Kamis, 15 Agustus 2019

REFLEKSI 74 TAHUN INDONESIA MERDEKA; MASIH JAUH DARI TRISAKTI




Draft/Konsep
REFLEKSI 74 TAHUN INDONESIA MERDEKA;
MASIH JAUH DARI TRISAKTI
Oleh: Reinhard Hutapea
Kompartemen Ideologi dan Kaderisasi DPP PA GMNI & Dosen Fisipol UDA Medan
Disampaikan dalam dialog kemerdekaan GMNI Medan, 17 agust 2019

Pengantar/pendahuluan/permasalahan/kerangka berpikir
Judul, tema, atau jargon seperti ini sudah lebih dari cukup dibicarakan, ditulis, dan diseminarkan. Setiap menjelang atau pas hari kemerdekaan, judul ini selalu mengemuka dengan pertanyaan:… Sudah sejauh mana? Sudahkah sesuai atau jauh dari harapan?
Berbagai pandangan, subjektivitas, dan segala persfektif meluncur ketengah-tengah dinamika interaksi masyarakat. Ada yang melihat sudah sesuai, masih abu-abu, dan pada umumnya masih jauh. Bagaimana GMNI, Alumni, dan simpatisannya? Apa pandangannya? Mungkin juga belum satu persepsi, karena pendapat, eksistensi, dan persfektif masing-masing , juga belum satu pandangan.
Alumni GMNI, GMNI, dan kalangan nasionalist lainnya meski berasal dari satu ideologi yang sama, dalam praksisnya, sesungguhnya, masih memiliki/punya persepsi, penafsiran, dan pandangan yang berbeda terhadap ideologi tersebut. Mereka yang pragmatis sudah pasti akan bertolak belakang dengan yang idealis. Begitu pula yang tak punya prinsip, pendirian, atau sikap akan berpandangan abu-abu. Harus kita akui bahwa nuansa dikotomik itu ada dalam keluarga kita.
Keberadaan yang tak perlu kita ulas berpanjang-panjang, namun itu realita, yang jika dimanage dengan baik, etis, dan estetis akan melahirkan dinamika. Bukankah Bung Karno bertitah “tese, anti-tese akan melahirkan sintese?”. Meminjam Maurice Duverger (1980)…bagaimana menggiring konflik ke consensus itulah hakiki politik
Keluarga Nasionalis-Marhaenis akan sanggup mengemban metodologi demikian karena didasari dengan kecendekiaan/pemikiran yang rasional, yang didasarkan kepada ilmu pengetahuan yang digali dari negeri sendiri. Tidak dari Ilmu pengetahuan yang impor-impor, yang kata Bung Karno terjebak kebekuan-kebuntuan intelektualisme, alias text book thinking.
Atas dasar pemikiran demikianlah pembahasan tulisan ini dipraksiskan, yakni atas dasar pemikiran atau persfektif Bung Karno yang sudah banyak melahirkan konsep-konsep ilmiah, dan atau khususnya ideologi.
Konsep-konsep demikian antara lain adalah;
·         Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah
·          Trisakti, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Pidato Bung Karno 1967 dalam menyikapi keadaan saat itu, yakni lawan-lawan, atau tepatnya pengkhianatnya yang mulai ngemis-ngemis minta bantuan dan utang luar negeri, sehingga ia menekankan kembali arti suatu kemerdekaan.
·          Pidato 1 Juni 1945, pidato lahirnya Pancasila
·          Nekolim, neo kolonialisme-neo imperialism. Konsep atau sebutan yang dikumandangkan Bung Karno, bahwa suatu saat nanti akan muncul penjajah baru yang tidak memakai bedil dan serdadu, melainkan melalui Ekonomi, politik, dan kebudayaan
·          Etc
Lebih jelasnya melalui konsep-konsep demikianlah  masalah tulisan ini, yakni sejauh mana perkembangan Indonesia setelah 74 tahun merdeka, kita bahas. Tahap-tahap atau metodologisnya kira-kira sebagai berikut; parameter yang dipakai adalah Tri Sakti, yakni sudahkah kita berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Karena ukuran-parameter akan kedaulatan, kemandirian, dan kepribadian cukup bervariasi, maka yang kita terapkan adalah apa yang dipidatokan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, yang sudah diwujudkan secara konstitusional dalam UUD 1945. Khususnya UUD 1945 asli, bukan hasil amandemen.
Analisis-pembahasan
            Untuk mengoperasionalkan kerangka berpikir demikian, penulis akan mengutif pendapat-pendapat tokoh yang dianggap kompeten. Tokoh-tokoh ini antara lain adalah Yudi Latif, Frans Magnis Suseno, Kwik Kian Gie….
Yudi Latif: Keterbelakangan pembangunan manusia
Kompas 16 Agustus 2019
Harus diakui 74 tahun Indonesia merdeka, pembangunan manusia merupakan dimensi pembangunan yang amat terbelakang. Pada hal dalam iringan kereta berkuda, tingkat kecepatan kuda berlari tak ditentukan kuda yang larinya paling kencang, melainkan kuda yang larinya paling lambat. Sekencang apapun pembangunan sector lain dipacu, laju pembangunan secara keseluruhan akan bergerak lambat karena keterbelakangan pembangunan manusia.
Usaha membangun manusia Indonesia harus dimulai dari kesadaran Bersama akan adanya krisis. Kita harus berhenti melebih-lebihkan capaian kosmetik, dengan melupakan problem besar yang kita abaikan. Dengan mempertimbangkan problem yang dihadapi, tujuan pembangunan manusia adalah memperluas pilihan warga dengan menumbuhkan manusia yang sehat jasmani-rohani, berkarakter kuat, berkreatifitas tinggi, berkompetensi unggul dalam penguasaan Iptek dalam rangka tata kelola dan pemecahan masalah bangsa, demi terwujudnya cita-cita nasional
Frans Magnis Suseno: Keadilan sosial yang masih jauh
Dalam harian Kompas 14 agustus 2019 beliau menulis…..tugas kebangsaan ini jauh dari mudah. Masih banyak sekali hal yang selama lima tahun pertama pemerintahan Jokowi belum berhasil ditangani seluruhnya. Jumlah orang miskin dan hampir miskin masih terlalu besar, keadilan sosial masih jauh dari harapan, pertumbuhan ekonomi sedang sedang saja, pembangunan infrastruktur sebagian besar masih dalam proses, dan sejumlah BUMN kunci dalam kondisi tekanan.(cat: bandingkan dengan pendapat Kwik dibawah ini yang ditulis pada tahun 2008)
Kwik Kian Gie: Terjajah kembali sejak 1967
            Dalam tulisannya yang cukup menohok, yakni “TERJAJAHNYA KEMBALI INDONESIA SEJAK 1967, antara lain menulis…..boleh dikatakan bahwa secara menyeluruh, rakyat dan para pemimpin masyarakat berpendapat dan merasakan, bahwa menjelang 63 tahun merdeka, kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara kita mengalami kemerosotan yang parah
Maka untuk bahan perenungan apakah demikian kondisinya, kami menyajikan kondisi dari 8 tonggak yang paling fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk ditanyakan kepada diri sendiri, apakah dalam 8 aspek terpenting ini, kita mengalami kemajuan atau kemerosotan?
Ke-8 tonggak tersebut adalah sebagai berikut;
1.    Kemandirian
Apakah kita dalam bidang kemandirian mengurus diri sendiri, yaitu mandiri dan bebas merumuskan kebijakan terbaik untuk diri sendiri, mengalami kemajuan atau kemunduran? Apakah de facto yang membuat kebijakan dalam segala bidang bangsa kita sendiri atau bangsa lain beserta Lembaga-lembaga internasional?
Dari berbagai studi oleh para ahli sejarah, baik dalam maupun luar negeri yang boleh dikatakan obyektif, sejak 1967 kita sudah tidak mandiri. Ketidakmandirian kita sudah mencapai puncak setelah kita dilanda krisis pada 1997. Jauh sebelum itu, tetapi menjadi sangat jelas setelahnya, dapat kita lihat hubungan yang sangat erat antara kebijakan pemerintah Indonesia dan apa yang tercantum dalam country strategy report yang disusun oleh Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, serta segala sesuatu yang didiktekan kepada pemerintah Indonesia dalam bentuk Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP), yang lebih dikenal dengan sebutan Letter of Intent (50 LOI).
Bagaimana dampaknya? Buat mayoritas rakyat Indonesia sangat merusak, bahkan dapat dikatakan sudah membangkrutkan keuangan negara.
2.    Peradaban dan Kebudayaan
Terutama dalam bidang tata nilai, mental, moralitas, dan ahlak, apakah setelah lebih dari 61 tahun merdeka dari penjajahan kita lebih maju atau lebih mundur? Benarkah Bung Hatta yang sejak puluhan tahun lalu mengatakan, bahwa korupsi mulai menjadi kebudayaan kita? Benarkah kalau sekarang dikatakan, bahwa KKN sudah mandarah daging dan merupakan gaya hidup bagian terbanyak elite bangsa kita? Benarkah peringkat yang diberikan oleh Lembaga asing, bahwa Indonesia digolongkan dalam kelompok negara-negara yang paling korup di dunia?
3.    Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
Apakah menjelang 63 tahun merdeka, bangsa kita unggul? Dibandingkan dengan zaman penjajahan, kemampuan kita menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan oleh bangsa-bangsa lain memang boleh dikatakan cukup up to date. Tetapi, yang dimaksud apakah ilmu pengetahuan itu temuan kita sendiri, dan apakah teknologinya ciptaan bangsa kita sendiri? Ataukah harus membelinya dengan harga sangat mahal dari bangsa-bangsa lain?
4.    Persatuan dan Kesatuan
Apakah bangsa kita lebih kokoh atau lebih rapuh? Referensi yang dapat kita gunakan adalah Amandemen UUD 1945. Bentuk dan praktek otonomi daerah, baik dalam bidang pengelolaan adminsitrasi negara maupun dalam bidang keuangannya. Gerakan Aceh merdeka beserta cara penanganannya. Aktifnya Gerakan Papua Merdeka di dunia internasional. Konflik antar etnis dan antar agama yang cukup keras, walaupun belum terjadi di seluruh wilayah Indonesia, tetapi gejalanya sudah dirasakan. Hilangnya Sipadan dan Ligitan. Digugatnya Ambalat. Terancamnya Aceh dan Irian Barat lepas dari NKRI. Saya kira sangat mundur dan menjadi sangat rapuh.
5.    Hankam
Apakah kondisi kita semakin kuat atau semakin lemah? Referensinya adalah persenjataan dan alat-alat perang yang kita miliki, dikaitkan dengan kemampuan serta prospeknya untuk membangun dan mengembangkan industri pertahanan sendiri. Referensi non materilnya, apakah dengan reformasi yang memisahkan fungsi Polri dan TNI dalam bentuknya seperti sekarang ini membuat ketahanan nasional lebih mantap atau lebih rapuh?
6.    Interaksi dan Kedudukan Kita Di Dunia Internasional
Dalam pergaulan antar bangsa dan kedudukan kita dalam organisasi-organisasi internasional, apakah bangsa kita mempunyai tempat atau kedudukan yang lebih terhormat atau lebih terpuruk?
Pemberitaan dan ulasan di pers internasional menempatkan Indonesia sebagai negara yang dalam banyak aspek sebagai negara yang terbelakang dan kurang terhormat.
7.    Kemakmuran Dan Kesejahteraan Yang Berkeadilan
Tidak dapat disangkal, bahwa pendapatan nasional per kapita meningkat sejak kemerdekaan hingga sekarang. Namun seperti diketahui, pendapatan nasional per kapita, antara kota dan desa, antara perusahaan besar dan kecil tidaklah sama, melainkan terjadi gap yang besar.
8.    Keuangan Negara
Keterbatasan infrastruktur, Pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan public utility oleh pemerintah jelas disebabkan oleh keuangan negara yang sangat terbatas, karena korupsi dan beban utang yang sangat besar
► 8 tonggak fundamental merosot dengan drastic ◄
NEKOLIM
Bung karno pernah bertitah bahwa suatu saat nanti akan datang penjajah yang tidak pakai serdadu dan bedil, melainkan ekonomi. Titah ini kemudian terbukti dalam perjalanannya. Indonesia yang merdeka 17 Agustus 1945, beberapa tahun kemudian mengalami hal yang ditakutkan itu.
Uraian tentang itu telah banyak di tulis, namun untuk tulisan/analisis ini yang kami pinjam adalah pendapat Kwik Kian Gie, yang sesungguhnya juga banyak mengutif pendapat asing, seperti Stiglitz, Pilger, Winters, Simpson, Perkins. Beberapa kutifan ini akan ditulis di bawah ini;
Antek korporatokrasi……..cara-cara mereka sekarang hanya perlu memelihara elit bangsa-bangsa mangsa, yang adalah elit bangsa yang secara politik dan secara formal negara merdeka dan berdaulat. Tetapi karena kekuasaan elit para anteknya ini, yang secara material maupun konsepsional di dukung oleh corporatocracy global, pendiktean mereka dan penghisapan kekayaan alam serta tenaga manusianya menjadi sangat dahsyat dan mutlak. Diluar negara-negara mangsa, corporatocracy di dukung oleh pemerintahnya masing masing yang menguasai Lembaga-lembaga internasional, seperti Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia (Kwik Kian Gie, 2008:58)
Perampokan Internasional…..dalam dunia ini, yang tidak dilihat oleh bagian terbesar dari kami yang hidup di belahan utara dunia, cara perampokan yang canggih telah memaksa lebih dari Sembilan puluh negara masuk ke dalam program penyesuaian structural sejak tahun delapan puluhan, yang membuat kesenjangan antara kaya dan miskin semakin menjadi lebar. Ini terkenal dengan nation building dan good governance oleh empat serangkai yang mendominasi World Trade Organization (Amerika Serikat, Eropa, Canada, dan Jepang) dan triumvirat Washington (Bank Dunia, IMF, dan departemen keuangan AS) yang mengendalikan setiap aspek detail dari kebijakan pemerintah di negara-negara berkembang. Kekuasaan mereka diperoleh dari utang yang belum terbayar, yang memaksa negara-negara termiskin membayar $ 100 juta per hari kepada para kreditur Barat. Akibatnya adalah sebuah dunia, dimana elit yang kurang dari satu milyar orang menguasai 80% dari kekayaan selurh ummat manusia (John Pilger, dalam Kwik Kian Gie, 2008:60-61)
Pengambilalihan Indonesia….dalam November 1967, menyusul tertangkapnya hadiah terbesar, hasil tangkapannya dibagi. The Time Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili; perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemcal Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Good Year, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockkefelle disebut ekonom-ekonom Indonesia yang top (Pilger dalam Kwik Kian Gie, 2008:61
Indonesia telah dibagi…..pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sector demi sector. Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler kata Jeffrey Winters, guru besar Northwestern University, Chicago yang dengan mahasiswanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. Mereka membaginya kedalam lima seksi; pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industry ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi, yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan; ini yang kami inginkan, ini, ini, dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, dimana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang disumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.
Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang, dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatera, Papua Barat, dan Kalimantan. Sebuah Undang Undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah AS, Canada, Eropa, Australia dan yang terpenting IMF dan Bank Dunia (2008:62-63)
Semakin jauh dari Trisakti
Konteks demikian masih dapat diuraikan sekian panjang lagi, seperti dengan consensus Washington yang melahirkan neolib , dengan  reformasi yang melenceng, pemilu yang super liberal dan sangat mahal, maraknya radikalisme dan politik identitas, ocehan Surya Paloh dalam Kuliah Kebangsaa di UI yang menyatakan negara ini semakin kapitalis-liberal, menunjukkan bahwa Trisakti Bung Karno yang kita anut  masih jauh dari harapan. Artinya kita belum bedaulat dalam politik, belum mandiri dalam ekonomi, dan belum berkepribadian dalam kebudayaan. Jangan-jangan kita masih terjajah sebagaimana dituding Kwik Kian Gie.

R E F E R E N S I
Gie, K, K, 2008, Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak 1967. YKK Jakarta
Latif, Yudi, 16 Agustus 2019, Membangun Manusia Merdeka, Kompas, Jakarta
Suseno Magnis, 14 Agustus 2019, Petugas Partai atau Petugas Rakyat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar