KULIAH I
HUBUNGAN PUSAT-DAERAH
ILMU PEMERINTAHAN FISIPOL UDA
Pada kuliah pertama ini
akan diuraikan apa itu Federasi, atau negara serikat. Tujuannya adalah agar
mahasiswa paham arti, sejarah, karakteristik dan syarat Federasi/negara serikat,
sebagai bentuk negara yang banyak dianut negara-negara saat ini.
Setelah mahasiswa selesai
membaca, bila ada hal-hal yang tidak dipahami dapat ditanya melalui blog ini
atau WA yang sudah kita buat.
Materi-bahan ini diambil
dari bukunya Yosep Riwu Kaho, 2012, Analisis Hubungan Pusat-Daerah, Polgov
Fisipol UGM.
m
|
Federasi berasal dari kata foedus yang berarti perjanjian atau persetujuan.
Dalam negara federasi atau Negara Serikat (bondstaat, Bundesstaat), dua atau lebih
kesatuan politik yang sudah atau belum berstatus sebagai negara berjanji
untuk bersatu dalam suatu ikatan politik yang mewakili mereka sebagai keseluruhan. Kesatuan-kesatuan
politik yang tergabung itu melepaskan kedaulatan (keluar) beserta segenap atribut-
atribut kenegaraan lainnya. Apabila kesatuan politik yang tergabung itu sudah
berstatus sebagai Negara
sejak semula, maka status kenegaraan itu lenyap dengan
masuknya kesatuan politik yang bersangkutan ke dalam ikatan itu. Dengan
pembentukan federasi, terciptalah suatu negara baru yang tunggal,
berdiri sendiri dan berdaulat penuh. Dengan federasi terbentuklah negara baru, baik dalam pengertian ilmu politik pada umumnya maupun
dalam pengertian hukum internasional khususnya. Federasi adalah negara. Anggota-anggota sesuatu federasi disebut
Negara Bagian; dalam
bahasa asing disebut
dengan istilah-istilah seperti
State (Amerika Serikat), Lander (Jerman), Canton (Swiss), Province (Canada), Deelstaat (Belanda), dan
sebagainya.
Federasi adalah suatu
bentuk-tengah, suatu bentuk
kompromistis antara Konfederasi yang hubungannya tidak erat dan Negara Kesatuan
1. Drs. C.T.S. Kansil, SH,
Sistem Pemerintahan Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1976,
hal. 13.
yang ikatannya kuat. Komponen-komponen suatu federasi
menghendaki persatuan (union), tetapi menolak kesatuan (unity). Beberapa ahli di
dalam tulisannya menyatakan bahwa bentuk negara
federasi adalah merupakan suatu gejala modern, yang
baru dikenal pada
sekitar tahun 1787
ketika para pembentuk
konstitusi Amerika Serikat memilih bentukan federasi sebagai bentuk
Negara mereka. Sejak
waktu itu, Negara
Amerika Serikat menjadi “bentuk-model” dari hampir semua federasi-federasi yang dibentuk kemudian.
Bentuk federasi sebenarnya sudah dikenal sejak lama, sebelum Amerika Serikat terbentuk. Israel Kuno, awal abad ke-13
B.C. telah merupakan bentuk federasi yang menyusun struktur
masyarakatnya dalam 12 (dua belas) bani,
antara lain bani Qainuqa, Nadhir,
Quraizah dll. Keduabelas bani disatukan
dibawah konstitusi tunggal secara nasional yang dimaksudkan untuk mengelola
kesatuan nasional. Demikian juga halnya dengan suku-suku Badui. Liga Negara-kota Helenic di Yunani
juga di desain dengan corak federal sebagai alat untuk memajukan perdagangan,
dominasi politik dan pertahanan/ militer.
Madinah, negara Islam pertama yang dibentuk Nabi Muhammad S.A.W., merupakan
federasi dari berbagai komunitas, bani dan
suku. Pada akhir
abad ke-12 dan awal abad
ke-13, dalam masa Jengis Khan, dibentuklah federasi Mongolia sebagai
sistem kepentingan bersama
dalam common defence (pertahanan bersama).
Di benua Eropa,
embrio bentuk federasi ditemukan di Swiss
pada 1291, yang mempersatukan semua Cantons untuk pertahanan bersama. Demikian juga
dengan Belanda pada
akhir abad ke-16
berdirilah United Province of Netherland sebagai hasil pemberontakan terhadap Spanyol. Terbentuknya Federasi Swiss dan Belanda mendorong Johannes Althusius (1562-1638)
melakukan studi tentang Konstitusi Swiss dan Belanda yang ditulis
dalam bukunya yang berjudul “Politica Methodice Digesta” (1603, 1610).
Dalam bukunya, Althusius merumuskan federasi sebagai berikut:
“On all levels the union (consosiato) is composed of the units
of the preceding lower
level – the village was a federal
of union of families, the towns is a unit of guilds,
the province is a union
of towns, the kingdom
or state a union of such provinces, and the empire
a union of such states
– so that when we arive at the top, members of a state
(regnum) neither individual persons nor families, guilds
or other such lower communities,
but only the provinces and free cities”
Konsep Althusius memandang federasi sebagai kumpulan provinces dan free cities. Althusius merupakan orang pertama yang mengemukakan korelasi antara federalisme, dengan popular souvereignty dan mengidentifikasikan
perbedaan antara Leagues, multiple
monarchies, dan Konfederasi.
Di Indonesia, federalisme sudah ada beberapa abad yang lalu
yakni di Maluku Utara.
Di sana ada
4 kesultanan yang
membentuk suatu federasi yang disebut Maloko Kie Raha. Keempat
kesultanan itu adalah
Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Makian/ Bacan. Federasi ini mencapai puncak kejayaannya dibawah
pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583). Dalam federasi Maloko Kie Raha diadakan pembagian tugas setiap Soa (Desa) sesuai dengan potensi
yang dimiliki masing-masing Soa. Ada Soa yang bertugas
membuat alat-alat perang/
senjata, ada yang bertugas
menghasilkan bahan pangan, ada yang bertugas merekrut tentara dan sebagainya.
Federasi juga dapat
diketemukan dalam kerajaan Majapahit yang menguasai
seluruh Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang merupakan
bagian dari Majapahit
tetap menjalankan pemerintahan sebagaimana biasanya.
Kerajaan-kerajaan kecil itu tetap
memiliki atribut-atribut mereka seperti tentara sendiri, pengadilan dan peraturan-peraturan sendiri dan sebagainya. Kerajaan-kerajaan kecil ini diwajibkan
setidak-tidaknya setahun sekali harus hadir
dalam “Pasamuan Ageng” dan saat itulah mereka
membawa upeti kepada Raja Majapahit.
Demikian pula setelah runtuhnya Majapahit,
kerajaan-kerajaan berikutnya seperti Demak, Pajang dan Mataram juga tetap
meneruskan tradisi tersebut. Para Adipati yang menjadi kepala pemerintahan di Kadipaten-Kadipaten
tetap menjalankan pemerintahan seperti semula dan memiliki atribut-atribut
sendiri dalam menjalankan pemerintahan. Untuk
meningkatkan integrasi, maka para Adipati diangkat dari keluarga kerajaan dan kadang-kadang para putri kerajaan
dinikahkan dengan beberapa Adipati
yang bukan dari keraton. Para Adipati ini diwajibkan
untuk menghadiri
pasamuan ageng setiap tahun dan juga membawa upeti untuk kerajaan.
Meskipun secara umum diakui bahwa federasi adalah bentuk politik tertentu, akan tetapi tidak mudah
bagi kita untuk membedakannya dari bentuk politik lainnya. Riker (1975)
mengatakan bahwa “dalam praktek federalisme hanyalah ‘mitologi’, karena dewasa
ini telah muncul bentuk campuran,
seperti negara kesatuan dengan federal
arrangement, misalnya kerajaan Inggris,
atau sebaliknya negara federal dengan unitary
arrangement seperti Amerika Serikat
yang pada awalnya
hanya menangani hubungan luar negeri, pertahanan, moneter,
dan perdagangan dengan masyarakat Indian, namun sekarang
telah berkembang menjadi puluhan kewenangan. Demikian pula apa yang
dikenal dengan sebutan associated-states seperti
Monaco terhadap
Perancis. Oleh karena
itu, untuk mengetahui apakah suatu negara itu berbentuk federal
atau bukan, ada beberapa
karakteristik atau prinsip dasar yang dapat membantu untuk mengidentifikasikannya.
Karakteristik-karakteristik yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
1.
Negara Bagian terlibat dalam proses pengambilan keputusan nasional.
2.
Adanya sistem perwakilan negara bagian di tingkat pengambilan keputusan nasional. Ada yang jumlahnya sama untuk semua
negara bagian seperti
di Amerika Serikat.
Setiap negara bagian
diwakili oleh dua orang Senator. Ada juga yang
jumlah wakil Negara Bagian- Negara Bagian itu tidak sama,
tergantung dari jumlah penduduknya, kontribusinya, dan sejarahnya
masing-masing, seperti Jerman.
3.
Keputusan untuk masuk dan keluarnya negara bagian dalam suatu federasi dilakukan melalui mekanisme politik yang sangat
rumit. Umumnya harus
melalui perubahan konstitusi. Syarat pengambilan keputusannya juga jauh lebih berat
sejajar dengan perubahan konstitusi tiap-tiap negara.
4.
Adanya supremasi konstitusi. Terdapat satu kesatuan
kekuasaan tertinggi yang bertugas menyelesaikan sengketa antara negara bagian- negara bagian seperti Supreme Court
di Amerika Serikat.
Sengketa- sengketa tersebut diselesaikan secara hukum, sedangkan dalam negara kesatuan diselesaikan secara politis.
5. Negara-negara bagian disusun
dalam suatu tingkatan.
6. Masing-masing negara bagian memiliki konstitusi tersendiri.
7. Ada distribusi kekuasaan antara negara
federal dengan negara bagian.
Menurut Strong, diperlukan dua syarat untuk
mewujudkan suatu federasi. Pertama, harus ada semacam perasaan nasional (a sense of nationality) diantara
anggota-anggota kesatuan politik yang hendak berfederasi itu, dan kedua,
harus ada keinginan dari anggota-anggota
kesatuan-kesatuan politik itu akan persatuan (union) dan
bukan kesatuan (unity), karena apabila anggota-anggota itu mengingini kesatuan,
maka bukan federasi yang dibentuk tetapi negara kesatuan2.
Federasi ditandai oleh beberapa ciri khas. Ciri khas tersebut menurut Strong adalah:
(1) Supremasi konstitusi federasi, (2) Adanya pemencaran kekuasaan (distribution of power) antara negara federal dengan negara bagian, dan (3) Adanya suatu kekuasaan tertinggi
yang bertugas menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin timbul antara negara
federal dan negara bagian3. Federasi pada umumnya dibentuk berdasarkan suatu fundamental law (hukum dasar)
atau konstitusi.
Negara Kesatuan (Unitary
State) ialah bentuk Negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan pada satu badan legislatif nasional pusat. Azas yang mendasari Negara kesatuan ialah azas unitarisme, yang dirumuskan oleh Dicey
sebagai “…The habitual exercise
of supreme legislative authority by one central
power.”4
2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar