Resensi buku
: Anarkisme, perjalanan sebuah gerakan perlawanan
Penulis : Sean M. Sheehan (2015)
Pengantar :
Daniel Hutagalung, 2006
Penerbit
: Marjin Kiri, Jakarta
PENGANTAR DISKUSI
Oleh; Reinhard Hutapea
Pointers-pointers buku ini;
1.
Buku
ini telah diantar Daniel Hutagalung dengan sangat lengkap. Beliau kelihatannya
sangat menguasai filsafat (alumnus Essex University). Dengan membaca pengantar
nan 36 halaman ini sesungguhnya kita sudah paham akan isinya. Daniel
menguraikan secara ringkas pentolan-pentolan filsuf anarkis, seperti; Proudhon, Bakunin, Kropotkin, Stirner hingga
Tolstoy (hal ix), tendensi
anarkisme, yakni anarkisme individual dan anarkisme kolektif. Kedua
tendensi ini dalam hal ontologi sosial dan aksiologi memiliki persamaan[1],
namun dalam hal epistemologi mempunyai perbedaan.
2.
Adapun
intisari filsafati para pengikut anarkisme ini adalah pandangannya terhadap
negara yang dianggap sebagai ” h o r r o r” , mengutip Bakunin;....negara itu seperti rumah jagal raksasa atau kuburan
maha luas, dimana semua aspirasi riil, semua daya hidup sebuah negeri masuk
dengan murah hati dan suka hati dalam bayang-bayang abstraksi tersebut, untuk
membiarkan diri mereka dicincang dan dikubur (hal xi)
3.
Untuk
melawan atau mencari alternatif terhadap konsep negara yang dianggap sebagai
horror/penindas demikian dibutuhkan instrumen. Instrumen ini namanya “kebebasan”,
yakni kebebasan secara individu dan kebebasan secara kolektif. Kebebasan
individu mengutif Stirner adalah mutlak...individu
itulah yang menentukan yang terbaik bagi dirinya sendiri, apa yang dimauinya,
dan hanya individu itulah yang bisa menetukan apakah ia benar atau salah,
karena individu memiliki keunikan sebagai nilai intrinsik (hal xvi).
Sedangkan kebebasan kolektif menurut Proudhon adalah kebebasan yang didasarkan
pada massa. Sebagaimana Marx , Proudhon menganggap revolusi akan berhasil jika
digerakkan massa dan gerakan/tindakan itu adalah tindakan yang dilakukan secara
spontan tidak memerlukan kepemimpinan. Sedangkan Marx sebaliknya berpendapat
agar gerakan itu berhasil harus ada kepemimpinan
4.
Sebagaimana
faham-faham yang lain, faham anarkisme ini pun mengalami perkembangan sesuai
dengan perkembangan zaman. Karena pada akhir abad ke -20, yang berkembang adalah
masalah-masalah ekonomi, khususnya pasca runtuhnya Uni Soviet, pandangan penganut
paham ini pun dominan kepada
masalah-masalah tersebut. masalah yang populer dengan sebutan “globalisasi”,
yakni dampak yang diakibatkan oleh semakin terintegrasinya dunia ini sebagai
akibat kemajuan teknologi, informasi dan kebudayaan. Globalisasi yang sering
juga disebut “market fundamentalism (Stiglitz, 2001) atau dalam bahasa
populernya “neolib” sebagaimana faktanya telah melahirkan dampak negatif bagi
banyak negara. Khususnya bagi negara-negara yang digolongkan sebagai negara
sedang berkembang. Bagi banyak kalangan neolib, globalisasi atau
fundamentalisme pasar ini disebut sebagai penjajahan baru, new colialism, new
imperialism dalam bahasa Bung Karno NEKOLIM.. Inilah sesungguhnya yang
menginspirasi Sean M. Sheenan menulis buku ini
5.
Sean
M. Sheehan melihat gerakan demonstrasi menentang WTO pada November 1999 di
Seattle, Washington adalah puncak gerakan anarkisme baru yang cukup berhasil.
Gerakan yang diikuti sekitar ribuan aktivis NGO, Ornop dan LSM-LSM sedunia
menentang Globalisasi yang dilambangkan pada pertemuan WTO tersebut, menurut Sean
M. Sheehan adalah gerakan anarkhis yang cukup sukses. Sukses karena para demonstran tanpa ada yang menggerakkan,
memimpin, mendoktrin dll metode-metode
demonstrasi pada umumnya berhasil mencapai aspirasinya. Bagaimana Sean
merasakan itu kita kutif pernyataannya....”Seattle, November 1999.
Karnaval melawan modal. Delegasi WTO tiba di Seattle pada malam 29 Nopember.
Ribuan demonstran menanti kedatangan mereka yang diantar iringan limosin dan
bis ke pusat pameran. Arak-arakan pertama di sepanjang Seattle dimulai pukul
enam pagi keeseokan harinya, dan blokade jalan terus berlangsung sampai
menjelang senja, dimeraihkan oleh teater jalanan dan pesat-pesta kaki lima.
Rabu pagi terlihat luapan demonstran lebih banyak lagi sejak pukul tujuh.
Responnya juga makin keras dan mobil lapis baja mulai terlihat di jalanan.
Jumatnya, para demonstran tanpa kekerasan ini membentuk kelompok-kelompok besar
untuk melakukan aksi duduk di depan penjara kota, tempat demonstran lainnya
ditahan. Setiap petang pertemuan digelar. Perwakilan dari pelbagai kelompok
afinitas duduk bersama dalam lingkaran besar untuk mendiskusikan strategi
gerakan. Bangunan gudang tempat pertemuan dilakukan berhari-hari sampai dengan
tanggal 29 Nopember adalah tempat dilaksanakannya kursus aksi tanpa kekerasan
dan bengkel solidaritas bagi kawan-kawan mereka yang ditahan. Begitu aksi
berlangsung, kegiatan langsung dipusatkan pada pelatihan P3K (hal 3-4). Gerakan anarkhis yang luar
biasa....mereka sungguh telah menerapkan prinsip-prinsip anarkhis.......
prinsip-prinsip anarkhis terlihat begitu sukses mengatasi keadaan sepanjang
lima hari protes, sampai-sampai para militan non anarkhi lainnya pun mulaimengadopsi langkah-langkah
kaum anarkhis. Merebaklah suatu struktur yang tak mengenal kewenangan
tersentral atau hierarkhi birokratis, namun yang koordinasi antara kelompoknya
berlangsung luar biasa kompak ketika berlangsung aksi skala besar, termasuk
aksi turun ke jalan, blokade rantai manusia, pengibaran spanduk, pertunjukan
dan teater jalanan. Peran serta seluruh kelompok diterima di pusat konvergensi
yang ditata secara anarkhis. Pusat konvergensi tersebut berfungsi sebagai
sentra penyediaan aneka ragam kebutuhan organisasi, mulai dari bantuan
akomodasi pelayanan media sampai bentuk baru rencana agitasi. Komunikasi
berlangsung efektif dengan memanfaatkan ponsel, papan-papan pengumuman ukuran
besar di pusat konvergensi, sampai pesan-pesan yang disemprotkan ke kaos (hal
4)[2]
6.
Dalam
bab 2 Sean M. Sheehan menguraikan arti, substansi dan hakiki anarkhisme lebih
detil. Menurutnya anarkhisme itu secara etimologis adalah ...penolakan terhadap
otoritas terpusat atau negara tunggal (hal 23)....secara hakiki yang ditolak
adalah “pemerintah (mengacu pada negara)” bukan pemerintahan (mengacu pada
administrasi sistim politik). Sebagai ilustrasi baca pendapat Proudhon
ini....diperintah berarti pada setiap operasi dan setiap transaksi kita
dicatat, didaftar, diurutkan, dipajaki, disetempel, diukur, dinomori, ditaksir,
disahkan, diizinkan ditegur, dilarang, dirombak, dikoreksi, dihukum. Semua itu
atas nama keperluan publik, dan tas nama kepentingan umum pula kita ditariki
iuran, dilatih, dijatah, dieksploitir, dimonopoli, diperas, ditekan,
dibingungkan, dirampok. Lalu selanjutnya ketika kita sedikit membangkang,
melontarkan pengaduan pertama, kitapun ditindas, didenda, diremehkan,, diusik,
diburu, disiksa, dipukuli, dilucuti, dicekik, dipenjara, dihakikimi, dihukum,
ditembak, dideportasi, dikorbankan, dijual, dihianati. Dan lebih hebat dari
semua itu, kita dihina, diolok-olok, dijadikan sasaran kemarahan, dipermalukan
martabatnya. Itulah pemerintah, itulah keadilan, itulah moralitasnya (hal24)[3].
7.
Pada
bab 3 diuraikan lebih detil hubungan antara Marx dan Nietzsche
8.
Pada
bab 4 penjelasan lebih jauh terhadap kelemahan negara. Kelemahan-kelemahan
negara dianalisis secara mendalam/filosofis dan selanjutnya mengajak para
anarchos menjalankan aksi langsung . tidak sekedar dari pembahasan ke
pembahasan, atau dari diskusi ke diskusi, tapi harus segra praktek). Pola atau
metodenya dapat dilakukan secara simbolis, konspirasional, terbuka didepan
publik, dengan kekerasan, dengan damai, dengan diam-diam, secara artistik,
kriminal, maupun legal (hal 89)
9.
Bab
V mengkritis lebih dalam hierarkhi.
Relevansi dengan keadaan saat ini
·
Fenomena
demonstrasi supir taksi
·
Fenomena
teman Ahok
·
Fenomena
bupati OI
·
Dll.....dibahas
dalam diskusi.
Palembang, 25 Maret 2016
[1] Dalam
hal ontologi menolak keberadaan subjek yang terpisah dari dunia yang objektif.
Dalam hal aksiologi menolak otoritas sentral yang memaksakan kepatuhan
warganya.
[2]
Demonstrasi ini menentang organisasi-organisasi semacam WTO, Bank Dunia, dan
IMF karena mereka dipandang sebagai jantung kapitalisme global, yang Cuma
terlihat samar-samar namun sangat nyata, sebuah badan super-eksekutif yang
melampaui negara bangsa (nation-state). Institusi-institusi yang mendikte
kebijakan ekonomi global ini tidak dipilih, tidak bisa dimintai pertanggung
jawaban, dan lingkupnya internasional. Sementara itu, kerangka ekonomi pasar
bebas yang mendasari neoliberalisme dirasionalkan oleh para ideolognya sebagai
sebuah kapitalisme demokratis yang memberikan semua orang kesempatan setara
untuk sukses dan meraih kemakmuran
[3]
Pembahasan ini sudah masuk ranah filsafat politik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar