BK KP XII, KOMUNIKASI PEMERINTAHAN
Kuliah KE-12, Rabu, 14 Juli 2021
JURUSAN PEMERINTAHAN, Fisipol UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cat: jawablah pertanyaan-pertanyaan yang ada di akhir kuliah ini di WA group
∏
KOMUNIKASI INTERNASIONAL INDONESIA
Pengantar
Materi kuliah hari ini, yakni “Komunikasi Internasional Indonesia” adalah pendalaman kuliah ke-11. Artinya “arti, definisi, paradigma” Komunikasi Internasional, lebih ditekankan, agar para mahasiswa paham apa yang dimaksud dengan Komunikasi Internasional. Secara general tentunya sudah sering dengar dengan;
· Politik Luar Negeri Indonesia
· Diplomasi Indonesia.
· Propaganda
· Etc…..
Seperti apa “politik luar negeri, diplomasi, propaganda” Indonesia, itulah yang menjadi tujuan kuliah terakhir ini. Untuk ilustrasi, atau memudahkannya dilampiri dengan empat tulisan. Dua tulisan saya, dan dua tulisan Dubes Asing (Korea Selatan dan RRC)
Untuk ini diulangi intisari bahan-bahan kuliah ke-11.
∏
Umum:
Komunikasi Internasional adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lain.
Davison dan George
…..bentuk dari hubungan politik antara negara dalam ranah internasional.
Cat:
Untuk lebih memahaminya baca tulisan Eman Muhais dibawah ini. Setelah dibaca silahkan tanya apa yang tak dipahami…..akan saya jawab melalui blog ini atau via WA kita.
Atau sebaliknya saya akan memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab…….
ARTI DAN RUANG LINGKUP
A. Pengertian komunikasi internasional menurut para ahli
1. Menurut Robert O. Angell, meskipun menganggap Komunikasi Internasional itu adalah komunikasi politik yang dilaksanakan oleh setiap bangsa/negara. Ia juga menganggap bahwa kunjungan atau perpindahan penduduk suatu negara ke negara lain misal seperti turis asing, bisnis internasional, sekolah, tugas belajar pada hakikatnya juga termasuk (bentuk) pelaksanaan Komunikasi Internasional.
2. Menurut Wilbur Schramm dalam pengantarnya di buku karangan W. Philips Davison dan Alexander L. George berjudul The Process and Effects of Mass Communication menyebut juga sebagai Komunikasi Internasional, walaupun beberapa kali menyebut dengan Komunikasi Politik Internasional. Hanya saja kedua pengarang tersebut menyebut secara jelas sebagai International Political Communication.
3. Menurut Davison dan George yang melihat Komunikasi Internasional itu sebagai hubungan politik antar bangsa menyebutkan sebagai “By International Political Communication, we refer to the use by national states of Communication to influence the politically relevent behaviour in other national states (hal 433). Dengan ini maka dapat dimasukkan ke dalam pengertian ini segala macam bentuk kegiatan seperti propaganda, informasi, diplomasi dan pertahanan keamanan suatu negara. Tapi dari pengertian ini, tidak termasuk penyebaran agama dan pendidikan.
4. Menurut Phil Astrid Soesanto yang diambil dari pendapat Heinz-Dietrich Fischer menyatakan bahwa komunikasi internasional adalah The communication process different countries or nations across frontiers. Atau menurut Santoso Sastropoetro menyatakan maksud komunikasi internasional adalah mempelajari pernyataan antar negara/ pemerintah/bangsa yang bersifat umum melalui lambang-lambang yang berarti.
5. Sumarno AP menyimpulkan bahwa komunikasi internasional adalah komunikasi antar bangsa-bangsa yang berada dalam lingkup negara nasional dengan menggunakan pesan-pesan komunikasi yang menyangkut kepentingan diantara bangsa-bangsa yang berada dalam proses komunikasi tersebut. Dalam komunikasi internasional terdapat unsur-unsur kepentingan antar negara secara timbal balik, sehingga terdapat kecenderungan untuk saling menumbuhkan pengertian dan saling meyakinkan serta tidak mustahil untuk saling mempengaruhi.
B. Pengertian hubungan internasional menurut para ahli
1. J.C. Johari
Hubungan internasional merupakan sebuah studi tentang interaksi yang berlansung diantara negara-negara berdaulat disamping itu juga studi tentang pelaku-pelaku non negara (non states actors) yang prilakunya memiliki dampak terhadap tugas-tugas Negara.
2. Couloumbis dan Wolfe
Hubungan internasional adalah studi yang sistematis mengenai fenomena-fenomena yang bisa diamati dan mencoba menemukan variabel-variabel dasar untuk menjelaskan perilaku serta mengungkapkan karakteristik-karakteristik atau tipe-tipe hubungan antar unit-unit sosial
3. Mochtar Mas’oed (1990)
Hubungan internasional merupakan hubungan yang sangat kompleksitas karena didalamnya terdapat atau terlibat bangsa-bangsa yang masing-masing berdaulat sehingga memerlukan mekanisme yang lebih rumit dari pada hubungan antar kelompok.
C. Perbedaan keduanya
Komunikasi internasional dapat dibedakan dari hubungan internasional (International Relation). Hubungan internasional yang berlaku menitik beratkan pada etika internasional sebagai dasar yang menentukan moral internasional, yaitu suatu sikap manusia atau bangsa untuk saling mengindahkan hukum internasional.
Letak perbedaan antara hubungan internasional dan komunikasi internasional yaitu pada sifat kecenderungan saling mempengaruhi, dimana ide suatu negara, kepentingan, kehendak dan upaya menguasai pikiran negara lain yang ditransfer dalam bentuk kemasan komunikasi dengan berbagai macam device dan motivasi, maka hubungan internasional telah beralih ke komunikasi internasional. Repotnya kedua istilah ini sering bercampur baur.
D. Hubungan keduanya
Dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, salah satu hal yang menjadi bagian fundamental dan sangat vital adalah komunikasi. Setiap manusia pada hakikatnya merupakan makhluk individu dan sekaligus juga sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri atau bersifat “zoon politicon”. Oleh karena itu, manusia berkomunikasi satu dengan lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol kata-kata, gambar, figur grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. ( Bernard Berelson dan Bary A,Stener).
Sebagai sebuah proses perpindahan informasi dari sender kepada receiver, komunikasi selalu membawa efek yang berbeda bagi penerimanya. Efek yang ditimbulkan bisa berupa
Cognitive Effects (berupa pengetahuan), Affective Effects (Perasaan), dan Psychomotor Effects (tindakan/tingkah laku).
Dalam kaitannya dengan hubungan internasional, komunikasi menjadi sebuah alat untuk melakukan interaksi antar negara. Hubungan internasional sendiri berarti “International Relations is the relationships between individuals and individuals, between individuals and groups, between groups and groups, between gropus and states, and between states and states” (Bary Buzan).
Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa hubungan yang terjadi tidak dapat terlaksana tanpa adanya komunikasi. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa komunikasi berperan dalam menata hubungan internasional.
Dalam kaitannya dengan hubungan internasional, komunikasi yang digunakan adalah komunikasi internasional. Komunikasi internasional (International Communication) adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lain.
E. Ruang Lingkup komunikasi internasional
Komunikasi internasional dapat dipelajari dari tiga perspektif: diplomatik, jurnalistik, dan propagandistik.
· Perspektif Diplomatik.
Lazim dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil (small group) lewat jalur diplomatik; komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara untuk bekerjasama atau menyelesaikan konflik, memelihara hubungan bilateral atau multilateral, memperkuat posisi ataupun meningkatkan reputasi negara di tengah pergaulan internasional. Dilakukan pada konferensi pers, pertemuan politik, forum internasional di tingkat PBB atau forum regional, atau bahkan pada pertemuan diplomatik seperti jamuan makan malam (kenegaraan).
· Perspektif Jurnalistik.
Dilakukan melalui saluran media massa. Karena arus informasi didominasi negara maju, ada penilaian komunikasi internasional dalam perspektif ini didominasi negara maju, juga dijadikan negara maju sebagai alat kontrol terhadap kekuatan sosial yang dikendalikan kekuatan politik dalam percaturan politik internasional. Penguasa arus informasi menjadi gatekeeper yang mengontrol arus komunikasi. Jalur jurnalistik ini juga sering digunakan untuk tujuan propaganda dengan tujuan mengubah kebijakan dan kepentingan suatu negara atau memperlemah posisi negara lawan.
· Perspektif Propagandistik.
Umumnya dilakukan melalui media massa, ditujukan untuk menanamkan gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain dan dipacu sedemikian kuat agar mempengaruhi pemikiran, perasaan, serta tindakan; perolehan atau perluasan dukungan, penajaman atau pengubahan sikap dan cara pandang terhadap suatu gagasan atau peristiwa atau kebijakan luar negeri negara tertentu. Propaganda merupakan instrumen sangat ampuh untuk memberikan pengaruh.
F. Fungsi komunikasi internasional
Fungsi komunikasi internasional antara lain:
1. Mendinamisasikan hubungan internasioanl yang terjalin antara dua negara atau lebih serta hubungan di berbagai bidang antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda negara/kebangsaan.
2. Membantu/menunjang upaya-upaya pencapaian tujuan hubungan internasioanl dengan meningkatkan kerjasama internasional serta menghindari terjadinya konflik atau kesalahpahaman baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antar penduduk .
3. Merupakan teknik untuk mendukung pelaksanaan politik luar negeri bagi masing-masing negara untuk memperjuangkan pencapaian kepentingan di negara lain.
G. Kriteria komunikasi internasional
Ada tiga kriteria yang membedakan komunikasi internasional dengan bentuk komuniksai lainnya:
1. Jenis isu, pesannya bersifat global.
2. Komunikator dan komunikannya berbeda kebangsaan.
3. Saluran media yang digunakan bersifat internasional.
Dengan kriteria demikian, komunikasi internasional dapat didefinisikan pula sebagai “sebuah komunikasi yang interaksi dan ruang lingkupnya bersifat lintas negara serta berlangsung di antara orang-orang yang berbeda kebangsaan dan memiliki jangkauan penyampaian pesan melintasi batas-batas wilayah suatu negara”.
H. Lingkup Kajian Hubungan Internasional
1. Hubungan internasional sangat berkaitan dengan interaksi yang terjadi di antara negara-negara. Kajian dalam studi hubungan internasional yang meliputi segala bentuk hubungan di antara berbagai negara-negara yang ada di dunia dan juga meliputi kajian mengenai lembaga-lembaga internasional seperti misalnya, International Red Cross (IRC), kepariwisataan, transportasi, komunikasi dan sebagainya.
2. Selain itu hubungan internasional juga mencakup masalah-masalah mengenai perang, konferensi-konferensi internasional, diplomasi, perdagangan internasional, pariwisata internasional, bantuan-bantuan luar negeri, dan semua ini merupakan aspek-aspek yang terdapat dalam kajian hubungan internasional.
3. Selain negara yang menjadi subjek hubungan internasional ada juga individu maupun kelompok-kelompok tertentu. Oleh karena itu hubungan internasional tidak hanya mencakup hubungan antar bangsa saja tetapi juga hubungan yang terjadi antar individu maupun kelompok di lingkungan internasional.
4. Hubungan internasional sebagai subjek studi dapat dipecah ke dalam studi-studi khusus seperti, studi politik internasional, hukum internasional, organisasi internasional, ekonomi internasional, pendidikan internasional, psikologi internasional, dan sosiologi hukum internasional
Referensi
- Deddy Djamaluddin Malik, dkk. 1993, Komunikasi Internasional, Bandung
- Ingrid Volkmer, International Communication Theory in Transition: Parameters of the New Global Public Sphere.
- Ali Mohammadi.1997. international communication and globalization.
- Drs. Mohammad Shoelhi, MBA., M.M., 2009, Komunikasi Internasional – Perspektif Jurnalistik.
- Drs. Mohammad Shoelhi, MBA, M.M., 2011, Diplomasi : Praktik Komunikasi Internasional.
- Harian Waspada, Senin 5 Juli 2021
- Harian Waspada, Selasa, 6 Juli 2021
Lampiran
I
RELASI EKONOMI INDONESIA – JEPANG
Oleh: Reinhard Hutapea
Staf pengajar Fisipol UDA Medan
Published, Waspada, 27 Okt 2020
Indonesia yang sudah lebih enam decade menjadi pasar otomotif, elektronik, optic, dan lain-lain komoditas Jepang sudah waktunya mengkaji (kalibrasi) ulang hubungan asimetrik demikian
PM Jepang yang baru terpilih, Yoshihide Suga, telah melakukan lawatan pertamanya ke Vietnam dan Indonesia. Di Indonesia telah hadir pada tanggal 20 dan 21 Oktober, dan melakukan kunjungan dan pembicaraan resmi dengan Presiden Jokowi di istana Bogor. Sebagaimana tradisi-tradisi sebelumnya, kali inipun Jepang, kembali memberi pinjaman sebesar 50 milyar yen ( Rp 6,95 trilun) dalam jangka waktu 15 tahun
Suga dalam pernyataan resminya sebelum sampai di Jakarta, mengutarakan, bahwa siapapun pemimpin terpilih di Jepang, akan selalu mengutamakan hubungannya dengan Indonesia sebagai negara besar dan pemimpin ASEAN, dan terutama adalah karena Indonesia adalah mitra investasi dan perdagangan utama bagi Jepang.
Pertanyaannya: “bagaimana kwalitas hubungan demikian selama lebih enam decade? Setarakah, atau justru sebaliknya, yakni Indonesia terus meminjam, dan Jepang terus memberi pinjaman? Secara singkat saya akui hubungan itu tidak setara, alias asimetrik, karena ada yang ber posisi lebih dominan, atau hegemonik. Konstatasi, yang dalam historis, perjalanan atau perkembangannya step by step seharusnya diselaraskan. Tidak dibiarkan permanen, atau bahkan dilembagakan.
Tidak membiarkan terus-menerus investasi asing langsung (Foreign Direct Investmen/FDI) Jepang mendominasi negeri ini sejak akhir kepemimpinan Bung Karno, dan terutama sejak Orde Baru berkuasa. Disengaja atau sebaliknya, relasi ekonomi Jepang – Indonesia telah berpola ketergantungan, patron-klin,alias feodal. Jepang permanen sebagai “produsen”, dan Indonesia hanya sebagai “konsumen/pasar”, bagi produk-produk Jepang.
Produk-produk yang jauh lebih unggul, sebab telah melalui tahap-tahap industrialisasi nan teknologis, seperti, industri-industri manufaktur, yang punya nilai tambah yang lebih unggul, apabila dibandingkan dengan barang-barang yang belum diolah secara manufaktur. Barang-barang yang dalam muara atau implementasinya akan mendatangkan profit yang sangat menguntungkan.
Sebaliknya bagi negara-negara yang tidak memiliki keunggulan teknologis itu, seperti Indonesia hanya akan mendapat nilai kecil atau keuntungan yang tidak sebanding. Nilai yang ibarat antara langit dan bumi, atau kakap dengan teri, yang sangat tak seimbang.
Sesuai dengan hukum, teori, atau praksis keunggulan komparatif (Comparative Advantage, CA) dalam perdagangan dunia, Indonesia hanya bisa menjual/mengekspor komoditas-komoditas yang belum melalui proses-proses teknologis, karena hanya komoditas itu yang dimiliki. Komoditas-komoditas sejenis Sumber Daya Alam (SDA), yang harga atau nilainya sudah pasti jauh lebih murah. Jelas suatu relasi (ekonomi-politik teknologis) yang timpang, alias asimetrik.
Perdagangan Asimetrik
Bagi nasionalist-nasionalist yang tinggi kesadaran/wawasan kebangsaannya, akan gusar melihat relasi ketimpangan demikian. Mereka akan galau, mengapa barang-barang negeri Sakura tersebut terus-menerus mendominasi pasar negeri ini. Seluruh kenderaan/otomotif, barang-barang elektronik, optic, dan jenis-jenis lain, yang digunakan sehari-hari, nyaris hampir semua milik-dagangan Jepang. Mana buatan Indonesia?
Siapa yang tidak akrab dengan Toyota, Suzuki, Daihatsu, Honda, Mitsubishi, Hino, Isuzu, Fuso, Yamaha, Hitachi, Sony, Mazda, Nissan, Sanyo, Sharf, Toshiba, Panasonic, Canon, Nikon, JVC, Nintendo, Fujitsu dan lain-lain komoditas mereka dinegeri ini. Namun sebaliknya, adakah produk-produk sejenis tersebut, yang diproduksi Indonesia hadir/ada di Tokyo, Osaka, Kyoto, Yokohama, Sapporo, Kobe, Hiroshima, Nagoya, Sendai, Fukuoka, Nagasaki, Chiba, Yamagata, etc?
Jelas/bisa dipastikan tidak ada. Tidak akan ada, karena memang tidak pernah ada. Negeri ini hanya asyik atau keasyikan sebagai penikmat buatan asing, atau pemburu rente. Bangga, terbuai, dan euforia dengan ciptaan luar. Bukan kreasi/buatan sendiri yang seharusnya lebih membanggakan dan menguntungkan. Meminjam litani Prof Dr Sri Edi Swasono (2007), bangsa ini ada kecenderungan terpenjara mental “minder – inferioritas”, yang sadar atau sebaliknya, senang hanya sebagai penikmat, bukan sebagai pencipta/innovator yang membutuhkan tindakan rasional, disiplin, dan kerja keras.
Sudah enam dekade barang-barang atau komoditas-komoditas teknologis-manufaktur Jepang membanjiri negeri ini, setelah sebelumnya dibanjiri komoditas-komoditas Eropa dan Amerika. Artinya, nyaris tanpa “alih teknologi”. Nyaris tak mau membuat komoditas sendiri. Mengapa negara-negara lain yang se level dengan kita giat melakukannya?
India mengundang Willys dari Inggris, lalu mempelajari dan menirunya dengan membuat mobil sendiri, dengan merk/nama “Tata”. Selanjutnya mengundang Piaggio (vesva) dari Italia, lalu membuat yang sejenis, yang diberi merk Bajay. Tidak ketinggalan negara-negara di Kawasan ini, seperti, Malaysia membuat Proton sebagai duplikasi, kreasi, atau inovasi dari Mitsubishi.
Yang prestisius dan gemilang adalah China. Sejak lama melakukan isolasi, yakni mengasingkan diri, alias tidak mau ikut/masuk organisasi perdagangan dunia (WTO). Akan tetapi sekali masuk merajai lembaga tersebut. Artinya, bukan saja mengikuti peraturan-peraturan yang terdapat di lembaga perdagangan dunia itu, malah sebaliknya mewarnai dan menggunakan wadah tersebut, sungguh-sungguh sebagai ajang kepentingan bisnis dan kekuatan ekonomi nasionalnya.
Dengan komoditas-komoditas yang lebih canggih - teknologis, lebih murah, dan lebih efisien, China berselancar dinegara-negara anggota WTO, yang tidak saja mendatangkan profit yang besar bagi negerinya, jauh di atas itu/terutama dan utama adalah terganggunya (tepatnya tergusurnya) komoditas-komoditas negara-negara lain yang sudah lebih dulu merajai anggota WTO.
Mereka (China) sukses, setelah membangun kekuatan-kekuatan lokalnya, seperti pembangunan mental-budaya (character and national building), kekuatan industri nan teknologis, strategi perdagangan/manajemen yang canggih, dan lain-lain kiat (art) yang berhubungan dengannya, dengan tekad (good and political will) yang sungguh-sungguh membaja.
Seujung rambutpun, negeri itu, tidak mau menjadikan pasarnya dikuasai komoditas asing, sebagaimana yang dilakukan barang-barang manufaktur Jepang di Indonesia sekian lama (bertahun-tahun). Pasar tetap terkendali dibawah otoritas pemerintahannya, sehingga hasil (out put)nya betul-betul untuk kemakmuran bangsa, masyarakat, dan negaranya (bukan unuk segelintir elit yang lazimnya menjadi komprador perusahaan-perusahaan asing).
Mereka membuka lebar-lebar investor asing masuk kenegerinya, namun tetap dibawah kontrol otoritas kekuasaannya. Tidak begitu saja diserahkan ke pasar sebagaimana dikte-dikte kaum liberal yang menganut fundamentalisme pasar (Stiglitz, 2001), melainkan dengan perjanjian yang setara antara kedua pihak. yang saling menguntungkan, dan timbal balik, sesuai dengan prinsip-prinsip atau persaingan pasar bebas (free market).
Alih Teknologi
AS yang masuk ke pasarnya disambut dengan gegap gempita, namun dengan syarat harus melakukan alih teknologi. Yakni mengijinkan China membuat komoditas yang sama, setelah China sanggup membuatnya. Dalam bahasa lain, setelah pakar-pakar negeri Tirai Bambu ini sanggup membuat barang seperti itu, adalah hak China untuk memasarkannya di pasar domestik maupun global.
Metode (imitasi, dan inovasi) yang akhirnya membuat perekonomian China berkembang bagaikan roket membelah langit. Betapa tidak? Semua komoditas-komoditas yang sebelumnya diciptakan negara-negara lain, kini dapat diproduksi China dengan mutu yang lebih baik, harga yang lebih murah, dan lebih efisien.
Konstalasi yang akhirnya membuat Trump naik pitam/berang, ketika ia menjadi Presiden AS tahun 2016. Trump menuding China telah melakukan perdagangan curang, mencuri kekayaan properti AS, dan memaksakan alih teknologi ketika perjanjian investasi, sehingga membuat perdagangan AS dengan China mengalami deficit besar.
Sejauh mana, seperti apa, dan bagaimana deficit demikian, yang bermuara pada perang dagang antar kedua negara, bukanlah pembahasan tulisan ini. Yang pasti adalah bahwa penguasaan teknologi adalah kunci kemajuan (conditio sine quanon) ekonomi. Dengan penguasaan teknologi yang kreatif dan inovatif, komoditas-komoditas yang sebelumnya masih mentah, atau kurang berbobot, akan memiliki nilai lebih yang berlipat-lipat.
Indonesia yang sudah lebih enam dekade menjadi pasar otomotif, elektronik, optic, dan lain-lain komoditas Jepang sudah waktunya mengkaji (kalibrasi) ulang hubungan asimetrik demikian. Pola hubungan harus dirombak agar tidak terus menerus berpola patron – klin nan feodal (oyabun – kobun), ataupun ketergantungan (dependensi), melainkan pola yang timbal balik, yakni Jepang harus memberikan alih teknologi kepada Indonesia.
Jepang jangan lagi terus-menerus keasyikan dengan metode klasik/lamanya, yakni terus memberi bantuan melalui Official Development Aid (ODA), namun menjeratnya dengan sistim perdagangan yang tidak adil, yakni Jepang mengekspor komoditas yang sudah teknologis dan bernilai tambah, seperti; mesin-mesin, suku cadang, baja, perlengkapan listrik, produk plastic/kimia, suku cadang elektronik,mesin alat transportasi, suku cadang mobil, sementara Indonesia hanya mengekspor; minyak, gas, batu bara, hasl tambang, udang, pulp yang masih alamiah. Ketimpangan yang harus diluruskan. Merdeka
Lampiran 2
JEBAKAN THUCYDIDES DALAM RELASI CHINA – AS
Oleh: Reinhard Hutapea
Staf pengajar Fisipol UDA Medan
Published, Analisa, 22 Agustus 2020
Menyerah pada benda yang tak terlihat, yang bernama Covid-19 adalah fenomena dunia saat ini. Biasanya manusia, bangsa, dan negara, menyerah kepada hal-hal yang terlihat, yang garang, dan lazimnya menyeramkan, seperti bom atom misalnya. Jepang menyerah tanpa syarat ke AS dan Sekutu setelah negara itu di bom di Hiroshima dan Nagasaki, yang menimbulkan ratusan ribu tewas.
Begitu pula negara-negara Eropa Timur takluk ke Uni Soviet setelah negaranya diduduki tentaranya dengan militer dan alat-alat perang yang canggih, yang daya ledaknya jauh lebih dahsyat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Analog dengan Irak belum lama berselang, menyerah dan diduduki, setelah AS mendaratkan militernya disana, dan lain-lain kasus bertekuk lututnya suatu negara, karena pendudukan militer.
Setidak-tidaknya karena ditakut-takutin secara militer atau bentuk kekerasan-kekerasan lainnya, yang jelas terlihat dan dapat dirasakan. Tidak seperti yang terjadi saat ini, menyerah kepada benda-benda yang terlihat, bak mithos atau hantu. Bagaimana mahluk-mahluk demikian bisa menaklukkan? Jawaban yang sederhana tak mungkin ditemukan.
Masih banyak misteri, dan tanda-tanda tanya besar dibaliknya. Masih banyak dugaan-dugaan (hipotesis) yang bisa benar bisa salah, yang hanya akan terungkap pada perjalanan sejarah selanjutnya. Masalah-masalah global, sebagaimana masalah kehidupan pada umumnya tidak selalu dapat diprediksi secara masuk akal (rasional). Tidak selalu dapat diduga secara general, atau dibuktikan dengan konsep-konsep ilmiah nan empirik.
Bisik-bisik Trump dengan pengikut setianya yang hegemonik dan membabi buta, apa bisa dibuktikan secara ilmiah? Siapa yang tahu itu, selain mereka yang berkomplot di dalamnya? Bisik-bisik segelintir pengusaha raksasa dunia yang akan melakukan kartel, dan memaksakan agar produknya dibeli seluruh dunia, apa bisa dilihat secara kasat mata, dan di dengar secara jelas?
Rivalitas AS versus China
Tidak mungkin itu. Bisik-bisiknya ketahuan (umumnya) setelah terjadi bencana, seperti perang, pendudukan, pembantaian. Atau setelah keluar keputusan-keputusan tententu dari meja perundingan tertutup, seperti peraturan-peraturan perdagangan yang merugikan negara-negara sedang berkembang/miskin, dan atau menggantung negara-negara pengutang dengan syarat-syarat yang menyeramkan.
Disinilah relevansi dan pentingnya teori konspirasi yang sukar dibuktikan secara ilmiah, namun sering menunjukkan kebenarannya, meski tanpa uji empirik-ilmiah. Sebaliknya, banyak juga yang tidak percayai dan melecehkannya. Artinya, ada yang menduga bahwa Covid-19 itu bukan virus alamiah, melainkan adalah virus bikinan (rekayasa), yang dibuat untuk maksud-maksud tertentu (vested interest). Penemu virus HIV/AIDS, yang menjadi pemenang Nobel tahun 2008, Prof Ivc Montagnier, menyatakan bahwa Virus Covid-19 di buat di Laboratorium (C news Channel, 19 April 2020)
Terserah mau meyakini yang mana, yang alamiah atau rekayasa, yang pasti virus itu sudah mengglobal, sudah fenomenologis, dan sudah membuat mayoritas manusia tiarap ketakutan di rumah masing-masing. Ketakutan tidak saja secara fisik, lebih dari situ adalah secara psikhis/kejiwaan, yang jika berlangsung lama sangat membahayakan. Namun apa daya hanya itu yang bisa dilakukan.
Dari ketakutan ke ketakutan, yang sampai kapan kuatnya, masih sukar diprediksikan. Apakah mereka akan kuat dalam waktu lama? Apakah negara sanggup membiayai dalam waktu lama? Apakah kiat-kiat yang disarankan WHO dengan karantina total, alias lockdown, penjarakan antar manusia (social and fisical distancing), pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sudah tepat pada jalurnya, adalah pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka, yang jawaban akuratnya belum ditemukan.
Apalagi Thedros Adhanom Ghebreyesus, dirjen WHO sendiri, terang-terangan mengakui bahwa, metode yang ditempuh saat ini hanyalah langkah medis biasa, menghindarkan penularan yang lebih luas. Bukan langkah yang sesungguhnya, apalagi pamungkasnya. Langkah seperti itu ada di luar ranah medis/kesehatan, melainkan pada politik, yakni kesatu-paduan (kolaborasi) seluruh negara memeranginya. Seluruh negara harus satu komando/bersatu melawannya.
Tidak seperti sekarang yang terkesan parsial, yakni hanya secara sendiri-sendiri. Tidak seperti waktu-waktu sebelumnya, bersatu padu secara mondial-global menuntaskan SARS, MERS, Ebola, AIDS, sehingga cepat tuntas.
Tidak terfragmentasi, alias mengutamakan negara sendiri, dan cuek kepada negara lain. AS yang menjadi leading dalam pembrantasan-pembrantasan sebelumnya, seperti ketika menangani kasus Ebola dan SARS, kini praktis tidak hadir sama sekali. Tidak saja, tidak hadir, atau tidak mau berpartisipasi, seperti memberikan sumbangan sebagaimana sebelum-sebelumnya, malah sebaliknya menghentikan bantuannya, dan menuding WHO sebagai tidak kredibel.
Tidak cukup disitu, yakni selain tidak mau berpartisipasi secara multilateral, dan memberikan sumbangan, yang sangat memilukan, AS/Trump terus melancarkan konfrontasi dengan negara-negara lain, khususnya dengan China. China dituding sebagai biang kerok dari pandemi Covid-19, yang harus diselidiki, dan harus membayar kerugian dunia akibat penyebarannya, meski pendapat yang sebaliknya juga banyak bermunculan, yakni bahwa asal virus tersebut justru dari AS.
Seakan-akan persetan dengan tudingan Trump tersebut, bak anjing menggonggong kafilah jalan terus, sebaliknya China menanggapinya dengan moderat dan diplomatis. Dengan tulus, China bersedia mengggantikan kewajiban-kewajiban AS di WHO, yakni membayar atau memberikan sumbangan, yang jauh lebih besar dari yang diberikan AS sebelumnya. Cina berjanji akan memberikan bantuan dua milyar dollar AS, sedang AS hanya 400-500 juta dollar setahun (K, 15 Juni 2020).
Begitu pula dalam hal bantuan medis yang sangat dibutuhkan banyak negara. China yang sukses dalam waktu singkat memerangi gempuran Covid-19, bersedia memberikan bantuan kepada negara-negara yang membutuhkannya, yang selama ini juga menjadi domain AS.
Negara-negara yang dibantu ini, justru atau terutama adalah negara-negara pengikut atau sahabat lama AS, yakni negara-negara di Eropa (Italia, Perancis, Spanyol, Belanda). Alat-alat medis dan tenaga kesehatan China dengan jumlah yang besar mengalir deras kesana. Begitu pula ke negara-negara di Asia, Afrika, dan Timur Tengah.
Jebakan Thucydides
Demikian pula dalam hal yang sangat vital, yakni masalah bantuan ekonomi. China yang dianggap sangat pelit dan hanya memburu kapital sebanyak-banyaknya, tidak terbukti sama sekali. China tetap moderat, dan mengajak negara-negara lain, seperti G-20 melakukan moratorium utang selama delapan bulan bagi negara miskin (plus bantuan ekonomi lainnya kepada negara-negara miskin tersebut).
Analog dengan pembuatan/kebijakan vaksin Covid-19. China sebagaimana kemajuan teknologinya telah memformulasikan lima calon vaksin Covid-19, yang sedang melakukan uji klinis. China berjanji akan melakukannya sebagai “barang publik global”, dan memberikan akses kepada negara lain dengan harga yang terjangkau. Tidak seperti AS, yang mengembangkan vaksin hanya untuk kepentingan domestiknya.
Singkatnya peran-peran yang selama ini dilakoni AS, kini kecenderungannya mulai digantikan China. Ia tidak lagi realis-merkantilis-isolasionis seperti dulu, melainkan sudah globalis/liberal/multilateralism . Dan menurut pengamat masalah-masalah Internasional, justru disinilah “sentral masalahnya”, yakni China berpeluang besar menggantikan hegemoni AS sebagai pemimpin dunia? Apakah AS merelakannya?
Mengutif Graham Allison dalam bukunya yang terbit tahun 2017, Destined For War: Can America and China Escape Thucydides Trap, menyatakan perang tidak bisa terhindarkan kala kekuatan baru sedang berusaha bangkit dan kekuatan lama berusaha mempertahankan dominasinya, sebagaimana yang terjadi dalam sejarah Yunani, yakni antara Sparta dan Athena. Kala itu masyarakat Sparta ketakutan, karena Athena yang terus menguat, baik dalam ekonomi, politik dan terutama dalam hal angkatan bersenjata/militer, yang pada muaranya meletupkan perang.
Allison dan pakar-pakar perang lainnya menyebutnya sebagai jebakan (trap) Thucydides. Suasana yang mendorong dan menjebak dua pihak konfliktual, berseteru, atau saling antagonistis. Persfektif yang kecenderungannya dapat menjelaskan relasi China dan AS saat ini. Dua negara super power yang terperangkap dalam hubungan yang tidak harmonis, yang saling berebut pengaruh di seantero dunia, sebagaimana yang terjadi pada waktu perang dingin (cold war) pasca perang dunia II.
Konstalasi yang menarik negara-negara lain terlibat di dalamnya. Terlibat dalam mendukung salah satu adi kuasa yang sedang bersaing, sesuai kepentingan nasionalnya (national interest). Dalam suasana seperti ini, sebagaimana dirindukan Tedros Adhanom Ghebreyesus, agar tampil kerjasama global untuk memerangi Covid-19, tidakkah suatu yang ahistoris? Mudah-mudahan tidak.
Lampiran 3
Peduli Sesama dan Bergotong Royong sebagai Kunci
Kim Chang-beom
Duta Besar Korea untuk Indonesia
Kompas, 3 April 2020
Saat ini seluruh umat manusia sedang menghadapi ancaman yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Tak ada satupun yang menduga bahwa kita akan menghadapi situasi seperi sekarang ini. Kita menganggap bahwa hal ini bukanlah persoalan kita sendiri. Jared Diamond dalam bukunya yang berjudul Guns, Germs, and Steel: The Fate of Human Societies mengatakan, runtuhnya peradaban Inca dan Kerajaan Aztek disebabkan virus smallpox atau cacar yang di bawa Spanyol pada awal abad ke-16. Setelah itu, wabah seperti penyakit pes dan flu spanyol menjadi ancaman mematikan bagi umat manusia dan bahkan mengalihkan arus perkembangan peradaban.
Virus tak mengenal batas negara. Saat ini, tak ada satu pun wilayah di muka bumi ini yang aman dari Covid-19, termasuk Korea Selatan yang menjadi salah satu negara yang paling banyak terdampak Covid-19 setelah China pada awal penyebaran virus ini. Namun, Korea Selatan kini di lihat sebagai panutan dalam penanganan Covid-19. Korea Selatan di nilai dapat mengendalikan situasi dengan baik. Pengendalian itu dilakukan melalui langkah karantina yang bersifat preemptive dan transparan, yakni dengan menerapkan teknologi yang inovatif dan kreatif serta memadukan partisipasi public secara sukarela dan demokratis.
Berikut saya paparkan sejmlah prinsip yang dipegang Pemerintah Korea Selatan untuk menekan penyebaran Covid-19 selama ini. Pertama, tindakan cepat. Pada awal penyebaran Covid-19, kami segera melakukan pengembangan reagen dengan tingkat kecepatan dan ketepatan yang tinggi kemudian segera mengeluarkan izin penggunaannya. Selain itu, kami juga meningkatkan kapasitas diagnosis melalui pemeriksaan secara “drive-thru” sehingga dalam sehari dapat dilakukan lebih kurang 18.000 pemeriksaan.
Pemeriksaan melalui “drive-thru” itu sedang diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia sehingga masyarakat setempat dapat menjalani pemeriksaan yang cepat dengan meminimalkan kontak langsung. Pendekatan ini sangat tepat diterapkan untuk seluruh elemen masyarakat, termasuk orang yang diperiksa dan tenaga medis.
Kedua, strtaegi test, trace, treat (3T) atau lacak, uji, dan obati. Pihak berwenang di Korea Selatan melacak data perjalanan pasien yang telah dinyatakan posistif dari hasil uji cepat dengan menggunakan catatan kartu kredit dan GPS ponsel. Dengan cara ini, orang-orang yang telah berkontak langsung dengan pasien itu dapat segera di tes kemudian dianjurkan melakukan karantina mandiri. Pasien kemudian dikategorikan berdasarkan tingkat gejala.
Pasien yang sakit berat dibantu secara khusus agar dapat menjalani perawatan intensif hingga sembuh total. Pemeriksaan Covid-19 itu tak dipungut biaya. Biaya perawatan pasien pun ditanggung pemerintah. Kebijakan ini berlaku untuk warga negara Korea Selatan dan warga negara asing.
Ketiga, kesadaran warga yang tinggi dan partsispasi sukarela. Unsur ketiga ini bagian terpenting dalam penanganan Covid-19. Di Korea Selatan, setiap warga dengan sukarela mematuhi aturan jaga jarak, disiplin melakukan pencegahan pribadi, dan selalu mengikuti informasi terbuka semenjak terjadinya kasus infeksi pada Jemaah di sebuah gereja. Setiap warga juga terus melakukan pencegahan efektif dan isolasi mandiri dengan memanfaatkan aplikasi self-diagnosis (diagnosis diri) dan aplikasi self-quarantine (karantini diri
Di jalur benar
Tidak dapat dimungkiri, Indonesia rentan terhadap ancaman Covid-19 karena luas wilayah dan jumlah penduduknya. Seluruh elemen bangsa Indonesia sedang menggerakkan segala kekuatan, baik di lini ekonomi maupun social, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Seiring hal ini, unsur yang tak kalah penting dan amat diperlukan guna sukses menangani Covid-19 adalah partisipasi publik.
Saat ini setiap elemen bangsa Indonesia patut mengangkat semangat gotong royong. Saya memandang Indonesia sedang berada pada jalur yang benar tanpa mengalami kegaduhan social yang significan, berbeda dengan beberapa negara lain yang sebagian rakyatnya melakukan aksi pemborongan barang.
Indonesia tidak sendirian. Korea Selatan senantiasa bersedia untuk bahu-membahu menghadapi pandemic ini dengan Indonesia. Korea Selatan telah mendapat permintaan dari 117 negara untuk memberikan bantuan terkait produk penanggulangan wabah Covid-19. Dalam hal ini, Korea Selatan mempriorotaskan Indonesia sebagai salah satu negara yang akan menerima pengiriman test kit atau alat test virus Covid-19.
Selain alat test ini, Korea Selatan juga sebisa mungkin akan memberikan bantuan berupa produklain. Para pelaku sector swasta korea Selatan yang berkegiatan di Indonesia pun berbondong-bondong ikut serta memberikan dukungan kepada Indonesia. Bagi Korea Selatan, Indonesia bukan sebtas mitra utama dalam New Southern Policy, melainkan sahabat setia dalam suka dan duka. Pemerintah dan rakyat Korea Selatan senantiasa mendukung Indonesia.
Salah satu pelajaran yang dapat kita petik dari wabah Covid-19 ini adalah prinsip “peduli sesama untuk hidup sehat bersama”. Kita harus ingat untuk “tetap jaga jarak”, tetapi tidak lupa “dekatkan hati”. Memikirkan diri sendiri tidak akan menjamin keselamatan kita.
Langkah yang harus kita ambil bersama saat ini adalah bekerja bahu-membahu antara pemerintah dan masyarakat serta mengoptimalkan kerja sama antar negara dan Lembaga internasional. Dalam KTT Luar Biasa G-20 yang digelar 26 Maret lalu, Presiden Joko Widodo dan Presiden Moon Jae-in bersama-sama menitikberatkan solidaritas dan kerja sama dari seluruh negara di dunia.
Mantan Presiden RI almarhum BJ Habibie mengingatkan kita bahwa, “Masa lalu saya adalah milik saya. Masa lalu kamu adalah milik kamu. Tapi masa depan adalah milik kita”. Saya yakin bahwa seluruh bangsa dan Pemerintah Indonesia dapat segera melalui badai Covid-19 dalam waktu dekat dengan mengangkat semangat gotong royong dan peduli sesame. Korea Selatan akan senatiasa berjalan Bersama dengan Indonesia dalam mewujudkan “masa depan kita”
Lampiran 4
BERAT SAMA DIPIKUL, RINGAN SAMA DI JINJING
Xiao Qian
Duta Besar China untuk Indonesia
Kompas, 9 april 2020
Pada 14 Februari lalu Kedutaan Besar China di Jakarta menerima sepucuk surat Hari Valentine yang teramat istimewa, ditulis oleh Kalyana Dewi (Kay) dari Depok, Jawa Barat
Dengan tulisan tangan yang khas anak-anak, Kay yang baru berusia 9 tahun itu menulis: “Untuk teman-teman yang masih di sekolah dasar di Wuhan-Hubei, semoga teman-teman tetap semangat, aku berdoa agar yang sakit segera sembuh. Hatiku selalu Bersama kalian agar teman-teman tetap merasakan cinta dari anak-anak Indonesia”. Kata-kata Kay yang begitu tulus dan sederhana ini membuat saya beserta rekan-rekan kami disini menjadi sangat terharu.
Menghadapi merebaknya wabah covid -19 yang begitu mendadak, kami tidak akan pernah melupakan dukungan yang begitu berharga dari Pemerintah Indonesia beserta segenap masyarakat Indonesia ketika China sedang melewati masa-masa tersulit dalam penanganan wabah virus corona.
Dalam pembicaraan telefon dengan Presiden Xi Jinping, Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia senantiasa berdiri Bersama rakyat China, dan meyakini bahwa Pemerintah China di bawah kepemimpinan kuat Presiden Xi Jinping akan sanggup mengatasi wabah ini sesegera mungkin. Pemerintah Indonesia telah menyumbangkan sejumlah bantuan material penanganan wabah kepada China. Masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan juga telah melakukan aksi nyata untuk mendukung China dlam bentuk donasi, surat, video, pengumpulan tanda tangan, dan lain-lain.
Polisi Hans Simangunsong menyanyikan lagu berbahasa mandarin untuk mendukung Wuhan, sedangkan para pelajar Indonesia di China turut mengirimkan energi positif. Berbagai organisasi kemasyarakatan Indonesia juga mengirim doa bagi Wuhan, sementara warga Indonesia mengumpulkan bantuan berupa dana dan material bagi China. Aksi nyata yang tulus dan mulia dari pemerintah beserta segenap rakyat Indonesia ini telah menebarkan keyakinan, harapan, dan kekuatan bagi rakyat China. Kami akan senantiasa mengingat dan menghargainya.
Dukungan China
Awal Maret, Indonesia mengonfirmasi kasus positif korona, dan seketika itu pula meningkat tekanan untuk menangani wabah di Indonesia. Pemerintah beserta rakyat China senantiasa bersimpati dan peduli pada rakyat Indonesia. Presiden Xi Jinping sekali lagi berbincang via telefon dengan Presiden Joko Widodo, menyatakan tekad China memberi dukungan dan bantuan bagi Indonesia demi mengatasi kesulitan ini bersama-sama.
Anggota Dewan Negara sekaligus Menlu China Wang Yi juga telah berkontak telefon secara ter[isah dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menlu Retno Marsudi. Bantuan peralatan media dari Pemerintah China tiba di Jakarta pada 28 Maret, meliputi alat tes korona, masker media, pakaian pelindung medis, dan ventilator. Bantuan itu telah disalurkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk pencegahan dan pengendalian pandemic Covid-19 di Indonesia.
Pemerintah provinsi dan kota di China, perusahaan, organisasi, ataupun masyarakat China juga turut mengambil aksi nyata. Kota Shanghai sebagi sister cit Jakarta dan Provinsi Fujian sebagai sister province Jawa Tengah telah siapa memberangkatkan bantuan material untuk Indonesia. Sejumlah perusahaan China, seperti bank of China, Tsingshan Holding Group, dan Shandong Weiqiao Group, telah menggalang bantuan berupa dana dan material penanganan wabah. Banyak perusahaan dan masyarakat China secara individual terlibat aktif penanganan Covid-19 di Indonesia.
Sejauh ini, total bantuan yang telah disiapkan atau direncanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kota, serta sector bisnis China untuk mendukung Indonesia telah mencapai 4.855 juta dollar AS, dan angka ini masih akan terus bertambah. Selain itu, China juga telah memperkuat pertukaran informasi, kebijakan, dan teknologi dengan Indonesia. China juga membagikan pengalaman dalam pengendalian wabah dan penanganan pasien, serta memfasilitasi Indonesia dalam pengadaan material dari China untuk penanggulangan wabah.
China dan Indonesi tetangga baik, sahabat baik, dan mitra baik. Keduanya memiliki tradisi historis saling membantu satu sama lain. Rakyat kedua negara telah menjalin persahabatan yang sangat berharga dalam berbagi kesulitan ketika menghadapi bencana dahsyat, seperti tsunami Samudera Hindia 2004, gempa bumi Wenchuan 2008, dan gempa bumi Palu 2018. Kisah yang mengharukan dari perjuangan Bersama China dan Indonesia dalam menghadapi pandemic Covid-19 sekali lagi memperlihatkan tradisi luhur dan memperdalam persahabatan berharga ini.
Kisah ini juga telah membuktikan peribahasa yang lazim di kedua negara, “nasib dan takdir kita saling terikat satu sama lain”, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Seorang sahabat yang hadir di kala kesusahan adalah sahabat sejati. Saya percaya setelah melalui ujian Panjang ini, persahabatan di antara kedua negara dan kedua rakyat akan semakin mendalam. Rakyat Indonesia adalah rakyat yang mulia, yang bekerja keras, ulet, dan bijaksana. Kami yakin di bawah kepemimpinan kuat Presiden Jokowi, rakyat Indonesia pasti segera memenangi pertempuran melawan pandemi ini.
Covid-19 adalah tantangan bersama umat manusia. Belum lama berselang telah diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa G-20 untuk membahas penanggulangan pandemi Covid-19. Dalam KTT itu, Presiden Xi Jinping mengajukan empat poin usulan, antara lain melancarkan perang global yang gigih melawan pandemi; mengembangkan pencegahan bersama dan pengendalian bersama berskala internasional yang efektif; aktif mendukung organisasi-organisasi internasional dalam menjalankan perannya; serta memperkuat koordinasi kebijakan makro ekonomi internasional.
Sebagai sesama negara anggota G-20 dan negara besar yang sedang berkembang, China dan Indonesia mengemban misi penting untuk menyatukan tekad dan menggalang kekuatan. China siap untuk terus bekerja bersama Indonesia dan masyarakat Internasional dalam meneguhkan keyakinan menghadapi tantangan, memperkuat solidaritas dan koordinasi, bergandeng tangan memerangi perang global melawan pandemi, dan melindungi kesehatan dan keselamatan rakyat kedua negara.
PERTANYAAN
1. Jelaskan dengan sistimatis bagaimana hubungan Jepang – Indonesia selama ini.
2. Apa yang dimaksud dengan “Jebakan Thucydidides”. Uraikan secara singkat
3. Apa yang menjadi intisari tulisan Kim Chang Beom.
4. Apa yang menjadi intisari tulisan Xiao Qian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar