Jumat, 06 Januari 2017

RESENSI BUKU SEAN M SHEEHAN,ANARKISME; PERJALANAN SEBUAH GERAKAN PERLAWANAN




Resensi buku : Anarkisme, perjalanan sebuah gerakan perlawanan
Penulis           : Sean M. Sheehan (2015)
Pengantar     : Daniel Hutagalung, 2006
Penerbit        : Marjin Kiri, Jakarta

PENGANTAR DISKUSI
Oleh; Reinhard Hutapea

Pointers-pointers buku ini;
1.      Buku ini telah diantar Daniel Hutagalung dengan sangat lengkap. Beliau kelihatannya sangat menguasai filsafat (alumnus Essex University). Dengan membaca pengantar nan 36 halaman ini sesungguhnya kita sudah paham akan isinya. Daniel menguraikan secara ringkas pentolan-pentolan filsuf anarkis, seperti; Proudhon, Bakunin, Kropotkin, Stirner hingga Tolstoy (hal ix), tendensi  anarkisme, yakni anarkisme individual dan anarkisme kolektif. Kedua tendensi ini dalam hal ontologi sosial dan aksiologi memiliki persamaan[1], namun dalam hal epistemologi mempunyai perbedaan.
2.     
 Adapun intisari filsafati para pengikut anarkisme ini adalah pandangannya terhadap negara yang dianggap sebagai ” h o r r o r” , mengutip Bakunin;....negara itu seperti rumah jagal raksasa atau kuburan maha luas, dimana semua aspirasi riil, semua daya hidup sebuah negeri masuk dengan murah hati dan suka hati dalam bayang-bayang abstraksi tersebut, untuk membiarkan diri mereka dicincang dan dikubur (hal xi)
3.     
 Untuk melawan atau mencari alternatif terhadap konsep negara yang dianggap sebagai horror/penindas demikian dibutuhkan instrumen. Instrumen ini namanya “kebebasan”, yakni kebebasan secara individu dan kebebasan secara kolektif. Kebebasan individu mengutif Stirner adalah mutlak...individu itulah yang menentukan yang terbaik bagi dirinya sendiri, apa yang dimauinya, dan hanya individu itulah yang bisa menetukan apakah ia benar atau salah, karena individu memiliki keunikan sebagai nilai intrinsik (hal xvi). Sedangkan kebebasan kolektif menurut Proudhon adalah kebebasan yang didasarkan pada massa. Sebagaimana Marx , Proudhon menganggap revolusi akan berhasil jika digerakkan massa dan gerakan/tindakan itu adalah tindakan yang dilakukan secara spontan tidak memerlukan kepemimpinan. Sedangkan Marx sebaliknya berpendapat agar gerakan itu berhasil harus ada kepemimpinan
4.     
 Sebagaimana faham-faham yang lain, faham anarkisme ini pun mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman. Karena pada akhir abad  ke -20, yang berkembang adalah masalah-masalah ekonomi, khususnya pasca runtuhnya Uni Soviet, pandangan penganut paham ini pun  dominan kepada masalah-masalah tersebut. masalah yang populer dengan sebutan “globalisasi”, yakni dampak yang diakibatkan oleh semakin terintegrasinya dunia ini sebagai akibat kemajuan teknologi, informasi dan kebudayaan. Globalisasi yang sering juga disebut “market fundamentalism (Stiglitz, 2001) atau dalam bahasa populernya “neolib” sebagaimana faktanya telah melahirkan dampak negatif bagi banyak negara. Khususnya bagi negara-negara yang digolongkan sebagai negara sedang berkembang. Bagi banyak kalangan neolib, globalisasi atau fundamentalisme pasar ini disebut sebagai penjajahan baru, new colialism, new imperialism dalam bahasa Bung Karno NEKOLIM.. Inilah sesungguhnya yang menginspirasi Sean M. Sheenan menulis buku ini
5.     
 Sean M. Sheehan melihat gerakan demonstrasi menentang WTO pada November 1999 di Seattle, Washington adalah puncak  gerakan anarkisme baru yang cukup berhasil. Gerakan yang diikuti sekitar ribuan aktivis NGO, Ornop dan LSM-LSM sedunia menentang Globalisasi yang dilambangkan pada pertemuan WTO tersebut, menurut Sean M. Sheehan adalah gerakan anarkhis yang cukup sukses. Sukses karena  para demonstran tanpa ada yang menggerakkan, memimpin, mendoktrin dll  metode-metode demonstrasi pada umumnya berhasil mencapai aspirasinya. Bagaimana Sean merasakan itu kita kutif pernyataannya....”Seattle, November 1999. Karnaval melawan modal. Delegasi WTO tiba di Seattle pada malam 29 Nopember. Ribuan demonstran menanti kedatangan mereka yang diantar iringan limosin dan bis ke pusat pameran. Arak-arakan pertama di sepanjang Seattle dimulai pukul enam pagi keeseokan harinya, dan blokade jalan terus berlangsung sampai menjelang senja, dimeraihkan oleh teater jalanan dan pesat-pesta kaki lima. Rabu pagi terlihat luapan demonstran lebih banyak lagi sejak pukul tujuh. Responnya juga makin keras dan mobil lapis baja mulai terlihat di jalanan. Jumatnya, para demonstran tanpa kekerasan ini membentuk kelompok-kelompok besar untuk melakukan aksi duduk di depan penjara kota, tempat demonstran lainnya ditahan. Setiap petang pertemuan digelar. Perwakilan dari pelbagai kelompok afinitas duduk bersama dalam lingkaran besar untuk mendiskusikan strategi gerakan. Bangunan gudang tempat pertemuan dilakukan berhari-hari sampai dengan tanggal 29 Nopember adalah tempat dilaksanakannya kursus aksi tanpa kekerasan dan bengkel solidaritas bagi kawan-kawan mereka yang ditahan. Begitu aksi berlangsung, kegiatan langsung dipusatkan pada pelatihan P3K (hal 3-4). Gerakan anarkhis yang luar biasa....mereka sungguh telah menerapkan prinsip-prinsip anarkhis....... prinsip-prinsip anarkhis terlihat begitu sukses mengatasi keadaan sepanjang lima hari protes, sampai-sampai para militan non anarkhi  lainnya pun mulaimengadopsi langkah-langkah kaum anarkhis. Merebaklah suatu struktur yang tak mengenal kewenangan tersentral atau hierarkhi birokratis, namun yang koordinasi antara kelompoknya berlangsung luar biasa kompak ketika berlangsung aksi skala besar, termasuk aksi turun ke jalan, blokade rantai manusia, pengibaran spanduk, pertunjukan dan teater jalanan. Peran serta seluruh kelompok diterima di pusat konvergensi yang ditata secara anarkhis. Pusat konvergensi tersebut berfungsi sebagai sentra penyediaan aneka ragam kebutuhan organisasi, mulai dari bantuan akomodasi pelayanan media sampai bentuk baru rencana agitasi. Komunikasi berlangsung efektif dengan memanfaatkan ponsel, papan-papan pengumuman ukuran besar di pusat konvergensi, sampai pesan-pesan yang disemprotkan ke kaos (hal 4)[2]
6.     
 Dalam bab 2 Sean M. Sheehan menguraikan arti, substansi dan hakiki anarkhisme lebih detil. Menurutnya anarkhisme itu secara etimologis adalah ...penolakan terhadap otoritas terpusat atau negara tunggal (hal 23)....secara hakiki yang ditolak adalah “pemerintah (mengacu pada negara)” bukan pemerintahan (mengacu pada administrasi sistim politik). Sebagai ilustrasi baca pendapat Proudhon ini....diperintah berarti pada setiap operasi dan setiap transaksi kita dicatat, didaftar, diurutkan, dipajaki, disetempel, diukur, dinomori, ditaksir, disahkan, diizinkan ditegur, dilarang, dirombak, dikoreksi, dihukum. Semua itu atas nama keperluan publik, dan tas nama kepentingan umum pula kita ditariki iuran, dilatih, dijatah, dieksploitir, dimonopoli, diperas, ditekan, dibingungkan, dirampok. Lalu selanjutnya ketika kita sedikit membangkang, melontarkan pengaduan pertama, kitapun ditindas, didenda, diremehkan,, diusik, diburu, disiksa, dipukuli, dilucuti, dicekik, dipenjara, dihakikimi, dihukum, ditembak, dideportasi, dikorbankan, dijual, dihianati. Dan lebih hebat dari semua itu, kita dihina, diolok-olok, dijadikan sasaran kemarahan, dipermalukan martabatnya. Itulah pemerintah, itulah keadilan, itulah moralitasnya (hal24)[3].
7.     
 Pada bab 3 diuraikan lebih detil hubungan antara Marx dan Nietzsche
8.     
 Pada bab 4 penjelasan lebih jauh terhadap kelemahan negara. Kelemahan-kelemahan negara dianalisis secara mendalam/filosofis dan selanjutnya mengajak para anarchos menjalankan aksi langsung . tidak sekedar dari pembahasan ke pembahasan, atau dari diskusi ke diskusi, tapi harus segra praktek). Pola atau metodenya dapat dilakukan secara simbolis, konspirasional, terbuka didepan publik, dengan kekerasan, dengan damai, dengan diam-diam, secara artistik, kriminal, maupun legal (hal 89)
9.     
 Bab V mengkritis lebih dalam hierarkhi.

Relevansi dengan keadaan saat ini
·         Fenomena demonstrasi supir taksi
·         Fenomena teman Ahok
·         Fenomena bupati OI
·         Dll.....dibahas dalam diskusi.
                                                                                          Palembang, 25 Maret 2016


[1] Dalam hal ontologi menolak keberadaan subjek yang terpisah dari dunia yang objektif. Dalam hal aksiologi menolak otoritas sentral yang memaksakan kepatuhan warganya.
[2] Demonstrasi ini menentang organisasi-organisasi semacam WTO, Bank Dunia, dan IMF karena mereka dipandang sebagai jantung kapitalisme global, yang Cuma terlihat samar-samar namun sangat nyata, sebuah badan super-eksekutif yang melampaui negara bangsa (nation-state). Institusi-institusi yang mendikte kebijakan ekonomi global ini tidak dipilih, tidak bisa dimintai pertanggung jawaban, dan lingkupnya internasional. Sementara itu, kerangka ekonomi pasar bebas yang mendasari neoliberalisme dirasionalkan oleh para ideolognya sebagai sebuah kapitalisme demokratis yang memberikan semua orang kesempatan setara untuk sukses dan meraih kemakmuran
[3] Pembahasan ini sudah masuk ranah filsafat politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar