MK V, HUBUNGAN PUSAT
DAN DAERAH
KULIAH KE LIMA, 20
APRIL 2020, JAM 08.30 SD 10.30 (0N LINE)
JURUSAN PEMERINTAHAN,
FISIPOL UDA
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
∏
ANATOMI
HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
Pada kuliah ke 4, telah diuraikan “Kewenangan Pusat dan
Daerah”. Apa yang disebut dengan Kewenangan, apa bedanya dengan
kekuasaan/otoritas, apa dasar hukum/basis legalnya, apa-apa saja kewenangan
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota,
urusan-urusannya (absolut, konkuren, dan umum), termasuk masalah-masalah
praksisnya, yang ditelaah Prof Djohermansyah Djohan, dan Reinhard Hutapea. Dalam kuliah ke lima ini
akan diuraikan Anatomi Hubungan Pusat dan Daerah.
Pada intinya yang akan diuraikan dalam anatomi ini ada tiga
hal, yakni;
1. koordinasi pemerintahan
2. kerjasama antar pemda, dan
3. pengawasan.
Dalam artian lain akan dijelaskan apa itu “koordinasi,
kerjasama, dan pengawasan”. Tiga kata yang dalam terminology pengetahuan sering
disebut sebagai “konsep”. Meminjam teori penulisan dalam ilmu komunikasi, atau
ilmu pada umumnya dibutuhkan 5W + 1H (apa, dimana, kemana, siapa, dan
bagaimana). Atau lebih khusus dalam Ilmu Manajemen[1]/organisasi.
Dalam ilmu ini (manajemen) lazimnya sudah dikenal 4 kata kunci
atau prinisip, yakni;
1.
planning
2.
organizing
3.
actuating, dan
4.
controing.
Sinergi ke empat hal inilah yang menjadi topik atau sentral
masalah. Artinya bagaimana agar ke empat hal demikian jalan sebagaimana
mestinya. Jalan sesuai dengan harapan seluruh pemangku kepentingan, khususnya
kepentingan, atau aspirasi masyarakat, sesuai dengan tujuan negara yang
tercantum dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945….melindungi segenap warga
negara dan bangsa, mewujdukan kesejahteraan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam tulisan ini, hal-hal atau konsep-konsep demikian tidak menjadi
pembahasan pendahuluan. Melainkan akan diajak langsung kepada masalah, to the
pointnya (masalah aktual pemerintahan) yang sedang kita hadapi saat ini, yakni
masalah “pandemi- wabah-bencana Covid-19, agar mudah dipahami. Pertanyaanya
adalah:…sudahkah pemerintah, baik pusat maupun daerah telah menjalankan
fungsinya sebagaimana mestinya?
Artinya, apakah fungsi koordinasi, kerjasama, dan pengawasan
sudah jalan, atau….? Sebelum sampai kepada hal tersebut, bacalah topik-topik
berita yang di ambil dari beberapa surat kabar di bawah ini;
⌂
Presiden Ingatkan Pemda yang Tak Peka
Masih banyak pemda yang tidak
bergerak cepat merealokasi APBD untuk penanganan Covid-19. Padahal, situasi
sudah darurat. (Kompas, 15 April 2020)
⌂
Penanganan wabah
Anomali Pemda di Tengah Solidaritas
Publik
…tak cukup hanya dari APBN,
pemerintah pusat juga telah menginstruksikan pemda merealokasi APBD….Untuk ini,
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian sampai mengeluarkan instruksi khusus
kepada semua kepala daeah, 2 April lalu. Instruksi disertai ancaman sanksi
penundaan penyaluran dana alokasi umum atau dana bagi hasil jika realokasi tak
segera dilakukan oleh Pemda…..Akan tetapi dalam perkembangannya, tak sedikit
Pemda yang lambat memberi respons sampai Presiden Joko Widodo harus menyindir
mereka dalam sidang kabinet paripurna (Kompas, 18 April 2020)
⌂
Pemerintah Ancam Tunda Transfer Dana
Alokasi Umum
ke Daerah yang Masih “Business as Usual” (SIB, 16 April 2020)
⌂
Medan dan Deli Serdang Belum Patuhi
Protokol Kesehatan
Kasus Corona di Sumut Alami Kenaikan,
Sembuh 12, Meninggal 9, dan PDP 129 orang (SIB, 16 April 2020)
⌂
Satu kendali PSBB di Bodetabek
Pemerintah daerah Bogor, Depok, dan
Bekasi mendorong Gubernur Jawa Barat menjadi pemegang kendali dan pelaksana
pembatasan sosial berskala besar di tiga Kawasan itu (Kompas, 12 April 2020)
⌂
Gencarkan Sosialisasi
Hari pertama pembatasan social
berskala besar berjalan relative lancer. Namun ada sejumlah pelanggaran yang
menandakan perlu sosialisasi lebih gencar agar kebijakan ini lebih dipatuhi
(Kompas, 11 April 2020)
⌂
Pakar:
Kalau Kompak, Corona Bisa Selesai
Sebulan (SIB, 11 April 2020)
∏∏
Dari uraian-uraian di atas terlihat bahwa memang ada masalah
besar dalam penanganan Covid-19. Belum lagi misalnya, ketika Anis Baswedan pro
aktif mengambil kebijakan significan, Mendagri Tito Karnavian, menegur Anis,
bahwa itu bukan wewenang Gubernur, melainkan pusat. Anehnya pemerintah pusat
pun terkesan lambat, atau terlalu birokratis.
Masalah-masalah demikian masih dapat diuraikan sekian banyak
lagi, bahkan akan semakin banyak, sebab masalahnya sedang berjalan.
Masalah-masalah yang sesungguhnya bukan masalah yang tiba-tiba atau ujuk-ujuk
terjadi. Masalah koordinasi, kerjasama, maupun pengawasan sudah lama terjadi,
sebagaimana kita uraikan dalam kuliah ke-4. Kita kutif kembali pernyataan Prof
Dr Djohermansyah:
Realitas menunjukkan bahwa Pemda tidak punya kapasitas dalam
mengurus urusan rumah tangganya, terutama kapasitas kepemimpinan. Di lain
pihak, pemerintah pusat lemah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan.
Akibatnya dalam banyak kasus terjadi apa yang disebut otonomi daerah
kebablasan, alias lepas kendali, seperti ditandai tingginya tingkat korupsi
kepala daerah, terbitnya ribuan perda bermasalah, dan buruknya pelayanan
publik.
Terang sudah tidak sekedar….koordinasi…..kerjasama….atau
pengawasan yang belum jalan, melainkan jauh di atas itu. Ada some thing wrong
besar…. Ada struktur/lembaga, tapi fungsinya tak jalan…..meminjam Weber, legal
tapi irrasional….Bagaimana tidak seperti ditengarai Djohermansyah:
·
otonominya
kebablasan
·
kepala
daerahnya banyak yang jadi maling
·
perda-perda
yang tak sesuai dengan NKRI
·
buruknya
pelayanan public.
Dengan tidak mendramatisir masalah, kesenjangan memang masih
besar. Sebagaiman dikatakan Prof Irfan Ridwan Maksum, Undang-Undang (UU)
tentang Otonomi Daerah, seperti;
1. UU Pemda
2. UU Desa
3. UU Pilkada
4. UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
5. UU ASN
Selain substansinya belum detil, terutama adalah paradigmanya
tidak sama. Ada kontradiksi antara masing-masing UU. Yang paling kasat mata
misalnya adalah antara UU Pilkada dengan UU Pemda tentang eksistensi Kepala
daerah , antara UU Pemda dengan UU Desa, yakni membawa struktur formal amat
rumit, bahkan terbebani. Prbenturan yang terjadi adalah inkonsistensi pandangan
mengenai desa dengan apa yang tertuang di kedua UU itu.
Perbenturan paradigmatic selanjutnya adalah dengan UU ASN. Di
dunia ini pengelolaan SDM Pusat dan Daerah selalu memperhatikan kotak besar
organ negara yang terpisah karena dianutnya desentralisasi. Kotak organ negara
yang diperhtikan adalah adanya organ pemegang political authority. SDM negara
terpisah jadi dua, lokal dan nasional….disini tidak (Kompas, 15 Januari 2020).
Khusus dalam bidang
kewenangan, dari sejak ditempuhnya otonomi daerah tahun 2001 hingga hari ini
masih terjadi friksi. Friksi ini adalah;
1) Friksi antara unsur pemerintah pusat
dengan penyelenggara pemerintahan daerah.
2) Friksi antara pemerintah provinsi
dengan kabupaten/kota.
3) Friksi antar pemerintahan kabupaten/kota
sendiri.
4) Friksi dalam penerapan wewenang
daerah di Kawasan tertentu. (Dr Oentarto SM, Dr I Made Suwandi, M Soc, Sc, Dr
Dodi Riyadmadji, 2004:192)
∏∏
PERTANYAAN
1. Tuliskan
apa-apa yang tidak dipahami dari bahan kuliah di atas.
2. Jawablah
pertanyaan-pertanyaan ini dalam waktu 2 sd 3 hari. Pertama, setelah membaca
bahan kuliah di atas, menurut saudara apa yang dimaksud “koordinasi, kerjasama,
dan pengawasan dalam pemerintahan. Kedua; mengapa terjadi kontradiksi antara UU
Pemda dan UU Pilkada mengenai status Kepala Daerah. ketiga; mengapa posisi desa
bila dihubungkan dengan kabupaten bermasalah, seperti diuraikan Prof Irfan
Ridwan Maksum ?. ke empat; agar cepat penanganan Covid-19, strategi apa yang
sebaiknya di tempuh pemerintah?
[1] Menurut
G. Terry, Manajemen adalah suatu proses tertentu yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan penggunaan suatu ilmu dan seni
yang Bersama-sama menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan. Tidaak begitu beda
dengan Terry, Stoner mendefinisikan manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar
tercapai tujuan organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar