Minggu, 28 Agustus 2016

Sambutan Prof Dr Wuryadi MS Untuk Buku Implikasi Utang Luar Negeri



SAMBUTAN PROF DR H WURYADI MS UNTUK BUKU
 “IMPLIKASI UTANG LUAR NEGERI BAGI PEMBANGUNAN NASIONAL; PEMUTIHAN BAGI INDONESIA, OLEH: REINHARD HUTAPEA

 Prof Dr H. Wuryadi, MS
Menjadi kehormatan bagi saya untuk dapat memberikan komentar atas terbitnya buku yang saya anggap cukup fenomenal dalam era kehidupan globalisasi seperti saat ini. Inisiatif Nation and Character Building Institute (NCBI) untuk menerbitkan buku ini juga patut dihargai, karena dihadapkan pada tantangan popularitas dan komersialisasi buku sebagai produk dagangan. Namun kita akan mengerti dan memberikan apresiasi tingi kalau motif penerbitan buku ini lebih dititikberatkan pada upaya untuk memberikan keseimbangan pengertian tentang persoalan utang luar negeri bagi kebanyakan rakyat negeri tercinta ini
Kita masih ingat pada pemerintahan orde baru, pemerintah dengan gencarnya memberikan penilaian yang tinggi terhadap utang yang diperoleh dari badan-badan internasional ataupun negara-negara pemeberi utang. Utang lebih banyak dinilai sebagai bentuk kepercayaan terhadap Indonesia dan diterima dengan sepenuh rasa syukur yang kadang berlebihan. Apakah benar bahwa utang memang berkah bagi negara dan bangsa Indonesia? Ini yang dikaji oleh buku ini, agar rakyat pembaca buku ini dicerdaskan dengan pemahaman yang tidak menjerumuskan dan membuat salah persepsi tentang hakikat utang pada saat ini.
Lembaga internasional yang saat ini beroperasi sebagai distributor modal bagi negara-negara sedang berkembang atau negara-negara miskin adalah Bank Dunia dan IMF (International Monetary Fund), 2 (dua) lembaga yang sangat dipercaya sebagai pengumpul modal finansial dari perusahaan-perusahaan dan perorangan-perorangan terkaya dunia yang melakukan operasi tanpa melalui model investasi dalam berbagai bentuk perusahaan yang secara individual maupun bersama (terbatas) dalam berbagai operasi perusahaan di berbagai negara. Melalui lembaga ini dan kemudian bersama dengan lembaga keuangan Amerika (Federal Reserve) mengatur bagaimana menertibkan mekanisme penggunaan modal dalam bentuk utang kepada negara-negara miskin melalui apa yang kemudian dikenal sebagai The Washington Consensus. Aturan-aturan yang mengikat negara-negara kreditor itu secara rinci adalah sebagai berikut (konsep Williamson)
1.      Pengketatan fiscal
2.      Mengurangi alokasi dana pemerintah untuk sektor publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infra struktur untuk dialihkan ke sektor yang lebih berorientasi prifit
3.      Reformasi perpajakan
4.      Jaminan kepemilikan publik
5.      Liberalisasi nilai suku bunga
6.      Penerapan nilai tukar yang kompetitif
7.      Liberalisasi perdagangan
8.      Liberalisasi investasi asing
9.      Privatisasi
10.  Deregulasi

Konsep tersebut di atas mendapat kritik dengan argumentasi yang dianggap lebih obyektif sebagaimana yang dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi yang dikenal sebagai POST WASHINGTON CONSENSUS (=NEW KEYNESIAN)

Jagdish Bhagwati, Paul Krugman, Joseph E. Stiglitz, dan Jeffrey Sachs:
1.      Redistribusi pendapatan
2.      Pemerataan di masyarakat atau antar negara
3.      Isu-isu sosial seperti ketenagakerjaan dan hak-hak buruh
4.      Problem lingkungan hidup

Selain itu juga perlu memperhatikan peran negara/pemerintah (Stiglitz), tidak sepenuhnya mengandalkan mekanisme pasar, terutama pada kebijakan:
A.    Pasar vs Negara
B.     Pertumbuhan vs pemerataan
Yang kemudian muncul berbagai pertanyaan adalah bagaimana para pemilik modal besar melakukan kontrol terhadap mekanisme yang dilakukan pada Washington Consensus maupun Post Washington Consensus? Beberapa spekulasi kemudian berkembang dengan munculnya kelompok yang disebut sebagai Neo-Conservationist di Amerika yang dianggap sebagai kelompok yang mengendalikan mekanisme pengaturan tersebut
Beberapa waktu terakhir ini muncul spekulasi baru sebagai hasil kegigihan para jurnalis dari berbagai negara sebut saja Charlie Skelton, Jon Ronson, Westbrook Pegler dan yang lain, yang berkat kegigihannya mengikuti beberapa pertemuan orang-orang terkaya dunia yang kemudian menyebut kelompok mereka sebagai The Bilderberger (sesuai nama suatu tempat pertemuan mereka di daerah Belanda, Bilderberg)
Sebetulnya kelompok ini mulai aktif sejak tahun 1910, tepatnya 22 November 1910, terjadi pertemuan diantara orang-orang terkaya dunia (memiliki modal lebih dari 1/4 kekayaan dunia pada waktu itu), dan dipercaya menentukan berbagai peristiwa dunia berikutnya. Daftar nama-nama mereka terindikasi oleh para jurnalis, namun apa yang mereka bicarakan tidak pernah terungkap namun kemudian dihubungkan dengan kejadian penting dunia.
Setelah pertemuan di Jekyll Island, federal reserve berdiri, demikian juga hadirnya Uni Eropa dan hadirnya Bill Clinton dan Tony Blair pada pertemuan kelompok ini, sebelum akhirnya mereka menjadi Presiden Amerika dan Pedana Menteri Inggris. Kejadian yang terakhir adalah hadirnya Obama dan Hillary yang tadinya adalah kompetitor calon presiden dari Partai Demokrat, sesudah pertemuan The Bilderberger yang mereka hadiri secara rahasia, mereka menyatakan secara manis sebagai kandidat presiden dan wakil presiden yang kemudian menang dalam emilihan presiden Amerika
Banyak peristiwa lain yang terjadi yang selalu dicoba untuk diamati oleh para jurnalis dunia termasuk jurnalis dari BBC, namun hasil yang mereka dapat sementara ini adalah nama-nama para peserta dari berbagai negara yang terakhir adalah wakil dari China. Apa yang akan terjadi?
Ilustrasi tersebut di atas hanyalah sebagai bahan perenungan bahwa sesungguhnya mekanisme obyektif persoalan permodalan dan utang di dunia, tidak secara mulus dapat diketahui melalui mekanisme obyektif yang dapat dimengerti oleh masyarakat dunia. Mengandalkan pada mekanisme pasar sebagai gambaran yang terjadi pada persoalan kapitalisme dunia, ternyata tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan. Model operasi modal lewat utang, investasi perusahaan (yang akhir-akhir ini sudah seperti gurita yang mencekik kehidupan bangsa Indonesia), dan “pembelian pemimpin pemerintahan”, ternyata berlangsung secara simultan. Berapa kuat bangsa Indonesia menghadapi hal-hal seperti ini, salah satu yang dapat mendukung adalah memahami mekanisme itu sendiri, dan yang dicoba untuk dipaparkan melalui buku ini. Namun masih dibutuhkan berbagai pemahaman-pemahaman lainnya termasuk pemahaman tentang The Washington Consensus, Post Washington Consensus, dan The Bildeberger (yang masih misterius) sampai saat ini. Disamping itu semua model liberalisasi perdagangan yang sebelumnya telah beroperasi melalui persetujuan WTO (World Trade Organisation) melalui beberapa tahap kesepakatan yang mengikat setiap anggotanya (termasuk Indonesia), telah kita ketahui sebagai model perdagangan yang cenderung mengurangi proteksi pemerintah dan mematikan produksi dalam negeri
Kembali saya sampaikan apresiasi yang tinggi pada Reinhard Hutapea dan NCBI atas kegigihannya untuk menerbitkan buku ini, yang patut menjadi bahan bacaan bagi mereka yang masih mengaku sebagai bangsa Indonesia. Selamat berjuang!

                                                                                     Yogyakarta, 5 Januari 2012

                                                                                        Prof Dr. H. Wuryadi, MS
                                                     Presidium Lembaga Kajian Strategis Marhaenis/
                                                     Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar