Rabu, 21 September 2016

SOSOK WANITA INDONESIA 2012; MELEWATI PRIA ?




Oleh: Reinhard Hutapea
Direktur  CEPP FISIP UNITAS, Palembang. Staf Ahli DPR RI  2000-2009

Pada tahun 1980-an John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam bukunya Megatrends 2000 menyatakan bahwa abad ke 21 adalah abadnya wanita. Wanita atau Kaum Hawa dalam abad tersebut akan mulai tampil cemerlang. Ia tidak lagi sebagai subordinat pria sebagaimana telah lama berlangsung.
Dominasi dunia pria/maskulin secara perlahan , namun pasti akan tergeser oleh tampilnya kekuatan wanita dalam seluruh dimensi kehidupan. Kodrat wanita seperti hanya sebagai ibu rumah tangga, atau yang sering diplesetkan dengan predikat “sumur, kasur, dapur, atau menstruasi, menjadi hamil, melahirkan, dan menyusui, akan terpatahkan dengan tampilnya kaum hawa dalam dunia yang selama ini didominasi kalangan pria
Perubahan yang tak terelakkan, selain karena gerakan kaum feminis liberal yang menuntut persamaan hak di Barat, khususnya di AS, secara alami tak mungkin lagi dihambat. Pandangan-pandangan atau mythologi yang menyudutkan peran wanita sejak berabad-abad, terpatahkan atau tidak mungkin dihempang dengan kemajuan sains dan teknologi. Minimal inilah argumen Naisbitt dan Aburdene dalam bukunya yang pernah best seller itu.

Relevansinya Dengan Indonesia
Apa secara kebetulan (anomi), alamiah atau rekayasa, ramalan demikian mendapat tempatnya di Indonesia. Wanita yang sering dipersepsikan secara socio-cultural lemah tidak mungkin akan menjadi pemimpin yang menentukan, apalagi menjadi orang nomor satu. Kasus Megawati Soekarniputri adalah contohnya. Meski dengan berbagai tantangan, hambatan, dan ancaman, beliau tampil menjadi Presiden Indonesia pada awal tahun 2000-an.
Suatu lompatan yang sangat jauh ke depan. AS sekalipun yang sering di elu-elukan..sebagai negara paling egaliter/demokratis, yang memberikan hak sama antara pria dan wanita belum pernah memilih seorang wanita jadi Presiden. Ada anggapan meski jarang dipublisir, masyarakat Amrik  belum yakin bahwa seorang wanita belum sanggup menakhoda dunia keras, seperti “pertahanan/keamanan, ekonomi/moneter, politik luar negeri, public service” dan lain-lainnya, yang hingga kini masih dikuasai kalangan pria
Konteks demikian ternyata telah dilewati Indonesia. Tidak hanya mendudukkan wanita jadi presiden. Derivasi kemudian adalah dalam seluruh sendi-sendi kehidupan yang sering dikonotasikan dunia keras seperti ekonomi dan politik. Dalam bidang keuangan, tampilnya Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri keuangan yang sukses melakukan reformasi birokrasi dikementeriannya, Rini S Suwandi/Mari Elka Pangestu yang berhasil meningkatkan pertumbuhan perdagangan, Miranda Gultom yang gemilang sebagai deputy Gubernur BI, Karen Agus Setiawan yang lugas menakhodai Pertamina, adalah beberapa dimensi yang sebelumnya didominasi kaum pria dan ternyata sukses ditangan wanita
Dalam bidang politik ditetapkannya UU Pemilu yang mengalokasikan minimal 30% caleg harus wanita adalah terobosan besar. UU ini menjadi pemicu tampilnya kalangan wanita jadi pemimpin-pemimpin politik. Terbukti kemudian, tampilnya kaum hawa sebagai legislator-legislator handal di parlemen. Sosok-sosok seperti Aisyah Aminy, Khofifah Indar Parawansa, Ida Fauziah, Andi Yuliani Paris, Lily Wahid, Dyiah Rika Pitaloka (Oneng), Eva Kusuma Sundari, Nurul Arifin, Puan Maharani, Wa Ode Nurhayati adalah beberapa contoh yang kemampuannya sebagai legislator tidak kalah dengan pria.
Puncaknya (kalau bisa dikatakan demikian) adalah dari lima anggota Lembaga Pengawas Pemilu (Bawaslu), tiga diantaranya adalah wanita (60%). Pencapaian nan fantastis. Bagaimana suatu lembaga pengawas pemilu, yang sering dikonotasikan dengan dunia keras didominasi kaum hawa. Wanita telah menjadi pengawas pria , tidak saja di dalam rumah tangga, namun juga dalam pentas politik yang sejak lama didominasi kaum pria.
Kisah Andi Nurpati yang diindikasikan memalsukan surat Mahkamah Konstitusi, adalah fakta yang menunjukkan bagaimana peran seorang wanita Indonesia tidak saja sama dengan pria, namun telah melewatinya. Ia diserang dari berbagai penjuru (yang umumnya adalah politisi pria), namun tenang, tidak tergoyahkan, dan hampir tak bergeming menanggapainya. Sampai saat ini, ia tetap anteng sebagai salah satu DPP Partai Demokrat, setelah melarikan diri/loncat dari KPU
Kartini, pejuang emansipasi mungkin sudah tersenyum di tempat peristirahatannya. Perjuangannya yang lama dan disertai penderitaan  telah membuahkan hasil yang berarti. Akan tetapi , ia mungkin was-was melihat kasus-kasus yang menimpa Wa Ode Nurhayati, Miranda Gultom, Nunun Nurbaety, Mindo Rosalina Manullang, Yulianis, Dhanarwaty, Neneng Sri Wahyuni dan terutama bintangnya, yakni Angelina Sondakh

Melewati Pria?
Nama-nama tersebut adalah nama yang tiap hari mewarnai media cetak saat ini. Mereka menjadi tersangka dalam kasus-kasus yang berbau penyalahgunaan keuangan, seperti penyuapan, kongkalikong hingga korupsi. Begitu fantastis perannya. Dengan gaya bak mafia di film-film ,Mindo Rosa Manullang, Angelina Sondakh dan Yulianis,  mempengaruhi para pengambil keputusan untuk menggolkan proyek-proyek yang ditengarai penuh dengan korupsi. Idem dengan Nunun Nurbaety yang dituding menyuap anggota-anggota DPR menggolkan Miranda Gultom, untuk Deputy Gubernur BI
Sebaliknya bagaimana peran Wa Ode Nurhayati membongkar paktek-praktek penyalahgunaan keuangan di BadanAnggaran (Banggar) DPR, sangatlah mencengangkan. Bagaimana seorang wanita memporakporandakan salah satu Institusi Negara, yang semuanya dipimpin para pria, adalah suatu bukti keperkasaan wanita
Terlepas bagaimana kelanjutan kasus yang menimpa elite-elite wanita tersebut, apakah mereka sesungguhnya actor utama atau bukan, apakah berakhir happy atau sebaliknya, yang pasti, paling tidak untuk saat ini peran mereka tidak mungkin lagi dihiraukan
Peran demikian akan semakin cemerlang, melihat perkembangan era yang semakin demokratis, plus keistimewaan wanita Indonesia yang dikenal piawai mengelola keuangan (Sita Van Bemmelen,1993). Secara kwantitas, jumlah mereka mungkin masih kurang dibandingkan jumlah pria, namun secara kualitas mereka telah menunjukkan bahwa mereka bisa menyamai, bahkan tidak tertutup kemungkinan melewatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar