BK 12 MK, MANAJEMEN KONFLIK
KULIAH KE-12, 18 FEBRUARI 2022
JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
KONFLIK WADAS
Pengantar.
Di bawah ini ada dua tulisan tentang konflik desa Wadas. Dua tulisan yang pendekatannya sangat berbeda. Yang satu di tulis seorang akademikus (Dr Usmar SE, MM), dan satu lagi oleh pengamat politik (H. Itoh)
Tulisan Usmar, dapat dikatakan sangat konseptual dan komprehensif, sebab ditulis dengan kaidah-kaidah penulisan ilmiah, yakni ada masalah, latar belakang masalah, kerangka konseptual, pembahasan, kesimpulan, dan rekomendasi (opsi penyelesaian)
Sebaliknya H Itoh melihatnya hanya dari satu sudut, yakni bahwa konflik itu hanya untuk menggagalkan Ganjar Pranowo menjadi calon presiden.
Pendekatan-pendekatan lain sesungguhnya masih banyak, seperti yang khusus menyoroti dari segi lingkungan, hukum, dan budaya. Namun untuk kepentingan kuliah ini dianggap sudah memadai……
Menyoal Wadas Dengan Cara Cerdas
Posted on Februari 13, 2022
Oleh: Dr. USMAR. SE.,MM.
Sejak terjadi peristiwa “gesekan” di masyarakat saat akan dilakukan pengukuran lahan untuk Waduk Bener pada 8 Februari 2022 lalu di Kecamatan Wadas kabupaten Purworejo, mengalirkan berbagai informasi dari analisis yang tak jarang hanya berlindung di balik kebebasan interpretasi semata.
Jadi manakala muncul kerinduan masyarakat, akan informasi yang cerdas, benar, objektif yang sepi dari syahwat popularitas dengan target viral dalam perspektif sosial media, sungguh tak mengherankan.
Awal Cerita Poyek Waduk Bener
Perlu kita ketahui bahwa proyek Waduk Bener ini sudah dimulai sejak 2013. Nama Waduk Bener diambil dari lokasinya yang berada di Kecamatan Bener, Purworejo, yang berjarak sekitar 8,5 kilometer dari pusat kota Purworejo.
Rencana konstruksi proyek Waduk Bener telah dimulai sejak 2018 dan direncanakan mulai beroperasi pada 2023 mendatang, dengan perkiraan total investasi mencapai Rp.2,06 triliun, yang seluruhnya berasal dari APBN dan APBD.
Waduk Bener ini direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar 100,94 meter kubik, dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 15.069 hektar.
Keberadaan Waduk Bener ini diharapkan dapat mengurangi debit banjir sebesar 210 meter kubik per detik, serta dapat menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 meter kubik per detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6 mega watt.
Selain itu, waduk ini kelak akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia dengan tinggi 159 meter, panjang timbunan 543 meter, dan lebar bawah sekitar 290 meter, juga merupakan bendungan tertinggi kedua di Asia Tenggara.
Dengan viewnya yang diapit dua bukit, kelak akan menjadi salahsatu destinasi wisata alam dan wisata air yang menarik untuk dikunjungi, dan dampak lanjutannya akan memberikan sumber ekonomi baru bagi masyarakat sekitarnya.
Dasar Hukum Pendirian Waduk Beber
Adapun dasar hukum untuk pembangunan proyek Waduk Bener ini mengingat statusnya sebagai salah satu Proyek Strategi Nasional, maka ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Adapun
alur ijin Penetapan Lokasi, adalah sebagai berikut :
Pertama, Gubernur membentuk Tim penyiapan yang terdiri dari Bupati setempat dan
perangkat lainnya.
Kemudian, Tim yang dibentuk ini menyusun rencana detail tentang penggunaan lahan, memverifikasi dampak sosial dan dampak lingkungannya, serta kesesuaiannya dengan rencana tata ruang yang ada.
Selain itu tim juga harus melakukan konsultasi publik dengan memberi penjelasan kepada warga terdampak tentang urgensi penggunaan lahan, ganti rugi, dan hak-hak lain pemilik lahan.
Jika dari kajian tim penyiapan telah selesai dengan baik, kemudian itu dilaporkan kepada Gubernur. Nah, berdasar laporan dari Tim Penyiapan inilah kemudian Gubernur menerbitkan atau tidak menerbitkan Ijin Penetapan lokasi.
Pembangunan Waduk Bener
Untuk proses konstruksi bangunan waduk diperkirakan membutuhkan sekitar 8,5 juta meter kubik batu andesit. Namun untuk amannya pemerintah akan menyiapkan sekitar 15 Juta meter kubik batu andesit.
Dan sumber pengadaan batu andesit ini, akan diambil dari wilayah desa Wadas yang berjarak sekitar 10 Km dari Waduk Bener tersebut.
Ada
tiga alasan, mengapa batu andesit diambil dari Desa Wadas, yaitu: (M Yushar
Yahya Alfarobi, Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan I BBWS Serayu Opak)
1. Jaraknya relatif dekat dan paling efektif dari Bendungan Bener
2. Spesifikasi batuannya yang ada di Desa Wadas yang paling cocok.
3. Volume persedian batu andesit yang ada di desa Wadas relatif besar.
Persoalan di Desa Wadas
Dalam rangka untuk memenuhi pasokan batu andesit dalam pembangunan Waduk Bener, maka pemerintah akan membebaskan lahan di desa Wadas sekitar 114 ha yang terdiri dari 617 bidang, dengan estimasi memiliki kandungan batu andesit sebanyak 40 juta meter kubik.
Tetapi dalam realisasinya dari 617 bidang yang akan dibebaskan itu, hanya 346 bidang tanah yang pemiliknya setuju dibebaskan, sementara pemilik 113 bidang yang lain menolak, dan 135 lainnya masih belum menyatakan sikapnya.
Sebagai tindak lanjut untuk membangun Waduk Bener ini, maka pemerintah ingin melakukan pengukuran terhadap lahan yang yang pemiliknya telah setuju dibebaskan.
Nah, dari titik inilah awal munculnya persoalan gesekan di masyarakat Desa Wadas itu. Meski pengukuran hanya akan dilakukan pada lahan yang pemiliknya telah setuju dibebaskan, namun tetap terjadi penolakan dari elemen masyarakat yang memang menolak lahannya untuk dibebaskan.
Dan pada saat akan dilakukan pengukuran oleh Petugas BPN, mereka dikawal oleh aparat kepolisian yang berjumlah sekitar 400 personil. Sehingga terjadi selisih pandang dalam menyikapi ini.
Mungkin dari sisi petugas pengukuran, ini hanyalah memberikan kepastian rasa aman kepada petugas BPN, namun dari perspektif elemen masyarakat yang menolak pembebasan lahannya, ini dimaknai akan adanya intimidasi dan tekanan pada mereka untuk tetap wajib melepaskan haknya.
Opsi Penyelesaian Persoalan di Desa Wadas
Pada hakekatnya, untuk membebaskan lahan tersebut sebagai Proyek Strategi Nasional, yang dapat merujuk pada UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, serta UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Perpres, Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Hanya saja idealnya, perangkat hukum tersebut tidak serta merta dapat digunakan sebagai justifikasi untuk melakukan pemaksaan kehendak oleh pemerintah dalam menyelesaikan pembebasan lahan tersebut.
Masih ada ruang untuk menyelesaikan persoalan ini dengan bijak dan baik.
Misalnya kita dapat mengacu dari estimasi besarnya kandungan batu andesit yang ada di 114 Ha itu sebanyak 40 juta meter kubik, sedangkan diperkirakan kebutuhan untuk membangun konstruksi Waduk bener hanya sekitar maksimal 15 Juta meter kubik atau sekitar 40% dari total kandungan batu andesit yang ada.
Selain itu juga dari total 114 hektar yang direncanakan dibebaskan itu, rencananya yang akan digunakan hanya 60 hektar yang akan di manfaatkan untuk material quarry di Waduk Bener, dan sisanya memang akan dibeli fungsinya untuk sabuk hijau.
Jika melihat dari total 617 bidang lahan yang akan dibebaskan itu sudah sebanyak 346 bidang yang setuju dibebaskan, ditambah dengan 135 bidang lahan yang pemiliknya meski belum menyatakan bersedia, tapi kecenderunganya setuju untuk melepaskan haknya artinya dialog masih sangat mungkin terjadi.
Dan apa bila dialog ini berhasil maka total lahan yang bisa di bebaskan telah mencapai sekitar 80 %. Sehingga dari 113 bidang lahan yang pemiliknya menolak itu, tidak lagi signifikan dapat mempengaruhi jalannya pembangunan proyek Waduk tersebut.
Tapi sebagai kontemplasi bersama, ada adagium mengatakan, bahwa Tidak ada satupun Pemerintah terbaik di dunia ini, yang memerintah tapa persetujuan orang yang diperintahnya.
Opini Menyesatkan
Beragamnya disinformasi yang disebarkan oleh para elit dan elemen masyarakat lapis menengah yang tak bijak, lalu mengaitkan dan memanaskan isu tersebut menjadi amunisi menyerang yang dihubungkan dengan Kontestasi Politik Presiden 2024, sungguh menyesatkan.
Idealnya para elit politik dan elemen masyarakat di lapis tengah yang memiliki pengetahuan dan kecerdasan tentu sangat bisa untuk menjelaskan sesuatu persoalan bangsa sesuai dengan teks dan konteksnya.
Dan itu lebih bermakna dari pada mempertontonkan syahwat politik yang berlebihan, sehingga terkesan lebih emosional, sehingga melahirkan ungkapan masyarakat bahwa tokoh tersebut menyoal kasus Wadas dengan cara tak Cerdas.
Penulis adalah Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta
&Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN)
Ramai-Ramai Membidik Ganjar
Oleh : H Itok
Konflik Wadas bukan lagi murni soal isu lingkungan. Isunya bergulir liar, dan digoreng untuk kepentingan politik pihak tertentu. Targetnya jelas. Membunuh karakter dan menurunkan elektabilitas Ganjar Pranowo.
Yah, Ganjar kembali jadi target serangan dalam konflik Wadas ini. Setiap gerakan, ucapan dan langkahnya jadi sorotan. Salah sedikit saja, ia dibantai habis-habisan. Tidak salah pun, akan dicari celah kesalahannya.
Saat konflik Wadas terjadi, semua menyalahkan Ganjar. Seolah hanya Ganjar yang paling bertanggungjawab atas peristiwa ini. Padahal proyek itu punya pemerintah pusat, tapi kenapa Ganjar yang diserang? Ketika terjadi konflik antar warga, Ganjar yang disalahkan. Ketika warga ditangkap polisi, dipukuli dan ditahan, Ganjar pula yang jadi sasaran.
Kenapa semua kesalahan ditimpakan pada Ganjar seorang? Padahal yang benturan dengan warga itu polisi, yang nangkap warga juga polisi. Dan jangan lupa, Purworejo itu punya bupati. Pimpinan daerah yang harusnya juga ikut andil dalam konflik ini.
Meski bukan murni kesalahannya, tapi Ganjar tetap berjiwa kesatria. Ia datang langsung ke Wadas, meminta maaf dan menyatakan diri bertanggungjawab. Ia minta warga yang ditahan untuk dibebaskan. Berharap kondisi kembali tenang. Tapi lagi-lagi, ia tetap diserang. Kata mereka, Ganjar hanya pencitraan.
Makanya saya bilang, isu Wadas jadi ajang sejumlah elit untuk ramai-ramai menyerang Ganjar. Yang nyerang juga orang itu-itu saja. Orang yang sejak dulu benci Ganjar.
Rizal Ramli misalnya. Saat konflik Wadas ini, ia menuduh Ganjar lebih pro investor daripada rakyat. Belum jadi presiden sudah begini sikapnya, apalagi sudah jadi? Begitu katanya.
Pernyataan tak kalah pedas juga dilontarkan Rocky Gerung. Rocky mengatakan, Ganjar doyan rusak lingkungan dan tak pro rakyat. Ganjar itu politikus dungu, yang hanya akan jadi bahan tertawaan banyak orang. Rocky sebut Ganjar hanya berambisi nyalon presiden, tapi tak becus dalam urusan etika lingkungan.
Pedes memang. Tapi serangan Rizal Ramli dan Rocky Gerung itu tak lebih dari framing belaka. Tujuannya ya jelas, menjatuhkan citra Ganjar.
Sekarang Pro investor bagaimana, wong pembangunan Bendungan Bener itu proyek strategis nasional kok. Yang punya gawe itu negara, Ganjar hanya ketempatan saja. Tidak paham etika lingkungan bagaimana, wong Mahkamah Agung sudah menyatakan tidak ada pelanggaran dalam proses perencanaan proyek itu kok. Kalau terbukti merusak lingkungan, tentu Hakim PTUN dan Hakim Agung akan memenangkan gugatan warga terkait proyek itu, bukan?
Ada juga para elit Partai Demokrat yang kompak menyerang Ganjar secara membabi buta. Ada Hinca Panjaitan, Yan Harahap sampai Herzaky Mahendra. Entah mereka lupa atau sengaja tutup mata. Bahwa Bupati Purworejo, orang yang paling bertanggungjawab terhadap konflik Wadas adalah kader Demokrat sendiri. Akhirnya, Demokrat justru yang kena bully. Kasihan sekali.
Ganjar memang jadi bulan-bulanan terkait konflik Wadas ini. Ganjar sih biasa-biasa saja. Sudah kebal, katanya. Ya karena hampir tiap hari ia jadi target serangan orang-orang yang tak suka padanya.
Tak hanya dari luar partai, Ganjar bahkan juga diserang oleh kader internal PDIP sendiri. Junimart Girsang, elit PDIP ini meminta Ganjar melakukan klarifikasi dan mencabut pernyataan terkait konflik Wadas. Junimart bahkan ngompori rakyat untuk melaporkan Ganjar ke polisi dengan sangkaan pasal perbuatan tidak menyenangkan.
Tak heran kalau Junimart Girsang menyerang Ganjar seperti itu. Karena memang, banyak elit partai berlogo banteng moncong putih itu yang tak suka pada polah Ganjar. Konflik demi konflik terjadi. Sejak elit partai PDIP berniat mengusung Puan Maharani.
Masih ingat peristiwa tidak diundangnya Ganjar saat acara ulang tahun PDIP pada Mei 2021 lalu? Saat itulah serangan dari internal partai pada Ganjar dimulai. Ganjar dituding hanya sebagai gubernur sosmed. Ia terkenal di media sosial, tapi tak bisa kerja di lapangan. Tuduhan itu muncul dari mulut Puan Maharani, Ketua DPP PDIP sendiri. Meski akhir-akhir ini, Puan juga asyik bermedsos ria. Bahkan katanya sampai bayar buzzer untuk meramaikan setiap postingannya.
Selain Wadas, serangan pada Ganjar hari ini juga semakin masif lagi. Yang paling santer adalah, kembali dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait isu lama. Dugaan korupsi E-KTP. Laporan dilakukan oleh Presidium Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK), Adhie Massardi.
Entah apa yang merasuki Adhie kembali mengangkat isu lama ini. Apalagi, serangan dilakukan tanpa bukti. Hanya terkesan memaksakan dan penuh alibi. Bohong kalau ini murni dari Adhie sendiri. Semua juga menduga, ada pihak yang sengaja menggerakkan.
Toh kasus E-KTP sudah selesai, dengan ditahannya pihak-pihak yang lalai. Nama Ganjar Pranowo yang dulu memang santer disebut-sebut terlibat, sudah terbukti hanya tuduhan tak kuat. Sejumlah saksi kunci mengatakan, Ganjar memang tak menerima aliran uang. Ia bersih dari semua tuduhan. Makanya aneh kalau isu ini diangkat kembali.
Apasih kesalahan Ganjar sehingga jadi target serangan?
Mungkin ini pertanyaan banyak orang saat ini. Saya katakan, kesalahan Ganjar hanya satu. Dia selalu ada di tiga besar survei calon presiden.
Disadari atau tidak, orang ramai-ramai menyerang Ganjar setelah elektabilitas Ganjar melejit sebagai capres 2024. Nama Ganjar mulai melejit, usai sejumlah lembaga survei menetapkan Ganjar sebagai capres potensial. Dari waktu ke waktu, elektabilitas Ganjar selalu meningkat.
Survei Charta Politika menunjukkan, elektabilitas Ganjar berada di posisi atas pada Desember 2021 dengan capaian 25,8 persen. Hasil lain disampaikan Saiful Mujani Rearch and Consulting (SRMC), yang menempatkan Ganjar di urutan kedua dengan capaian 19,2 persen. Selisih kecil dari Prabowo Subianto yang hanya 19,7 persen. Sementara survei Litbang Kompas periode Oktober 2021 mendudukkan Ganjar dan Prabowo sejajar di peringkat pertama dengan elektabilitas 13,9 persen.
Banyak pihak yang tak suka dengan tingginya elektabilitas Ganjar itu. Makanya, serangan demi serangan akan terus dilakukan. Sampai Ganjar benar-benar habis dan terlempar dari tiga besar. Begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar