Minggu, 19 April 2020

MK V, HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH



MK V, HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
KULIAH KE LIMA, 20 APRIL 2020, JAM 08.30 SD 10.30 (0N LINE)
JURUSAN PEMERINTAHAN, FISIPOL UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
ANATOMI HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
Pada kuliah ke 4, telah diuraikan “Kewenangan Pusat dan Daerah”. Apa yang disebut dengan Kewenangan, apa bedanya dengan kekuasaan/otoritas, apa dasar hukum/basis legalnya, apa-apa saja kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota, urusan-urusannya (absolut, konkuren, dan umum), termasuk masalah-masalah praksisnya, yang ditelaah Prof Djohermansyah Djohan,  dan Reinhard Hutapea. Dalam kuliah ke lima ini akan diuraikan Anatomi Hubungan Pusat dan Daerah.
Pada intinya yang akan diuraikan dalam anatomi ini ada tiga hal, yakni;
1.      koordinasi pemerintahan
2.      kerjasama antar pemda, dan
3.      pengawasan.
Dalam artian lain akan dijelaskan apa itu “koordinasi, kerjasama, dan pengawasan”. Tiga kata yang dalam terminology pengetahuan sering disebut sebagai “konsep”. Meminjam teori penulisan dalam ilmu komunikasi, atau ilmu pada umumnya dibutuhkan 5W + 1H (apa, dimana, kemana, siapa, dan bagaimana). Atau lebih khusus dalam Ilmu Manajemen[1]/organisasi.
Dalam ilmu ini (manajemen) lazimnya sudah dikenal 4 kata kunci atau prinisip, yakni;
1.     planning
2.     organizing
3.     actuating, dan
4.     controing.
Sinergi ke empat hal inilah yang menjadi topik atau sentral masalah. Artinya bagaimana agar ke empat hal demikian jalan sebagaimana mestinya. Jalan sesuai dengan harapan seluruh pemangku kepentingan, khususnya kepentingan, atau aspirasi masyarakat, sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945….melindungi segenap warga negara dan bangsa, mewujdukan kesejahteraan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam tulisan ini, hal-hal atau konsep-konsep demikian tidak menjadi pembahasan pendahuluan. Melainkan akan diajak langsung kepada masalah, to the pointnya (masalah aktual pemerintahan) yang sedang kita hadapi saat ini, yakni masalah “pandemi- wabah-bencana Covid-19, agar mudah dipahami. Pertanyaanya adalah:…sudahkah pemerintah, baik pusat maupun daerah telah menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya?
Artinya, apakah fungsi koordinasi, kerjasama, dan pengawasan sudah jalan, atau….? Sebelum sampai kepada hal tersebut, bacalah topik-topik berita yang di ambil dari beberapa surat kabar di bawah ini;
Presiden Ingatkan Pemda yang Tak Peka
Masih banyak pemda yang tidak bergerak cepat merealokasi APBD untuk penanganan Covid-19. Padahal, situasi sudah darurat. (Kompas, 15 April 2020)
Penanganan wabah
Anomali Pemda di Tengah Solidaritas Publik
…tak cukup hanya dari APBN, pemerintah pusat juga telah menginstruksikan pemda merealokasi APBD….Untuk ini, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian sampai mengeluarkan instruksi khusus kepada semua kepala daeah, 2 April lalu. Instruksi disertai ancaman sanksi penundaan penyaluran dana alokasi umum atau dana bagi hasil jika realokasi tak segera dilakukan oleh Pemda…..Akan tetapi dalam perkembangannya, tak sedikit Pemda yang lambat memberi respons sampai Presiden Joko Widodo harus menyindir mereka dalam sidang kabinet paripurna (Kompas, 18 April 2020)
Pemerintah Ancam Tunda Transfer Dana Alokasi Umum
ke Daerah yang Masih “Business as Usual(SIB, 16 April 2020)
Medan dan Deli Serdang Belum Patuhi Protokol Kesehatan
Kasus Corona di Sumut Alami Kenaikan, Sembuh 12, Meninggal 9, dan PDP 129 orang (SIB, 16 April 2020)
Satu kendali PSBB di Bodetabek
Pemerintah daerah Bogor, Depok, dan Bekasi mendorong Gubernur Jawa Barat menjadi pemegang kendali dan pelaksana pembatasan sosial berskala besar di tiga Kawasan itu (Kompas, 12 April 2020)
Gencarkan Sosialisasi
Hari pertama pembatasan social berskala besar berjalan relative lancer. Namun ada sejumlah pelanggaran yang menandakan perlu sosialisasi lebih gencar agar kebijakan ini lebih dipatuhi (Kompas, 11 April 2020)
Pakar:
Kalau Kompak, Corona Bisa Selesai Sebulan (SIB, 11 April 2020)
∏∏

Dari uraian-uraian di atas terlihat bahwa memang ada masalah besar dalam penanganan Covid-19. Belum lagi misalnya, ketika Anis Baswedan pro aktif mengambil kebijakan significan, Mendagri Tito Karnavian, menegur Anis, bahwa itu bukan wewenang Gubernur, melainkan pusat. Anehnya pemerintah pusat pun terkesan lambat, atau terlalu birokratis.
Masalah-masalah demikian masih dapat diuraikan sekian banyak lagi, bahkan akan semakin banyak, sebab masalahnya sedang berjalan. Masalah-masalah yang sesungguhnya bukan masalah yang tiba-tiba atau ujuk-ujuk terjadi. Masalah koordinasi, kerjasama, maupun pengawasan sudah lama terjadi, sebagaimana kita uraikan dalam kuliah ke-4. Kita kutif kembali pernyataan Prof Dr Djohermansyah:
Realitas menunjukkan bahwa Pemda tidak punya kapasitas dalam mengurus urusan rumah tangganya, terutama kapasitas kepemimpinan. Di lain pihak, pemerintah pusat lemah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan. Akibatnya dalam banyak kasus terjadi apa yang disebut otonomi daerah kebablasan, alias lepas kendali, seperti ditandai tingginya tingkat korupsi kepala daerah, terbitnya ribuan perda bermasalah, dan buruknya pelayanan publik.
Terang sudah tidak sekedar….koordinasi…..kerjasama….atau pengawasan yang belum jalan, melainkan jauh di atas itu. Ada some thing wrong besar…. Ada struktur/lembaga, tapi fungsinya tak jalan…..meminjam Weber, legal tapi irrasional….Bagaimana tidak seperti ditengarai Djohermansyah:
·         otonominya kebablasan
·         kepala daerahnya banyak yang jadi maling
·         perda-perda yang tak sesuai dengan NKRI
·         buruknya pelayanan public.
Dengan tidak mendramatisir masalah, kesenjangan memang masih besar. Sebagaiman dikatakan Prof Irfan Ridwan Maksum, Undang-Undang (UU) tentang Otonomi Daerah, seperti;
1.      UU Pemda
2.      UU Desa
3.      UU Pilkada
4.      UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
5.      UU ASN
Selain substansinya belum detil, terutama adalah paradigmanya tidak sama. Ada kontradiksi antara masing-masing UU. Yang paling kasat mata misalnya adalah antara UU Pilkada dengan UU Pemda tentang eksistensi Kepala daerah , antara UU Pemda dengan UU Desa, yakni membawa struktur formal amat rumit, bahkan terbebani. Prbenturan yang terjadi adalah inkonsistensi pandangan mengenai desa dengan apa yang tertuang di kedua UU itu.
Perbenturan paradigmatic selanjutnya adalah dengan UU ASN. Di dunia ini pengelolaan SDM Pusat dan Daerah selalu memperhatikan kotak besar organ negara yang terpisah karena dianutnya desentralisasi. Kotak organ negara yang diperhtikan adalah adanya organ pemegang political authority. SDM negara terpisah jadi dua, lokal dan nasional….disini tidak (Kompas, 15 Januari 2020).
 Khusus dalam bidang kewenangan, dari sejak ditempuhnya otonomi daerah tahun 2001 hingga hari ini masih terjadi friksi. Friksi ini adalah;
1)      Friksi antara unsur pemerintah pusat dengan penyelenggara pemerintahan daerah.
2)      Friksi antara pemerintah provinsi dengan kabupaten/kota.
3)      Friksi antar pemerintahan kabupaten/kota sendiri.
4)      Friksi dalam penerapan wewenang daerah di Kawasan tertentu. (Dr Oentarto SM, Dr I Made Suwandi, M Soc, Sc, Dr Dodi Riyadmadji, 2004:192)
∏∏
PERTANYAAN
1.    Tuliskan apa-apa yang tidak dipahami dari bahan kuliah di atas.
2.    Jawablah pertanyaan-pertanyaan ini dalam waktu 2 sd 3 hari. Pertama, setelah membaca bahan kuliah di atas, menurut saudara apa yang dimaksud “koordinasi, kerjasama, dan pengawasan dalam pemerintahan. Kedua; mengapa terjadi kontradiksi antara UU Pemda dan UU Pilkada mengenai status Kepala Daerah. ketiga; mengapa posisi desa bila dihubungkan dengan kabupaten bermasalah, seperti diuraikan Prof Irfan Ridwan Maksum ?. ke empat; agar cepat penanganan Covid-19, strategi apa yang sebaiknya di tempuh pemerintah?


[1] Menurut G. Terry, Manajemen adalah suatu proses tertentu yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan penggunaan suatu ilmu dan seni yang Bersama-sama menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan. Tidaak begitu beda dengan Terry, Stoner mendefinisikan manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar tercapai tujuan organisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar