Selasa, 20 April 2021

BK KP VI, KOMUNIKASI PEMERINTAHAN

 


 

BK KP VI, KOMUNIKASI PEMERINTAHAN

KULIAH KE-6, 21 APRIL 2021

JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA

PENGASUH: REINHARD HUTAPEA

====================================================

Cat: bacalah materi kuliah ke-6 ini dengan seksama. Setelah itu jawablah pertanyaan-pertanyaan yang ada di dalamnya dalam WA group, dan selanjutnya kita diskusikan secara bersama.

 

KELEMBAGAAN DAN FORMAT

KOMUNIKASI PEMERINTAHAN

 

Pengantar

        Sebelum sampai kepada apa yang diamksud dengan “Kelembagaan dan format komunikasi pemerintahan”, akan diulangi kembali beberapa pointers dari kuliah ke-5. Pointers-pointers ini adalah, bahwa untuk memahami komunikasi pemerintahan dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang tidak hanya melalui persfektif ilmu komunikasi, namun juga dari konsep-konsep;

·        Filosofis

·        Agamis

·        Budaya, dan

·        Politis.

 

Artinya;

Ø Sudah filosofiskah pemerintah itu dalam berkomunikasi? Sudah mempertimbangkan dengan mendalam dan mengakar sebelum berkomunikasi? Sudah memakai metode “logika, etika, dan estetika” Ketika berkomunikasi

Ø Sudah agamiskah pemerintah itu dalam berkomunikasi? Sudah sungguh-sungguh berdasarkan spiritualitas agama, ketika berkomunikasi? Sudah sesuaikah dengan sila pertama Pancasila?

Ø Sudah mempertimbangkan factor-faktor budaya kah pemerintah itu dalam berkomunikasi?

Ø Bagaimana politik pemerintah dalam berkomunikasi?

 

Pertanyaan-pertanyaan yang tidak gampang di jawab……, namun kasus yang terjadi antara wartawan dengan pengawal Walikota Medan, 15 April 2021 yang lalu, sedikit banyak dapat menjawab pertnyaan-pertanyaan demikian.

 

Wartawan Unjuk Rasa di Pemko Medan

Waspada, 17 April 2021

Puluhan wartawan Kota Medan, melakukan unjuk rasa di depan kantor Walikota Medan,Kamis 15 April 2021. Mereka menuntut Walikota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution meminta maaf atas arogansi Paspampres, Satpol PP, dan Polisi yang ada di Balai Kota. Sebab, tim pengamanan menantu Presiden tersebut terkesan menghalang-halangi wartawan yang ingin wawancara doorstop dengan Bobby Nasution.

Kehadiran kita kesini unuk menyampaikan pesan, kalau jurnalis di Medan menolak arogansi petugas. Aksi kit aini puncak dari keresahan jurnalis yang saat merasakan kesulitan mengakses informasi dari Walikota Medan, “kata salah seorang pengunjuk rasa Liston Damanik.

Dia mengingatkan Bobby Nasution, kalau jurnalis merupakan pekerja public dan dilindungi UU Pers No 40 Tahun 1999. Artinya, menghalangi tugas jurnalis berarti melanggar undang-undang. Kita ingin Bobby minta maaf karena dua orang rekan kita disakiti, kami juga merasa disakiti”, tuturnya.

Dia mempertanyakan perbedaan Bobby Nasution dengan walikota-walikota seblumnya. Walikota sebelumnya tidak pernah menghalang-halangi wartwan yang mau doorstop, apa bedanya dengan Bobby Nasution dengan walikota sebelum-sebelumnya,”sebutnya.

Hany, salah satu wartawan yang dihalang-halangi saat mau wawancara Bobby Nasution, dalam orasinya mengatakan, Paspampres yang mengawal Walikota Medan bertindak arogan kepada wartawan hendak melakukan peliputan.

“kenapa tugas wartawan dihalang-halangi sebagai penyambung suara dan program pemerintah kepada masyarakat”, ujar wartawan.

Pantauan wartawan, berbagai spanduk bertuliskan mengkritisi keberadaan Bobby Afif Nasution, seperti “Walikota rasa Presiden, Panglima Talam, Bobby jangan halangi kerja wartawan, Medan nggak berkah kalau banyak panglima talam, Tuan Walikota Jangan Warisi Paham Kolonial, dan lainnya.

Dalam aksi tersebut, sejumlah jurnalis meminta Bobby Nasution langsung menjumpai mereka guna memberikan penjelasan atas arogansi pengawal itu. Hingga para jurnalis membubarkan diri, Walikota Bobby Afif Nasution dan Wakil Walikota Medan, Aulia Rachman tidak menemui para pengunjuk rasa. Hanya tampak Kabag Humas Medan, Arrahman Pane.

Kabag Humas, Arrahman Pane mengaku tidak ada pengusiran terhadap wartawan, tetapi hanya miss komunikasi. “Miss komunikasi, rekan-rekan wartawan yang mau wawancara pak wali tidak koordinasi dulu ke Humas,”katanya.

Dia menegaskan, Walikota Medan Tidak pernah menghalangi wartawan yang hendak meliput atau mewawancarai. “Tidak pernah ada larangan peliputan, Pak Wali juga tak pernah menghindar dan taka da pembatasan pertanyaan. Kalau masalah pengamanan, nanti kita komunikasikan lagi, yang pasti wartawan yang meliput di sini harus pakai ID card, “sebutnya.

Sementara itu, Persatuan wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Sumatera Utara, berharap pengamanan Wali Kota Medan Bobby Nasution jangan berlebihan. Apalagi sampai mengusir wartawan yang hendak menjalankan tugas jurnalistiknya.

Ketua PWI Sumut Hermansyah mengatakan, seharusnya menantu Presiden Jokowi itu lebih welcome atau terbuka dengan wartawan. “Tidak boleh polisi, paspampres menghalangi tugas jurnalistik wartawan, karena wartawan bekerja juga dilindungi UU, “ujarnya menanggapi aksi unjuk rasa waartawan akibat perlakuan tidak mengenakkan dari anggota Paspampres yang selama ini melekat kepada Wali Kota Medan Bobby Nasution.

Hermansyah membandingkan sosok Bobby Nasution dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi. Sebagai mantan Pangkostrad atau pensiunan TNI berpangkat jendral bintang tiga, justru lebih terbuka dan welcome terhadap keberadaan wartawan.”Harusnya  Wali Kota Medan meniru apa yang dilakukan Gubernur, “sebutnya.

Sebagai Wali Kota Medan yang baru, dan status sebagai menantu orang nomor satu di Indonesia, Hermansyah menilai Bobby Nasution wajar mendapatkan perhatian lebih dalam merealisasikan misinya.

Wartawan butuh narasumber yakni Wali Kota. Seharusnya dia juga kalau gak mao doorstop, buat kegiatan yang bisa menjadi saluran unk wartawan bertanya visi misinya sebagai wali Kota, “katanya.

Alasan Paspampres

Terpisah, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) angkat bicara terkait anggota mereka yang diduga melarang wartawan meliput Wali Kota Medan Bobby Nasution, di Balai Kota Medan.

Paspampres membenarkan pria yang sebelumnya diberitakan melarang wartawan meupakan anggota Paspampres.

Komandan Paspampres, Mayjen Agus Subianto mengatakan, pelarangan dilakukan karena orang yang mengaku wartawan tak menunjukkan tanda pengenal pers.”Diawali dating dua orang, masuk ke pemkot tidak sesuai prosedur dan tidak menggunakan tanda pengenal,”kata Agus lewat pesan singkat.

Menurut Agus, anak buahnya hanya melakukan sesuai aturan. Paspampres ditugaskan menjaga Bobby sebagai bagian dari keluarga Presiden Joko Widodo.

Kata dia, sebelum Paspampres turuntangan, anggota Satpol PP dan kepolisian sudah memperingatkan. Namun, dua orang tersebut tak mengindahkan teguran. Dicegah oleh polisi dan Satpol PP, kemunkinan tidak terima ditegur,”sebut Agus.

Sejak menjabat sebagai Wali Kota Medan awal tahun ini, Bobby mendapat pengawalan melekat dari Paspampres. Keistimewaan itu ia dapatkan karena berstatus menantu Presiden Joko Widodo.

Pengawalan serupa juga didapatkan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Gibran adalah putra dari presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, wartawan di Kota Medan mengaku dilarang meliput Wali Kota Medan Bobby Nasution. Mereka mengaku dilarang mewawancara Bobby oleh anggota Paspampres.

Kejadian berlangsung saat para jurnalis hendak melakukan wawancara cegat di Balai Kota Medan. Lalu, pria berpakaian safari hitam diduga paspampres menghampiri mereka.

Pria itu menanyakan apakah awak media telah membuat janji. Kemudian, dia melarang para jurnalis melakukan wawancara cegat saat itu. Pria tersebut melarang peliputan dengan alasan tidak boleh ada seorangpun yang menunggu Wali Kota Medan, di depan pintu masuk.

 

Hal-hal yang perlu dipertanyakan dari berita/informasi Waspada ini……

 

Katanya …..karena miss komunikasi. Miss komunikasi yang terjadi karena para wartawan tidak lebih dulu permisi ke Humas dan tidak pakai ID card. ….Apakah hanya karena itu?.....kecenderungannya terlalu menyederhanakan masalah…..tidakkah selama ini juga sudah terjadi hal seperti itu?, yakni para wartawan Balai Kota sudah terbiasa, by pass melakukan doorstop (wawancara cegat)

Kedua, mengapa Paspampres yang melakukan pengusiran, sementara Bobby bukan Presiden? Mengapa ia (paspampres) tidak menyuruh saja pengawal-pengawal yang terbiasa bertugas disitu menghalau para wartawan? Apa ada bahaya serius yang mengancam Bobby di penglihatan paspampres ? mengapa di Solo tidak pernah terjadi hal yang serupa (pengusiran wartawan) pada hal sama-sama keluarga presiden? Apa ada hubungannya dengan jargon.atau karakter Medan. ”ini Medan Bung”

Ketiga, bagaimana wartawan, maupun Paspampres memaknai atau menghayati tugas dan fungsinya sebagaimana yang diamanatkan UU (Wartawan dengan UU Pers no 40 tahun 1999, Paspampres dengan SOP/tupoksinya). Apakah kedua pihak sudah memaknainya dengan benar, dan etis?

Ke empat, dari tuntutan unjuk rasa itu ada kata-kata atau kalimat, seperti;

Ø  Walikota Rasa Presiden

Ø  Panglima Talam[1]

Ø  Bobby jangan halangi kerja wartawan

Ø  Medan nggak berkah kalau banyak panglima talam

Ø  Tuan Wali Kota jangan warisi paham kolonial.

Tidakkah itu tuntutan yang sangat serius? Apakah Wali Kota sudah ada gelagat, bahwa ia menantu Presiden, yang lebih istimewa dari Wali Kota-Wali Kota/Bupati-Bupati lainnya? Apakah Wali Kota telah tercium ada gelagat menjadi raja atau kolonial?

Hipotesis

Pertanyaan-pertanyaan demikian masih bisa dikemukakan sekian banyak lagi….(termasuk pertanyaan-pertanyaan yang liar) namun satu dugaan atau hipotesis bahwa belum ada kebijakan atau format komunikasi pemerintahan yang sudah terlembaga (valid and reliable).

 Masing-masing Lembaga kecenderungannya masih mengedepankan ego sektoralnya…..(belum ada koordinasi). Makanya sering terjadi miss komunikasi……..tidak hanya dalam kasus pengusiran wartawan di Balai Kota Medan, melainkan nyaris dalam segala aspek kepemerintahan/politik.

 

Bagaimana tanggapan para mahasiswa?,,,,,,mari kita diskusikan bersama

 



[1] Panglima Talam adalah hulubalang-hulubalang raja Melayu, yang ternyata punya konotasi negatif. Panglima-panglima talam ini, selain bertugas menjaga keselamatan raja, juga berperilaku menjadi penjilat raja.  Ia akan berupaya menyenangkan raja, supaya raja menyenanginya, meskipun ia melakukan tindakan-tindakan yang tak jarang mencelakakn raja, seperti tidak memberitakan yang sebenarnya. Singkatnya mereka-mereka yang digelari panglima talam adalah pengawal-pengawal yang suka menjilat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar