Oleh: Reinhard Hutapea
Staf pengajar FISIP UNTAG Jakarta
India menyambut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan meriah,
hangat dan penuh persahabatan. Upacara kenegaraan penuh dilakukan menyambut
sang Presiden. Apalagi pada hari tersebut adalah hari peringatan kemerdekaan India,
membuat kunjungan demikian adalah sesuatu yang istimewa. Mungkin lebih istimewa
ketimbang kunjungan Barack Obama belum lama berselang ke negeri tersebut. Makna
apa yang dapat kita tarik dari kunjungan demikian? adakah yang diharapkan atau hanya sekedar
rutinitas kenegaraan? Atau sekedar nostalgia kehangatan masa lalu?
Nostalgia Masa Lalu
Dalam setting histories, sosiologis dan politis India sangat dekat dengan Indonesia. Ketika Indonesia berjuang melawan colonial Belanda, India
adalah salah satu negara pendukung utama. Pejuang-pejuang kemerdekaan yang
melakukan diplomasi ke luar negeri , selalu didukung oleh negara terbesar di
Asia Selatan tersebut.
Tidak cukup disitu, setelah merdeka, India juga menjadi salah satu pendukung utama
kemerdekaan Indonesia,
selain Mesir dan lain-lain. Begitu pula untuk menyokong perjuangan negara-negara
lain yang masih terjajah kedua negara ini bahu membahu memberikan motivasi dan
bantuan yang dianggap perlu
Keakraban ini semakin nyata ketika Indonesia melakukan penggalangan
bangsa-bangsa Asia Afrika melawan kolonialisme yang masih merajalela dalam
segala manifestasinya. India
memberikan dukungan penuh. Peran-peran diplomasi yang diusung diplomat-diplomat
Indonesia, seperti yang diperankan oleh Duta Besar Keliling, Ny Supeni, Menteri
Luar Negeri, Mr Sunaryo, PM Ali Sastroamidjojo dan Ruslan Abdulgani, untuk
mensukseskan Konperensi Asia Afrika disokong penuh oleh India . Diplomasi
antara Jakarta dan New Delhi berlangsung dengan intens
Bagaimana hubungan itu begitu akrab dapat dilihat dari
peran Nehru pada waktu Konperensi Asia Afrika di Bandung. Dengan dramatis tanpa
dipersilahkan lebih dahulu oleh protokoler, langsung menyambar pengeras suara ,Nehru
berpidato berapi-api mengobarkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme dan
imperalisme dalam segala manifestasinya. Hadirin menyambutnya dengan sorak
soara gegap gempita yang membuat gedung Merdeka Bandung menggelegar. Peran itu menunjukkan
bahwa Nehru menganggap pertemuan akbar tersebut adalah rumahnya sendiri. Peran
ini sudah tercatat dalam panggung sejarah dunia karena mensupport Negara-negara
di Asia Afrika yang terjajah untuk merdeka.
Peran seru nan gegap gempita tersebut ,tidak hanya
disitu, melainkan dilanjutkan dengan kerjasama yang jauh lebih dahsyat, yakni melahirkan
kekuatan dunia yang tidak mendongak kepada salah satu blok dunia yang sedang
bertikai saat itu dalam perang dingin. Soekarno dan Nehru yang sadar ekses
perang dingin menggalang kekuatan-kekuatan lain di seluruh dunia. Gerakan ini
dikenal sebagai gerakan Non Blok yang dicetuskan pada tahun 1961 di Belgrado – Yugoslavia.
Inilah Dunia III sebagai alternative terhadap dua raksasa adikuasa yang
terlibat perang dingin saat itu dan
terus abadi hingga saat ini
Sebatas Film
Sayang hubungan akrab kedua negara ini tidak berlangsung abadi. Medio tahun 1960-an
terjadi perubahan drastis di Indonesia.
Singgasana kekuasaan berganti actor, berganti kebijakan dan khususnya dalam
kebijakan luar negeri terjadi perubahan yang significan.
Kalau sebelumnya Indonesia sangat aktif dalam kancah
politik internasional memperjuangkan nasib bngsa-bangsa tertindas, dalam era
baru yang berubah perannya disunat hanya sebatas Asia Tenggara. Peran-peran
yang sebelumnya dipentaskan oleh
Soekarno dianggap tidak efisien nan hanya menciptakan mercu suar yang tidak
mensejahterakan bangsa, negara dan masyarakat. Era itu harus diakhiri
Rezim Soeharto yang berslogan “Politik no, Ekonomi yes”,
atau “Pembangunan yes-Politik no”, bertekad melaksanakan kebijakan pembangunan
yang berfocus pertumbuhan (growth). Konsekwensinya kerja-kerja atai kiprah
diluar ekonomi menjadi marjinal. Politik, khususnya politik luar negeri hanya
diarahkan bagaimana agar investasi asing/modal luar mengalir ke Indonesia
Investasi/Modal demikian sudah pasti ada di Barat, yakni
Eropa, Amerika Serikat dan Jepang, sebab memang merekalah yang menguasai
perekonomian saat itu. Tidak mungkin minta bantuan atau utang dari India,
sebab negeri Hindu ini juga sedang dalam keadaan melarat. Begitu pula
negara-negara di Timur saat itu berada dalam serba kekurangan.
Rezim Soeharto yang bertekad melakukan pembangunan
ekonomi, tiada lain-tiada bukan melihat Barat sebagai satu-satunya alternative.Terjadilah
hubungan yang sangat erat dengan Barat, sebaliknya dengan Timur (baca India).
Indonesia
yang tadinya kental dengan Non Blok, berubah haluan menjadi abu-abu, kalau
bukan sudah ngeblok ke Barat
Meskipun relasi dengan Barat sangat erat, tidak berarti hubungan dengan India putus. Hubungan itu tetap
ada, namun tidak seperti era-era sebelumnya. Hubungan secara politik, jelas
sangat berubah. Demikian juga derivasinya
secara ekonomi telah bergeser. India
yang konsisten dengan Sosialisme ala Indianya,
Indonesia sudah
masuk blok Kapitalisme Barat..Dua kutub yang bertolak belakang. Oleh karena itu
hubungan yang mencuat kemudian adalah
hubungan biasa.
Demi menjaga citranya, Indonesia terus menjaga relasi,
namun sebatas tetangga yang baik. Indiapun mungkin melakukan hal yang sama.
Saling menjaga keseimbangan dalam pola dan sepak terjang yang bebeda. Hubungan
yang paling tepat dalam suasana seperti ini lazimnya hanya dalam bidang
kesenian, seperti seni suara, seni tari dan lain-lain..
India yang mempunyai seni yang kuat sebagai wujud dari salah satu varian
kebudayaannya memanifestasikannya dalam bentuk film. Film-film India
sejak lama telah digemari banyak bangsa. Termasuk bangsa Indonesia. Kenyataan sejak era Orde
Baru film-film India
berdentang dengan sangat kencang dinegeri ini.
Berkeliaran bak cendawan dimusim
hujan
Film-film India yang
sangat jelas karakter dan ciri khasnya itu menempati urutan pertama paling
laris di Indonesia.
Sebaliknya tak satupun film Indonesia
yang muncul di India.(karena tak berkarakter?). Demikianlah India yang dikenal di Indonesia hanya sebatas film, bukan
yang lain
Kemajuan India
Maraknya film-film India di Indonesia adalah salah satu wujud
dari existensi negara tersebut. Film sebagai produk kesenian adalah manifestasi
dari kebudayaan . Bagaimana kebudayaan India berlangsung terlihat dalam film-film tersebut Kepribadiannya
(meminjam Soekarno), termanifestasi
dalam kebudayaannya
Memiliki kepribadian dalam kebudayaan, sudah tentu
setelah didukung oleh unsur-unsur lain, seperti tercapainya berdikari dalam
bidang ekonomi dan kedaulatan dalam bidang politik. Tiga predikat sebagai
sejati dari suatu negara merdeka. Salah satu dari ketiga idiom itu rusak,
kemerdekaan terancam India
konsisten dengan ketiga predikat tersebut sebagaimana diajarkan Gandhi dan
dipraktekkan oleh Nehru
India yang merdeka dari tangan Inggris dan. membentuk konstitusi sebagai
hukum dasar dan ideologinya, konsisten dengan apa yang ditulis dalam konstitusi
tersebut. Kebijakan pembangunan yang mereka laksanakan konsisten diatas dan
dijalur konstitusi yang memang cenderung sosialistik. India yang sosialistik tegar dalam
jalurnya. Tidak melompat-lompat atau mengganti haluan dalam perjalanan
sejarahnya
Pembangunan karakter, wawasan kebangsaan dan operasional
kenegaraan lainnya diaplikasikan sebagaimana yang diajarkan pemimpin besarnya,
Gandhi. Ajaran-ajaran yang sangat humanistic-sosialistik itu dipadu dengan
penyesuaian-penyesuaian perkembangan jaman. Meski perlahan tapi pasti.
Pembangunan
ekonomi yang menempatkan negara sebagai actor utama dalam awal-awal tahun
pembangunannya berhasil menancapkan fundasi ekonomi yang kuat sebagaimana dalil
mereka yang terkenal “swadesi”. Mengutamakan ciptaan, buatan atau milik sendiri
Teknologi yang mereka impor, mereka kaji sedemikian rupa
hingga mereka dapat menciptakan teknologi yang sejenis. Dengan riset dan
pengembangan yang terus menerus , India dapat menciptakan
teknologinya sendiri yang jauh lebih inovatif dari teknologi yang diimpor
sebelumnya.
Tentang kemajuan teknologi ini ada pemeo tersendiri.
Pemeo ini adalah ketika India
ingin membangun mobil ….mereka mengundang Willis dari Inggris, lalu mereka
ciptakan Tata. Setelah itu Willis mereka usir. Begitu pula keinginan untuk
membuat motor ,mereka undang Piaggio dari Italia. Setelah mereka dapat
menciptakan Bajay, mereka usir Piaggio
Sebaliknya dengan Indonesia. Toyota, Mitsubishi, Suzuki, Honda dan
laian-lainnya diundang kesini, namun karena tidak dipejari atai diadopsi
teknologinya lama kelamaan menjadi tuan disini. Alih teknologi yang
didengung-dengungkan hanya sebatas wacana dan pembahasan-pembahasan dalam
kajian akademis. Kenyatannya nama-nama asing tersebut menjadi raja disini.
Kemajuan teknologi India sudah menjadi buah bibir
dunia. Teknologi sebagai aplikasi dari ilmu pengetahuan mendapat tempat
terhormat dalam pembangunan India.
Mereka menciptakan inovasi yang tiada henti dalam kemajuan bangsanya. Tidak
hanya dalam bidang ilmu-ilmu eksak, melainkan juga ilmu ilmu social atau
humaniora India
sangat maju
Puncak dari kemajuan teknologi India adalah “Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). India menjadi
negara paling unggul dalam hal TIK mengungguli negara-negara lain. Termasuk
dalam upaya menciptakan energi terbarukan, seperti energi biru, India telah melakukan inovasi, yakni pemanfaatan energi dari pasang surut air laut
di Gujarat.
Makna : Indonesia Bisa
Kemajuan teknologi India adalah wujud keberhasilan
negara itu dalam banyak hal, khususnya dalam
bidang ekonomi. Kemajuan ini melesat, terutama sejak Mammohan Singh
(sekarang Perdana Menteri) menjadi Menteri keuangan tahun 1991. Ia melakukan
reformasi ekonomi yang radikal yakni dergulasi sector keuangan dan liberalisasi
perdagangan yang proteksionistis serta kebijakan investasi asing langsung yang
amat restriktif .Kebijakan ini
mendongkrak pertumbuhan ekonomi India dua kali lipat, yakni 6,0
persen dari sebelumnya yang hanya 3 persen. Tahun 2002 hingga tahun 2008
mencapai 9,0 persen
Kemajuan yang pesat demikian membuat perekonomian India disejajarkan dengan China pada tahun 2002. Dua raksasa
Asia yang sedang bangkit dan saat ini bernaung dalam satu blok kekuatan ekonomi
yang popular dengan sebutan BRIC (Brazil,
Rusia, India
dan China).
Pada pembukaan National Summit 2009, SBY berpidato dan
menegaskan “Indonesia Bisa”. Jika China
bisa, India
bisa, Indonesiapun harus bisa. Beliau sudah mengunjungi India dan disambut dengan hangat.
Lalu? Wujudkan pidato tersebut
Penulis
(Reinhard Hutapea)
Staf
Ahli DPR RI bid Ekonomi 1999-2004
Staf pengajar FISIP UNTAG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar