Minggu, 11 Juni 2017

PIDATO POLITIK PEMUDA DEMOKRAT 2008




PIDATO POLITIK PEMUDA DEMOKRAT 2008

PADA HARI ULANG TAHUN
PEMUDA DEMOKRAT INDONESIA
OLEH: H.FACHRUDDIN

Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Marhaen! Marhaen! Marhaen!

Yang Terhormat,
………………….
………………….
Panitia Hari Ulang Tahun
Para peserta seminar politik Aksi Kebangsaan
Para Undangan dan 
Rekan-rekan Wartawan Media Cetak maupun Media Elektronik

Marilah kita memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT, karena atas perkenaannyalah kita dapat berkumpul ditempat yang bersejarah, sejuk dan berbahagai ini untuk menghadiri dan mengikuti Perayaan Hari Ulang Tahun Pemuda Demokrat Indonesia ke enampuluh satu dalam keadaan sehat walafiat
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tujuan rutin dari suatu peringatan Ulang Tahun suatu organisasi pada umumnya adalah, pertama, merayakan atau mensyukuri perjalanan organisasi (usia) yang sudah ditempuh, kedua, instropeksi atau evaluasi apa-apa yang sudah diperbuat selama ini, ketiga, memantapkan arah, sasaran dan program kerja, keempat, adalah melahirkan suatu terobosan (rekomendasi) yang dirasakan penting terhadap suatu peristiwa.

Saudara Saudara Yang Terhormat
Perayaan kali ini mempunyai nilai yang khusus, sebab mulai pagi hingga sore tadi, kita telah melaksanakan seminar politik Wawasan Kebangsaan dengan bekerjasama dengan Direktortat Jenderal Kesatuan Pembangunan Politik (Dirjen Kesbangpol) Departemen Dalam Negeri. Dalam seminar tersebut telah dibahas, apa sesungguhnya wawasan Kebangsaan atau Nasionalisme, bagaimana sejarahnya, bagaimana pelaksanaannya, adakah tantangan-tantangan terhadapnya? Telah dibahas secara mendalam oleh beberapa pembicara yang kompeten untuk itu
Selain itu untuk menghargai kebudayaan atau kesenian kita, tadi sore, yakni jam 16.00 sampai jam 18.00 WIB telah diselenggarakan pagelaran kebudayaan dari berbagai suku kita. Suatu pagelaran yang sungguh-sungguh mengetengahkan kesenian-kesenian asli daerah dan suatu teatrikal yang menggambarkan keadaan bangsa kita dewasa ini. Pagelarannya sebagaimana baru berlangsung sudah sama-sama kita, nikmati, kecuali bagi mereka yang baru saja hadir.

Saudara-saudara yang terhormat
Pelaksanaan seminar dengan tema Wawasan Kebangsaan, pagelaran budaya nusantara dan pemilihan tempat bersejarah, sengaja kami lakukan , mengingat keberadaan, eksistensi atau watak Pemuda Demokrat Indonesia adalah pada nilai-nilai tersebut. Karakter Pemuda Demokrat Indonesia  100% adalah Wawasan Kebangsaan yang dulu istilahnya terkenal dengan sebutan “Nasionalisme”
Nasionalisme menjadi latar belakang lahirnya Pemuda Demokrat Indonesia pada tanggal 31 Mei 1947 di Solo. Pemuda Demokrat Indonesia yang sangat mencintai kemerdekaan yang dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945, merasa terpanggil untuk dapat mengisinya. Membantu pejuang-pejuang nasional, dan pendiri-pendiri negara yang pada saat itu terus dirongrong Belanda yang tidak ikhlas melihat Indonesia merdeka
Belanda tidak henti-hentinya memprovokasi, memecah belah dan mengadakan aksi fisik. Pemuda Demokrat Indonesia yang bertekad mempertahankan kemerdekaan, sudah barang tentu  tidak dapat menerima keadaan tersebut, dan sebagai konsekwensinya ikut angkat senjata hingga Belanda angkat kaki tahun 1949.
Setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, perjuangan fisik berubah menjadi perjuangan politik. Pemuda Demokrat yang berideologi nasionalis, selanjutnya merubah perjuangannya, sesuai dengan perkembangan yang ada, yakni tidak lagi ikut mengangkat senjata, tapi berpartisipasi aktip dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebagai manifestasinya organisasi ini meleburkan diri kedalam partai yang sama azas dan ideologinya yakni Partai Nasional Indonesia (PNI)
Tahun 1963, Pemuda Demokrat Indonesia menyatukan diri dengan Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) , dan resmi menjadi underbouw PNI. Bersama Partai yang didirikan Bung Karno ini, Pemuda Demokrat Indonesia yang sudah berafiliasi dengan GPM, selanjutnya mendapat pelajaran-pelajaran dan latihan-latihan politik , yakni bagaimana seharusnya berperan, berfungsi memperjuangkan cita-cita (ideology Marhaenisme), merebut kekuasaan untuk mengimplementasikan ideologi besar tersebut untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bangsa dan negara
Setiap saat, hampir tiada henti, PNI menggembleng kader-kader, khususnya organisasi sayapnya dengan pendidikan-pendidikan politik yang benar. Partai sungguh-sungguh menjalankan fungsinya sebagai “agregasi dan artikulasi politik”. Pemuda Demokrat yang sudah meleburkan diri ke GPM, tidak terkecuali, mendapat pelatihan-pelatihan politik, kepemimpinan dan lain-lain metode untuk menghasilkan suatu kader yang handal, vocal dan militan
Terbukti memang, hingga hari ini kader-kader yang pernah digembeleng bersama-sama PNI punya karakter yang khas dan kuat, yakni sangat nasionalistik dan sangat mencintai negerinya. Mereka kuat dan tegar terhadap prinsip dan pendirian politiknya Hal ini dikemukakan untuk membedakannya dengan kader-kader yang menggejala akhir-akhir ini, yakni kader-kader yang semata-mata (an sich) praktis-pragmatis, yang tidak berpendirian, yang mirip kutu loncat, yang hanya mementingkan diri atau kelompoknya saja. Pemuda Demokrat Indonesia sebaliknya tetap pada karakternya yakni tetap idealistik, realistik dan  melihat jauh ke depan.

Saudara-saudara yang terhormat
Akan tetapi ditengah-tengah penggemblengan Pemuda Demokrat Indonesia dalam PNI, terjadilah perubahan besar dinegeri ini. Pada pertengahan tahun 1960-an, Bung Karno dijatuhkan dari singgasana kekuasaan. Tidak hanya dijatuhkan, namun jauh di atas itu adalah bahwa seluruh kebijakan-kebijakannya yang ditempuhnya diporak-porandakan
Kebijakan-kebijakan yang pada umumnya adalah berorientasi kepada kekuatan sendiri, atau berdikari dirubah total oleh rezim Orde Baru yang berkuasa. Prinsip rezim baru adalah “Politik no- ekonomi yes”, atau ‘Pembangunan yes-politik no”.
Politik bagi kekuatan baru ini dianggap hanya sebagai biang kerok kekacauan, keributan yang menciptakan instabilitas. Oleh karena itu semua institusi yang berhubungan dengan lembaga-lembaga politik akan direstrukturisasi. Politik kepartaian akan disederhanakan. Partai yang diizinkan hanyalah yang loyal kepada penguasa yang baru. PNI yang berazas Marhaenisme dan identik dengan Bung Karno mengalami dilemma. Mau bertahan pada prinsipnya atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang sudah berubah?  
Sebagai manifestasinya ada dua kubu, yakni yang bertahan dan yang menyesuaikan diri. Yang bertahan dikonotasikan sebagai PNI ASU, sedangkan yang menyesuaiakan dengan perkembangan politik yang ada disebut sebagai PNI Osa-Usep. Masing-masing pihak membenarkan jalan yang ditempuhnya. Keadaan ini sudah barang tentu akan berimbas kepada organ-organ yang dinaunginya, seperti GPM.
 Sebagaimana yang terjadi pada PNI , hal inipun terjadi pada pemuda-pemudanya. Ada yang bertahan dalam prinsip, sebaliknya ada yang menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada

Saudara-saudara yang terhormat
Suasana yang tidak kondusif demikian semakin runyam, ketika salah satu arsitek Orde Baru yang bernama, Ali Murtopo, mengutak-atik penataan kepemudaan di Indonesia. ia memperkenalkan konsep atau gagasan yang disebut
1.     professionalisasi,
2.      institusionalisasi dan
3.     transpolitisasi” pemuda.
Konsep inilah yang akhirnya mendasari pelembagaan kegiatan kepemudaan dalam dua jalur, yaitu intra sekolah dan ekstra sekolah. Kegiatan pemuda yang berada dalam lembaga pendidikan tinggi didasarkan kepada pengaturan yang disebut dengan “Wawasan Almamater”. Suatu mekanisme yang kenyatannya tidak dikelola secara otonom oleh kaum muda.
Pada jalur diluar sekolah, pengaturannya berwujud kelembagaan kegiatan dalam apa yang disebut dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Karang Taruna. Akan tetapi sebagaimana kenyatannya, pembentukan KNPI maupun Karang Taruna hanyalah instrumen untuk mengekang politik pemuda. Pemuda boleh berpolitik, hanya apabila mendukung rezim yang sedang berkuasa.
Melihat suasana yang tidak sehat tersebut, beberapa tokoh GPM , tanpa membubarkan organisasi tersebut mendeklarasikan kembali tampilnya Pemuda Demokrat Indonesia, tanggal 27 Agustus 1982. Salah satu tokohnya adalah Bambang Haryanto (alm) dan bernaung secara korporatis di bawah bendera KNPI. Pro dan kontra muncul dikalangan GPM maupun kaum nasionalis pada umumnya. Yang tidak setuju dengan Pemuda Demokrat Indonesia terus bernaung di bawah GPM yang diketuai Rahmawati Soekarnoputri dan memilih diluar KNPI.

Saudara-saudara yang terhormat,
Menjelang akhir 1990-an, yakni ketika kekuasan Soeharto sudah mulai kehilangan pamor dan mulainya angin reformasi berhembus, Pemuda Demokrat Indonesia mengkonsolidasikan diri, baik secara horizontal maupun vertical.. Secara horizontal mengkonsolidasikan diri dengan keluarga besarnya, seperti eks-eks PNI, eks-eks GMNI/Alumni dan kaum nasionalis lainnya. Pola ini dilakukan untuk menyamakan visi, misi dan persepsi kepada suasana yang akan berubah (social and political change). Selain itu adalah menghilangkan “gap” yang pernah terjadi, baik yang disengaja, maupun yang sebaliknya (tidak disengaja)
Secara vertical melakukan kerjasama dengan kekuatan-kekuatan progresif lainnya. Baik itu dengan organisasi-organisasi kepemudaan, kekuatan-kekuatan politik dan organisasi-organisasi masyarakat lainnya. Konsolidasi ini akhirnya menghasilkan apa yang dicita-citakan, yakni tumbangnya kekuatan Orde Baru (Soeharto) oleh kekuatan-kekuatan reformis.
Akan tetapi meskipun Pemuda Demokrat Indonesia turut melahirkan reformasi, tidak serta merta mengikuti pesan-pesan yang dibawanya. Pemuda Demokrat Indonesia punya catatan sendiri tentang reformasi. Catatan ini adalah bahwa, pesan-pesan atau tuntutan reformasi itu tidak 100% pemikiran putra-putri Indonesia. Disinyalir kekuatan-kekuatan kapital asing yang dimotori oleh IMF turut bermain di dalamnya.
Kenyataan ini kemudian mendapat pembenarannya, yakni sejak krisis moneter 1997, Indonesia sudah bertekuk lutut kepada organisasi keuangan internasional tersebut. Dan sewaktu semua partai-partai politik pemenang pemilu 1999 ditanyakan IMF apakah masih dapat menerima “mekanisme pasar” dalam sistim perekonomiannya, tak satupun yang membantah.
Hal ini semakin terbukti kemudian, ketika saran-sarannya tidak membuat perekonomian Indonesia semakin baik, malah sebaliknya menjerumuskannya ke jurang yang yang semakin dalam, sebab memaksakan utang yang seharusnya dibayar pihak swasta,  dibayar oleh negara melalui mekanisme APBN. Demikian pula dalam penyusunan-penyusunan APBN banyak dicampuri IMF.
Bagaimana selanjutnya peran IMF ini dalam perekonomian dan perpolitikan negeri ini tidak perlu kami jabarkan lebih jauh, sebab kami yakin bahwa yang hadir saat ini sudah mengetahuinya lebih jauh. Pidato ini selanjutnya akan diteruskan kepada apa sesungguhnya yang menjadi renungan, pernyataan atau rekomendasi Pemuda Demokrat di usianya yang sudah mencapai enam puluh satu tahun.

Saudara-saudara yang terhormat,
Kalau kita uraikan masalah-masalah yang kita hadapi, mungkin tidak akan habis-habisnya diuraikan. Cukup banyak, panjang dan luas. Akan tetapi walaupun demikian, izinkanlah kami memberi penilaian tentang keadaan bangsa kita dewasa ini., sebab perayaan kali ini juga bertepatan dengan bertepatan peringatan 100 tahun hari kebangkitan nasional dan beberapa jam lagi adalah peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni. Pertanyaannya adalah: sudah sejauh mana cita-cita kebangkitan nasional, khususnya cita-cita kemerdekaan kita capai? Ibarat perhitungan matematika, sudah berapa persen?
Untuk menjawabnya tentu tidak sulit. Kita perlu membuat ukuran, parameter atau standard. Kalau pada era kebangkitan nasional, ukurannya adalah kemerdekaan!, yakni bebas dari penjajahan, pertanyannya adalah apakah kita sudah merdeka dan lepas dari kolonialisme?. Jawabannya sudah sama-sama kita ketahui. Kita sudah merdeka dan bebas dari kolonialisme. Tapi apabila substansi kemerdekaan itu yang menjadi ukuran, apakah kita sudah merdeka?. Disini masalahnya.
 Apa rupanya yang menjadi ukuran merdeka?. Untuk ini pun jawabannya cukup banyak. Pemuda Demokrat Indonesia sendiri telah membuat ukurannya. Ukuran ini dapat dilihat dari sifat dan tujuan Pemuda Demokrat Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Anggaran Dasarnya. Sifat ini adalah:
1.     anti kemiskinan
2.     anti penindasan,
3.     anti ketidakadilan
4.     bebas dari kapitalisme
5.     bebas dari imperialisme
6.     bebas dari feodalisme
masihkah nilai-nilai itu tetap bertahan? apabila keenam nilai-nilai tersebut masih ada atau masih bertahan, berarti kita belum merdeka. Sungguh-sungguh bangsa ini belum merdeka. Mari kembali sama-sama kita renungkan, sudah sejauh mana nilai-nilai tersebut dihapuskan.
 Akan tetapi supaya lebih afdol, ukuran yang dikemukakan Bung Karno adalah yang paling umum. Bung Karno menyatakan bahwa bangsa itu telah merdeka apabila mencapai tiga hal, yakni:
1.     berdaulat dalam bidang politik
2.     berdikari dalam bidang ekonomi, dan
3.     berkepribadian dalam bidang kebudayaan

Kembali kita pertanyakan, sudah sejauh mana nilai-nilai tersebut  dilaksanakan!. Jawabannya mungkin sudah sama-sama kita ketahui. Semakin hari, semakin lama keadaan bangsa kita bukan semakin baik, melainkan sebaliknya terus terpuruk.
Minggu-minggu ini adalah catatan yang tidak dapat kita lupakan, yakni naiknya harga BBM yang mendapat protes dimana-mana. Pemerintah kecenderungannya tidak berpikir panjang sebelum kebijakan yang tidak popular itu ditempuh.dengan kata lain pemerintah tidak pro rakyat, melainkan lebih mengutamakan kepentingan-kepentingan asing, kepentingan pemodal dan  kepentingan-kepentingan sempit lainnya

Saudara-saudara yang terhormat,
Itulah bukti bahwa negeri ini secara ekonomi sesungguhnya belum merdeka. Pemerintah yang seharusnya melindungi segenap, bangsa dan tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan dan memberikan kecerdasan pada rakyatnya sebagai mana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, malah sebaliknya  lebih mengutamakan (pro) kepada kepentingan asing daripada kepentingan bangsanya sendiri.
Suatu keadaan yang sesungguhnya sudah lama diingatkan Bung Karno. Pemimpin besar revolusi ini jauh-jauh hari sudah mengingatkan bahwa suatu waktu nanti akan datang penjajah baru yang tidak memakai serdadu dan meriam, melainkan ekonomi. Penjajahan model baru ini jauh lebih sadis dan kejam daripada penjajahan-penjajahan konvensional sebelumnya, sebab akan memakai bangsa sendiri sebagai antek-anteknya. Istilah populernya adalah “Nekolim”, alias neo kolonialisme, neo imperalisme.
Kenaikan BBM yang kita hadapi saat ini adalah fakta dari peringatan Bung Karno tersebut, sebab kita lebih menghargai “pasar internasional, ideologi neo liberal dan Consensus Washington, ketimbang Pancasila, UUD 1945 dan lain-lain kepentingan rakyat.
 Hal ini sudah menggejala, sejak Bung Karno dijatuhkan dari takhta kekuasaan, dimana rezim Orde Baru membuka lebar-lebar negeri ini kepada kapitalis internasional. Modal-modal asing tanpa saringan masuk leluasa kenegeri ini dan menggerus kekayaan yang terdapat di dalamnya. Begitu pula utang luar negeri yang katanya hanya pelengkap.lama kelamaan menjadi menjadi sumber utama yang membuat Indonesia terjerat dalam lingkaran setan utang luar negeri
Saudara-saudara yang terhormat
Setelah angin reformasi berhembus diharapkan keadaan yang sangat tidak kondusif itu dapat diakhiri. Angin reformasi yang menjanjikan perubahan mendasar dalam sistim ekonomi dan politik sangat dinanti-nantikan rakyat karena sudah begitu lama menderita. Harapan ini paling tidak diharapkan melalui partai-partai politik sebagai alat rakyat untuk memperjuangkan aspirasinya. Namun apa kemudian yang terjadi? Harapan tinggal harapan, partai-partai yang ada tidak menjalankan fungsinya sebagaimana layaknya suatu partai politik
Sebagaimana sudah kita sebutkan diatas, ketika semua partai-partai politik pemenang pemilu 1999 ditanyakan IMF apakah masih dapat menerima mekanisme pasar atau tidak dalam sistim perkonomian Indonesia.   Ternyata semua partai tersebut tanpa kecuali, tanpa syarat menerima pesan demikian. bukankah itu bertentangan dengan system ekonomi kita sebagaimana yang dimanatkan UUD 1945? Khususnya pasal 33?. Tidakkah itu ideologi negara atau bangsa yang seharusnya diperjuangkan? Mengapa mereka para pemimpin-pemimpin partai politik itu menerima begitu saja?
Itulah suatu bukti bahwa partai-partai politik kita tidak punya ideologi. Karena tidak punya ideologi sudah dapat kita bayangkan, mereka tidak akan memperjuangkan konstituennya, melainkan hanya kepentingan segelintir elit-elitnya (oligarkhi). Ini yang dirasakan masyarakat saat ini, dan itu pula yang membuat banyak masyarakat sudah apatis terhadap partai-partai politik.

Saudara-saudara yang terhormat
Keluhan-keluhan demikian tidak akan habis-habisnya kita uraikan. Sekian hari, sekian bulan atau sekian tahun lagi juga mungkin tidak akan habis-habisnya. Yang pasti bahwa negeri ini masih sangat jauh dari nilai-nilai atau suatu substansi suatu negara yang merdeka, sistim ekonomi-politiknya dan ketatanegarannya kacau balau, keadaan ekonominya terus terpuruk, dan sekian kelemahan-kelemahan lainnya
Untuk inilah Pemuda Demokrat Indonesia yang sejak awal kelahirannya  bertujuan:
1.     mempertahankan dan mengamankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2.     mengisi kemerdekaan dengan mewujudkan Masyarakat adil dan Makmur, material-spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
3.     mewujudkan tercapainya perdamaian dunia yang sempurna adan abadi yang menjamin hubungan antara bangsa atas dasar persamaan hak dan derajad dalam suatu dunia baru yang bebas dari kapitalisme, imperialisme, kolonialisme, feodalisme dalam segala bentuk dan manifestasinya
akan terus mempertahankannya dan juga akan kembali ke khittahnya, yakni sebagai organisasi yang “progresif revolusioner” sebagaimana sudah dicetuskan dalam Kongres XIII November 2007 di Wisma Kinasih Bogor, dan menjadikan Pemuda Demokrat menjadi rumah bagi kaum nasionalis, untuk memperjuangkan cita-citanya, yakni:
·        berdaulat dalam bidang politik
·        berdikari dalam bidang ekonomi, dan
·        berkepribadian dalam bidang kebudayaan.

Terima kasih Merdeka, Marhaen
Gedung Proklamasi, 31 Mei 2008

(H. FACHRUDDIN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar