SAMBUTAN
PROF DR H WURYADI MS UNTUK BUKU
“IMPLIKASI UTANG LUAR NEGERI BAGI PEMBANGUNAN
NASIONAL; PEMUTIHAN BAGI INDONESIA, OLEH: REINHARD HUTAPEA
Prof Dr H. Wuryadi, MS
Menjadi kehormatan bagi saya untuk dapat memberikan
komentar atas terbitnya buku yang saya anggap cukup fenomenal dalam era
kehidupan globalisasi seperti saat ini. Inisiatif Nation and Character Building
Institute (NCBI) untuk menerbitkan buku ini juga patut dihargai, karena
dihadapkan pada tantangan popularitas dan komersialisasi buku sebagai produk
dagangan. Namun kita akan mengerti dan memberikan apresiasi tingi kalau motif
penerbitan buku ini lebih dititikberatkan pada upaya untuk memberikan
keseimbangan pengertian tentang persoalan utang luar negeri bagi kebanyakan
rakyat negeri tercinta ini
Kita masih ingat pada pemerintahan orde baru, pemerintah
dengan gencarnya memberikan penilaian yang tinggi terhadap utang yang diperoleh
dari badan-badan internasional ataupun negara-negara pemeberi utang. Utang
lebih banyak dinilai sebagai bentuk kepercayaan terhadap Indonesia dan diterima dengan
sepenuh rasa syukur yang kadang berlebihan. Apakah benar bahwa utang memang
berkah bagi negara dan bangsa Indonesia?
Ini yang dikaji oleh buku ini, agar rakyat pembaca buku ini dicerdaskan dengan
pemahaman yang tidak menjerumuskan dan membuat salah persepsi tentang hakikat
utang pada saat ini.
Lembaga internasional yang saat ini beroperasi sebagai
distributor modal bagi negara-negara sedang berkembang atau negara-negara
miskin adalah Bank Dunia dan IMF (International
Monetary Fund), 2 (dua) lembaga yang sangat dipercaya sebagai pengumpul
modal finansial dari perusahaan-perusahaan dan perorangan-perorangan terkaya
dunia yang melakukan operasi tanpa melalui model investasi dalam berbagai
bentuk perusahaan yang secara individual maupun bersama (terbatas) dalam
berbagai operasi perusahaan di berbagai negara. Melalui lembaga ini dan
kemudian bersama dengan lembaga keuangan Amerika (Federal Reserve) mengatur bagaimana menertibkan mekanisme
penggunaan modal dalam bentuk utang kepada negara-negara miskin melalui apa
yang kemudian dikenal sebagai The
Washington Consensus. Aturan-aturan yang mengikat negara-negara kreditor
itu secara rinci adalah sebagai berikut (konsep
Williamson)
1.
Pengketatan fiscal
2.
Mengurangi alokasi dana
pemerintah untuk sektor publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pembangunan
infra struktur untuk dialihkan ke sektor yang lebih berorientasi prifit
3.
Reformasi perpajakan
4.
Jaminan kepemilikan publik
5.
Liberalisasi nilai suku bunga
6.
Penerapan nilai tukar yang
kompetitif
7.
Liberalisasi perdagangan
8.
Liberalisasi investasi asing
9.
Privatisasi
10.
Deregulasi
Konsep tersebut di atas mendapat kritik dengan
argumentasi yang dianggap lebih obyektif sebagaimana yang dikemukakan oleh
beberapa ahli ekonomi yang dikenal sebagai POST
WASHINGTON
CONSENSUS (=NEW KEYNESIAN)
Jagdish Bhagwati, Paul Krugman, Joseph E. Stiglitz, dan
Jeffrey Sachs:
1.
Redistribusi pendapatan
2.
Pemerataan di masyarakat atau
antar negara
3.
Isu-isu sosial seperti
ketenagakerjaan dan hak-hak buruh
4.
Problem lingkungan hidup
Selain itu juga perlu memperhatikan peran
negara/pemerintah (Stiglitz), tidak sepenuhnya mengandalkan mekanisme pasar,
terutama pada kebijakan:
A.
Pasar vs Negara
B.
Pertumbuhan vs pemerataan
Yang kemudian muncul berbagai pertanyaan adalah
bagaimana para pemilik modal besar melakukan kontrol terhadap mekanisme yang
dilakukan pada Washington Consensus
maupun Post Washington Consensus?
Beberapa spekulasi kemudian berkembang dengan munculnya kelompok yang disebut
sebagai Neo-Conservationist di Amerika yang dianggap sebagai kelompok yang
mengendalikan mekanisme pengaturan tersebut
Beberapa waktu terakhir ini muncul spekulasi baru
sebagai hasil kegigihan para jurnalis dari berbagai negara sebut saja Charlie
Skelton, Jon Ronson, Westbrook Pegler dan yang lain, yang berkat kegigihannya
mengikuti beberapa pertemuan orang-orang terkaya dunia yang kemudian menyebut
kelompok mereka sebagai The Bilderberger (sesuai nama suatu tempat pertemuan
mereka di daerah Belanda, Bilderberg)
Sebetulnya kelompok ini mulai aktif sejak tahun 1910,
tepatnya 22 November 1910, terjadi pertemuan diantara orang-orang terkaya dunia
(memiliki modal lebih dari 1/4 kekayaan dunia pada waktu itu), dan dipercaya
menentukan berbagai peristiwa dunia berikutnya. Daftar nama-nama mereka terindikasi
oleh para jurnalis, namun apa yang mereka bicarakan tidak pernah terungkap
namun kemudian dihubungkan dengan kejadian penting dunia.
Setelah pertemuan di Jekyll Island,
federal reserve berdiri, demikian juga hadirnya Uni Eropa dan hadirnya Bill
Clinton dan Tony Blair pada pertemuan kelompok ini, sebelum akhirnya mereka
menjadi Presiden Amerika dan Pedana Menteri Inggris. Kejadian yang terakhir
adalah hadirnya Obama dan Hillary yang tadinya adalah kompetitor calon presiden
dari Partai Demokrat, sesudah pertemuan The Bilderberger yang mereka hadiri
secara rahasia, mereka menyatakan secara manis sebagai kandidat presiden dan
wakil presiden yang kemudian menang dalam emilihan presiden Amerika
Banyak peristiwa lain yang terjadi yang selalu dicoba
untuk diamati oleh para jurnalis dunia termasuk jurnalis dari BBC, namun hasil
yang mereka dapat sementara ini adalah nama-nama para peserta dari berbagai
negara yang terakhir adalah wakil dari China. Apa yang akan terjadi?
Ilustrasi tersebut di atas hanyalah sebagai bahan
perenungan bahwa sesungguhnya mekanisme obyektif persoalan permodalan dan utang
di dunia, tidak secara mulus dapat diketahui melalui mekanisme obyektif yang
dapat dimengerti oleh masyarakat dunia. Mengandalkan pada mekanisme pasar
sebagai gambaran yang terjadi pada persoalan kapitalisme dunia, ternyata tidak
sepenuhnya sesuai dengan kenyataan. Model operasi modal lewat utang, investasi
perusahaan (yang akhir-akhir ini sudah seperti gurita yang mencekik kehidupan
bangsa Indonesia),
dan “pembelian pemimpin pemerintahan”, ternyata berlangsung secara simultan.
Berapa kuat bangsa Indonesia
menghadapi hal-hal seperti ini, salah satu yang dapat mendukung adalah memahami
mekanisme itu sendiri, dan yang dicoba untuk dipaparkan melalui buku ini. Namun
masih dibutuhkan berbagai pemahaman-pemahaman lainnya termasuk pemahaman
tentang The Washington
Consensus, Post Washington
Consensus, dan The Bildeberger (yang masih misterius) sampai saat ini.
Disamping itu semua model liberalisasi perdagangan yang sebelumnya telah beroperasi
melalui persetujuan WTO (World Trade
Organisation) melalui beberapa tahap kesepakatan yang mengikat setiap
anggotanya (termasuk Indonesia), telah kita ketahui sebagai model perdagangan
yang cenderung mengurangi proteksi pemerintah dan mematikan produksi dalam
negeri
Kembali saya sampaikan apresiasi yang tinggi pada
Reinhard Hutapea dan NCBI atas kegigihannya untuk menerbitkan buku ini, yang
patut menjadi bahan bacaan bagi mereka yang masih mengaku sebagai bangsa Indonesia.
Selamat berjuang!
Yogyakarta, 5 Januari 2012
Prof Dr. H. Wuryadi, MS
Presidium Lembaga Kajian
Strategis Marhaenis/
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar