MS6, SKP, SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU
KULIAH VI, 16 OKTOBER 2021
JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
Pengantar:
Ini kuliah terakhir menjelang UTS. Tidak ada daftar pertanyaan. Bila ada hal-hal yang ingin ditanyakan, silakan tulis di WA group
PARTAI POLITIK DI INDONESIA;
SEKILAS SEJARAH
Di Indonesia partai politik telah merupakan bagian dari kehidupan politik selama kurang lebih seratus tahun. Di Eropa Barat, terutama di Inggris, partai politik telah muncul jauh sebelumnya sebagai sarana partisipasi bagi beberapa kelompok masyarakat, yang kemudian meluas menjadi partisipasi seluruh masyarakat dewasa. Saat ini partai politik ditemukan dI hampir semua negara di dunia.
Umumnya dianggap bahwa partai politik adalah sekelompok manusia terorganisir, yang anggota-anggotana sedikit banyak mempunai orientasi nilai-nilai serta cita-cita yang sama, dan yang mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik serta mempertahankannya guna melaksanakan program yang telah ditetapkannya.
Di Indonesia kita terutama mengenal system multi partai, sekalipun gejala partai tunggal dan dwi partai tidak asing dalam sejarah kita. System yang kemudian berlaku berdasarkan system tiga orsospol dapat dikategorikan sebagai sebagai system multi partai dengan dominasi satu partai. Tahun 1998 mulai masa reformasi, Indonesia kembali ke sistem multi partai (tanpa dominasi satu partai)
Zaman Kolonial
Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman colonial sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam suasana itu semua organisasi, apakah ia bertujuan social (seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah) atau terang-teranggan menganut asas politikagama (seperti Sarekat Islam dan Partai Katolik) atau asas politik sekuler (seperti PNI dan PKI), memainkan peranan penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Pola kepartaian masa itu menunjukkan keanekaragaman dan pol aini kita hidupkan Kembali pada zaman merdeka dalam bentuk system multi partai.
Pada tahun 1918 pihak Belanda mendirikan Volksraad yang berfungsi sebagi badan perwakilan. Ada beberapa partai serta organisasi yang memanfaatkan kesempatan untuk bergerak melalui badan ini (yang dinamakan ko, namun ada pula yang menolak masuk didalamnya yang dinamakan non ko). Pada awalnya partisipasi organisasi Indonesia sangat terbatas. Dari 38 anggota, disamping ketua seorang Belanda, hanya ada 15 orang Indonesia, diantaranya 6 anggota Budi Utomo dan Sarekat Islam. Komposisi baru berubah pada tahun 1931 waktu diterima prinsip mayoritas pribumi. Pada tahun 1939 Fraksi Pribumi terpenting dalam Volksraad antara lain Fraksi Nasional Indonesia (FRANI) yang merupakan gabungan dari beberapa Fraksi, dinataranya Parindra dan Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputra (PPBB). Ketua Voksraad tetap orang Belanda.
Disamping itu, ada usaha untuk meningkatkan persatuan nasional melalui penggabungan partai-partai politik dan memperjuangkan Indonesia berparlemen. Dalam rangka itu, pada tahun 1939 Gabungan Politik Indonesia (GAPI, yang merupakan gabungan partai-partai beraliran nasional), dan Majelisul Islamil a’laa Indonesia (MIAI), yang merupakan gabungan partai-partai beraliran Islam yang terbentuk pada tahun 1937) bersepakat untuk Bersama-sama membentuk Komite Rakyat Indonesia (KRI). Karena KRI kurang aktif, maka pada tahun 1941 dibentuk Majelis Rakyat Indonesia (MRI) yang mencakup tidak hanya partai politik tetapi juga organisasi serikat sekerja dan organisasi non partai lainnya.
Dalam kenyataanna organisasi-organisasi kemasyarakatan dan partai mengalami kesukaran untuk Bersatu dan membentuk satu front untuk meghadapi Pemerintah colonial. Keadaan ini berlangsung sampai pemerintahan Hindia Belanda ditaklukkan oleh tantara Kerajaan Jepang. Akan tetapi padakepartaian ang telah terbentuk di zaman colonial kemudian dilanjutkan dan menjadi landasan untuk terbentuknya pola system multi partai di zaman merdeka.
Zaman Pendudukan Jepang (1942 -1945)
Rezim pemerintah Jepang ang sangat refresif bertahan sampai tiga setengah tahun. Semua sumber daya, baik kekaaan alam maupun tenaga manusia, dikerahkan untuk menunjang perang Asia Timur Raya. Dalam rangka itu pula semua partai dibubarkan dan setiap kegiatan politik dilarang. Hana Golongan Islam diperkenankan membentuk suatu organisasi social yang dinamakan Masyumi, disamping beberapa organisasi baru yang diprakarsai penguasa.
Zaman Demokrasi Indonesia
Masa Perjuangan Kemerdekaan (1945 – 1949)
Menyerahna tantara Hindia Belanda kepada tantara Jepang, yang disusul dengan kalahnya tantara Jepang, membulatkan tekad kita untuk melepaskan diribaik dari kolonialisme Belanda maupun dari fasisme Jepang, dan mendirikan suatu negara modern yang demokratis.
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 keadaan ini berubah total.pada tanggal 18 Agustus, Soekarno dan Moh Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh Panitian Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan pada tanggal 22Agustus 1945 Panitian tersebut dalam sidang terakhirnya menetapkan Aturan Peralihan UUD 1945 selama UUD 1945 belum dapat dibentuk secara sempurna. Selain itu, Panitia menetapkan berdirina Badan Kemanan Rakyat (BKR yang kemudian menjadi TNI) dan Komite Nasional Indonesia (KNI kemudian dikembangkan menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP). KNIP menjadi pembantu presiden sebelum MPR dan DPR dapat didirikan. Sepeti yang disebutkan dalam pasal IV Aturan Tambahan dan Peralihan UUD 1945.
BKR dan KNIP segera dibentuk dan langsung memainkan peran yang penting. Keanggotaan KNIP diambil dari pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah agar seluruh Indonesia terwakili, ditambah dengan anggota PPKI yang tidak diangkat menjadi Menteri. KNI D juga dibentuk di daerah-daerah. Karena kesibukan membentuk KNI di daerah, pembentukan PNI untuk sementara ditunda.
Seiring dengan usaha untuk membentuk badan-badan aparatur negara timbul juga Hasrat di beberapa kalangan untuk mendobrak suasana politi otoriter dan represif yang telah berjalan selama tiga setengah tahun pendudukan Jepang kea rah kehidupan yang demokratis. hal ini terjadi dalam beberapa tahap.
…….Sebagai tahap ketiga dalam rangka demokratisasi Badan Pekerja mengusulkan agar dibuka kesempatan untuk mendirikan partai-partai politik, dan usul tersebut disetujui oleh Pemerintah. Dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember dikemukakan bahwa: Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat. Diharapkan bahwa partai-partai telah tersusun sebelum dilangsungkan pemilihan umum pada bulan Januari 1946. Ditentukan juga pembatasan bahwa partai-partai politik itu hendaknya memperkuat perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Dengan adanya partai-partai ini, lebih mudah bagi pemerintah untuk minta pertanggungjawaban dari pimpinan organisasi-organisasi perjuangan.
Pengumuman ini serta merta disambut masyarakat dengan gembira karena selama tiga tahun pendudukan Jepang setiap kegiatan poltik dilarang sama sekali. Semangat nasionalisme serta patriotism meluap-luap dan tidak dapat dibendung lagi. Semua goongan masyarakat ingin berpartisipasi dan mendirikn bermacam-macam organisasi dan partai. Dengan adanya bermacam-macam partai maka berakhirlah usaha mendirikan partai tunggal dan berkembanglah system multi partai dengan koalisi.
Masyumi yang merupakan satu-satunya organisasi ang dalam masa rezim Jepang dibolehkan mengadakan kegiatan social telah memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berorganisasi secara efektif. Hal ini menyebabkan Masyumi muncul sebagai partai yang paling besar pada awal revolusi. Beberapa organisasi dari zaman colonial yang bergabung misalna Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Selain Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI) dapat dianggap sebagai salah satu partai besar pula. Partai-partai lama seperti Partindo, Gerindo, dan Parindra bergabung di dalam PNI. Akan tetapi Parindra, pada bulan nopember 1949 keluar dari PNI. Setahun sebelumna, tahun 1948 beberapatokoh yang visi politikna lebih konservatif dari pimpinan PNI mendirikan Partai Indonesia Raya (PIR).
Disamping partai-partai besar tersebut, partai yang memiliki peran besar pada awal revolusi adalah golongan sosialis yang diketuai oleh Syahrir menyetujui penandatanganan Persetujuan Linggarjati. Akan tetapi partai itu pecah menjadi dua, yaitu Partai Sosialis diketuai oleh Amir Syarifuddin, dan Partai Sosialis Indonesia yang dipimpin oleh Syahrir. Alas an perpecahan ini ialah karena Amir dengan Sebagian besar anggota Partai Sosialis lebih bergerak ke sikap radikal, mendekati komunisme, sedangkan Syahrir tetap pada ideologi democrat-sosial yang moderat.
Partai besar lain yang memainkan peran penting dalam dunia politik Indonesia adalah Partai Komunis Indonesia (PKI). Partai ini berhasil menguasai sayap kiri, suatu gabungan dari partai-partai yang orientasi politiknya kekiri-kirian. Akan tetapi partai itu memperoleh pukuln berat sebagai akibat dari pemberontakan Madiun pada tahun 1948. Begitu pula suara kelompok-kelompok opposisi yang telah bergabung dengan Partai Komunis Indonesia, seperti Partai Buruh.
Zaman Republik Indonesia Serikat (1949 – 1950)
Dalam masa ini partai-partai politik secara aktif mendukung usaha menggabungkan negara-negara bagian ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konstalasi partai politik tidak banyak berubah.
Masa Pengakuan Kedaulatan (1949 – 1959)
Sesudah kedaulatan dejure pada bulan Desember 1949 kita akhirnya diakui oleh dunia luar, dan sesudah berlakunya UUD Sementara pada bulan Agustus 1950, pola cabinet koalisi berjalan terus. Semua koalisi melibatkan kedua partai besar yaitu Masyumi dan PNI, masing-masing dengan partai pengikutnya. Koalisi partai-partai besar ini menyebabkan cabinet terus silih berganti.
Akan tetapi stabilitas politik yang sangat didambakan tidak tercapai. Tidak adanya partai dengan mayoritas yang jelas (Masyumi dan PNI kira-kira sama kuatnya) menyebabkan pemerintah harus selalu berdasarkan koalisi antara partai besar dengan partai-partai kecil. Koalisi-koalisi ini ternyata tidaklanggeng dan pemerintah rata-rata hanya bertahan selama kira-kira satu tahun.
Pemilihan umum 1955 yang diselenggarakan dengan 100 tanda gambar menunjukkan bahwa jumlah partai bertambah dari 21 partai (ditambah wakil tak berfaksi) sebelum pemilihan umum menjadi 28 (termasuk perorangan). Hasil pemilu 1955 menghasilkan penyederhanaan partai dalam arti bahwa ternyata hanya ada empat partai besar yaitu PNI (57 kursi) Masyumi (57 kursi), NU (45 kursi) dan PKI (39 kursi), yang bersama-sama menduduki 77 persen dari jumlah kursi dalam DPR. Partai-partai lainnya (termasuk yang kecil) yang di masa pra pemilihan sering memegang peran penting dalam kehidupan politik (kadang-kandang melebihi dukungannya dalam masyarakat), ternyata masing-masing hanya memperoleh satu sampai delapan kursi.
Zaman Demokrasi Terpimpin
Zaman ini ditandai pertama diperkuatnya kedudukan presiden, antara lain dengaan ditetapkannya sebagai presiden seumur hidup melalui Tap MRP No III/1963. Kedua pengurangan peranan partai politik, kecuali PKI yang malahan mendapat kesempatan untuk berkembang. Ketiga, peningkatan peranan militer sebagai kekuatan social politik. Kadang-kadang masa ini dinamakan periode segitiga, Soekarno, TNI, dan PKI (dengan presiden Soekarno di sudut paling atas), karena merupakan perebutan kekuasaan antara tiga kekuatan itu.
Dalam rangka melaksanakan konsep Demokrasi Terpimpin berdasarkan UUD 1945 Presiden Soekarno membentuk alat-alat kenegaraan seperti MPR dan DPA. Selain itu juga dibentuk suatu Dewan Nasional yang terdiri atas 40 anggota yang separuhnya terdiri atas golongan fungsional, seperti golongan buruh, tani, pengusaha, Wanita, pemuda, wakil-wakil berbagai agama, wakil daerah, dan wakil ABRI. Komposisi Dewan Nasional mencerminkan pemikiran bahwa di luar partai politik beberapa kelompok masyarakat (termasuk ABRI) perlu di dengar suaranya dan diberi kesempatan ntuk berpartisipasi dalam proses politik
Dalam rangka memperkuat baan eksekutif dimulailah beberapa ikhtiar ntuk penyederhanaan sistim partai dengan mengurangi jumlah partai melalui Perpres No 7/1959. Maklumat pemerintah 3 nopember 1945 yang menganjurkan pembentukan partai-partai dicabut dan ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai untk diakui oleh pemerintah, Partai yang kemudian dinyatakan memenuhi syarat adalah PKI, PNI, NU, Partai Katolik, Partindo, Parkindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, Partai Islam Perti, sedangkan beberapa partai lain dinyatakan tidak memenuhi syarat.dengan dibubarkannya Masyumi dan PSI pada tahun 1960 yang tersisa tinggal sepuluh partai politik saja.
Zaman Demokrasi Pancasila (1965 -1998)
Salah satu Tindakan MPRS ialah mencabut kembali Ketetapan No III/1963 tentang penetapan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Tindakan lain yang dilakukan oleh Orde Baru adalah pembubaran PKI melalui Tap MPRS No XXV1966, sedangkan Partindo yang telah menjamin hubungan erat dengan PKI dibekukan pada tahun yang sama.
Sementara itu terjadi perdebatan melalui berbagai seminar dan media massa, antara lain mengenai perlunya mendirikan demokrasi dan membentuk suatu system politik yang demokratis dengan merombakstruktur struktur politik yang ada. Partai politik yang menjadi sasaran utama dan kecaman masyarakat dianggap telah bertindak memecah belah karena terlalu mementingkan ideologi serta kepentingan masing-masing. Keterlibatan ini sedemikain dalamnya sehingga mereka tidak sampai Menyusun program kerja yang dapat dialksanakan.
Akhirnya pada tanggal 27 Juli 1967 pemerintah dan partai-partai mencapai suatu kompromi dimana kedua belah pihak memberi konsesi. Pemerintah mengalah dengan menyetujui system pemilihan umum proporsional, tetapi dengan beberapa modifikasi antara lain tiap kabupaten akan dijamin sekurang-kurangnya satu kursi sehingga perwakilan dari daerah di luar Jawa akan seimbang dengan perwakilan dari Jawa. Di pihak lain, partai-partai mengalah dengan diterimanya ketentuan bahwa 100 anggota Parlemen dan jumlah total 460 akan diangkat dari golongan ABRI (75) dan non ABRI (25) dengan ketentuan bahwa golongan militer tidak akan menggunakan haknya untuk memilih dan dipilih. Berdasarkan consensus ini pada tanggal 8 desember 1967 RUU diterima baik oleh parlemen dan pemilihan umum Orde Baru yang diikuti oleh sepuluh partai politik (termasuk Golkar) diselenggarakan pada tahun 1971.
Zaman Reformasi
Periode reformasi bermulanketika Presiden Soeharto turun dari kekuasaan 21 Mei1998. Sejak itu hari demi hari ada tekanan atau desakan agar diadakan pembaharuan kehidupan politik kea rah yang lebih demokratis. diharapkan bahwa dalam usaha ini kita dapat memanfaatkan pengalaman kolektif selama tiga periode 1945 sampai 1998. Dalam konteks kepartaian ada tuntutan agar masyarakat mendapat kesempatan untuk mendirikan partai. Atas dasar itu pemerintah yang dpimpin oleh BJ Habibie dan Parlemen mengeluarkan UU No 2/1999 tentang Partai politik. Perubahan yang didambakan ialah mendirikan suatu system di mana partai-partai politik tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, akan tetapi yang juga tidak memberi peluang kepada eksekutif untuk menjadi terlalu kuat. Sebaliknya kekuatan eksekutif dan legislative diharapkan menjadi setara ataunevengschick sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Partai politik yang mendafarkan diri ke Departemen Kehakiman berjumlah 141. Tetapi setelah diseleksi tidak semuanya dapat mengikuti pemilihan umum 1999. Partai politik yang memenuhi syarat untuk menjadi eserta pemilihan umum hanya 48 saja.
Hasil pemilihan umum 1999 menunjukkan bahwa tidak ada partai yang secara tunggal mendominasi pemerintahan dan tidak ada partai yang memegang posisi mayoritas mutlak yang dapat mengendalikan pemerintahan. Urutannya sebagai berikut;
1. PDIP 153 kursi
2. Golkar 120 kursi
3. PPP 58 kursi
4. PKB 51 kursi
5. PAN 34 kursi
6. PBB 13 kursi
Pada pemilu-pemilu selanjutnya, pola ini tidak banyak berubah,
Hasil pemilu 2004:
1. Golkar 21, 58%
2. PDIP 18,53%
3. PKB 10,57%
4. PPP 9,15%
5. PD 7,45%
6. PKS 7,34%
7. PAN 6,44%
8. PBB 2,62%
9. PBR 2,44%
Hasil pemilu 2009
1. PD 150 kursi
2. Golkar 107
3. PDIP 95
4. PKS 57
5. PAN 43
6. PPP 37
7. PKB 27
8. Gerindra 26
9. Hanura 18
Pemilu 2014:
1. PDIP 109 kursi
2. Golkar 91
3. Gerindra 73
4. Demokrat 61
5. PAN 49
6. PKB 47
7. PKS 40
8. PPP 39
9. Nasdem 35
10. Hanura 16
Pemilu 2019
1. PDIP 128 kursi
2. Golkar 85
3. Gerindra 78
4. Nasdem 59
5. PKB 58
6. PD 54
7. PKS 50
8. PAN 44
9. PPP 19
Semoga ada dari mahasiswa ini yang jadi anggota DPR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar