ini menjadi dasar
dari pelaksanaan land reform atau agrarian reform and
rural development yang berupa pengerjaan atas tanah
pertanian dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh
pemiliknya sendiri. Maksud dari asas ini adalah bahwa
tanah pertanian tidak boleh ditelantarkan oleh
pemiliknya, tidak digunakan atau tidak diusahakan
sesuai dengan sifat, tujuan, dan keadaannya.
Penelantaran tanah merupakan penyebab hapusnya hak
atas tanah dan berakibat hak atas tanah kembali menjadi
tanah yang dikuasai langsung oleh negara (menjadi tanah
negara).
8. Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara
Berencana
Pemerintah di dalam rangka sosialisme Indonesia
membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukkan, dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa,
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
digunakan untuk:
a. Keperluan negara;
b. Keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya
sesuai dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. Keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, social,
kebudayaan dan kesejahteraan;
d. Keperluan mengembangkan produksi pertanian,
peternakan, dan perikanan serta kegiatan yang sejalan
dengan itu;
e. Keperluan mengembangkan industri, transmigrasi,
dan pertambangan
Perencanaan mengenai peruntukkan, penggunaan,
dan persediaan atas bumi, air dan ruang angkasa guna
kepentingan rakyat dan negara diperlukan untuk
mewujudkan cita-cita bangsa. Adanya perencanaan ini,
maka penggunaan tanah akan dapat dilakukan secara
terpimpin dan teratur sehingga memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi rakyat dan negara.16
9. Asas Kesatuan Hukum
Kesatuan hukum tersebut maksudnya kesatuan
pengaturan yang meliputi bidang-bidang hukum, hak atas
tanah, pendaftaran tanah, dan hak jaminan atas tanah.
Kesatuan hukum dalam hukum tanah diwujudkan
dengan menjadikan hukum adat sebagai dasar dari
pembentukan hukum tanah nasional. Tujuannya yaitu
agar hanya terdapat satu hukum tanah yang berlaku di
wilayah negara Republik Indonesia.17
10. Asas Jaminan Kepastian Hukum dan Perlindungan
Hukum
Hukum tanah kolonial bagi rakyat Indonesia sli
tidak memberikan jaminan kepastian hukum, karena
tanah-tanah yang dimiliki oleh rakyat Indonesia tidak
didaftar. Meskipun hak atas tanah memiliki fungsi sosial,
bukan berarti kepentingan pemegang hak atas tanah
Sampai disini dulu. Jika ada yang tidak dipahami silakan tulis via WA group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar