Jumat, 10 Juli 2020

BS VI, REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK



BS VI, REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK
KULIAH KE -6
JURUSAN PEMERINTAHAN UDA MEDAN
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
Cat: Baca dengan seksama dan jawablah pertanyaan dibawahnya.
KONSEP BIROKRASI MASA DEPAN (II)
Kuliah sebelumnya telah menguraikan ciri-ciri birokrasi masa depan; seperti:
·         Peduli kepada kelompok yang teraniaya dan terpinggirkan
·         Unggul
·         Transformatif, lebih dari sekedar melayani
Pada kuliah kali ini akan dilanjutkan dengan ciri-ciri yang lain, seperti, profesional, memiliki integritas tinggi, memiliki visi kebaruan, dan agen tata pemerintahan demokratis.
Professional
Sosok lain yang perlu dikembangkan pada birokrasi masa depan adalah professionalismenya yang tinggi. Birokrasi masa depan harus memiliki karakter professional. Profesionalisme yang tinggi perlu dikambangkan bukan hanya untuk meningkatkan kompetensi birokrasi dalam melayani masyarakat, tetapi juga meningkatkan kemandirian birokrasi dalam menghadapi tekanan dan intervensi politik. Euphoria politik pasca Orde Baru berpengaruh dalam kehidupan birokrasi. Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat telah menciptakan lingkungan politik yang berbeda pada birokrasi publk.
Pihak yang ingin memenangkan pilkada, terutama pihak incumbent, melihat birokrasi pemerintah sebagai sumber daya yang penting sekaligus mesin politik yang efektif. Akibatnya, tekanan untuk melibatkan birokrasi dan aparaturnya dalam kegiatan kampanye dan politik praktis menjadi semakin besar. Disisi lain, aparat birokrasi justru melihat upaya pemanfaatan birokrasi itu sebagai peluang untuk membangun hbungan dengan para politisi dan membuka akses untuk mendapatkan jabatan dalam birokrasi. Akibatnya, transaksi politik antara para politisi dan pejabat karir sulit dihindari dan dapat merusak kredibilitas birokrasi pemerintah.
Pengembangan professionalism dapat menjadi benteng yang Tangguh bagi birokrasi terhadap upaya yang ingin menjadikannya sebagai arena transaksi politik antara politisi dan aparatur birokrasi. Professionalism dapat menjadi salah satu kriteria dan sumber nilai yang penting bagi aparatur dalam menghadapi tekanan dan kepentingan yang ingin menjadikan birokrasi pemerintah sebagai instrument politik yang berorientasi sempit. Professionalism sebagi sebuah nilai juga dapat menjadi sumber inspirasi bagi apartaur birokrasi untuk selalu menempatkan kepentingan public di atas kepentingan lainnya.
Untuk menembangkan professionalism maka beberapa hal perlu dilakukan. Pertama, professionalisme membutuhkan aparat birokrasi yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pengetahuan yang luas. Birokrasi pemerintah harus berani menetapkan standar minimum pendidikan aparaturnya. Aparatur birokrasi public di masa depan setidak-tidaknya harus menamatan program diploma, atau bahkan sarjana. Mereka harus memiliki akses terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsekuensinya adalah peran aparatur yang bersifat clerical atau teknis administratif seperti surat menyurat, yang memerlukan jenjang pendidikan sekolah menengah ke bawah, tidak perlu dipertahankan lagi. Pemerintah harus melakukan investasi SDM sehingga aparatur birokrasi dapat memiliki kualifikasi pendidikan minimal yang diperlukan untuk menduduki jabatan tertentu dalam birokrasi publik.
Kedua, membangun aparatur yang professional memerlukn pelembagaan nilai, sikap, dan perilaku yang diturunkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta didorong oleh keinginan untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik dan bermartabat. Aparatur birokrasi yang professional harus berani meninggalkan cara kerja yang tradisional dan rutin, serta selalu berusaha menciptakan kebaruan dalam cara mereka menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Mereka harus selalu berusaha memperbarui cara kerjanya untuk dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas.
Ketiga, untuk mempercepat pengembangan professionalism dalam birokrasi, pemerintah juga perlu mendorong dan memfasilitasi pengembangan administrator publik sebagai sebuah profesi yang berdiri sendiri, sebagaimana profesi lainnya seperti dokter, guru, wartawan, pengacara, dan sebagainya. Selama ini administrator publik belum menjadi sebuah profesi yang diakui  oleh publik. Pekerjaan seorang administrator selama ini masih dianggap sebagi jenis pekerjaan yang generik dan tidak menuntut kompetensi yang spesifik sehingga dianggap tidak dapat dikembangkan sebagai sebuah profesi yang berdiri sendiri. Asumsi seperti itu tentu tidak tepat dan berimplikasi negatif terhadap upaya pengembangan administrator sebagai sebuah profesi yang berdiri sendiri.
Keempat, profesionalitas aparatur birokrasi dapat dikembangkan ketika mereka memiliki ruang yang memadai untuk mengambil diskresi. Kecenderungan birokrasi pemerintah sekarang ini yang bersifat rule driven perlu diperbaiki agar aparatur birokrasi memiliki kapasitas untuk merespons dinamika yang terjadi dalam lingkungannya secara kreatif dan responsive. Untuk itu, perlu ada pengaturan mengenai penggunaan diskresi oleh aparatur birokrasi untuk kepentingan public secara akuntabel. Pengaturan ini perlu menjaga keseimbangan antara hak untuk mengambil diskresi dan pertanggungjawabannya, termasuk dampaknya bagi masyarakat luas.
Memiliki Integritas Tinggi
Salah satu masalah yang dihadapi dalam memperbaiki kinerja birokrasi pemerintah sekarang ini adalah kecenderungan birokrasi pemerintah yang tumbuh menjadi pasar korupsi yang utama. Birokrasi publik di Indonesia sering menjadi arena pertemuan antara pemburu rente (rent seekers) dan mereka yang membutuhkan privilege. Sebagian besar kasus korupsi yang terjadi di Indonesia selalu melibatkan birokrasi pemerntah atau setidaknya aktor-aktor di dalamnya. Bagaimana birokrasi menjadi arena korupsi akan dibahas dengan cukup mendalam pada Bab IV. Intinya, birokrasi pemerintah cenderung arena yang mempertemukan para pemburu rente dengan pihak yang karena berbagai alasan tidak sanggup mengikuti prosedur yang wajar dalam pelayanan publik. Kondisi seperti ini harus segera diakhiri. Jika Indonesia gagal menghapus pasar korupsi itu, tujuan para pendiri bangsa untuk menjadikan birokrasi sebagai again pelayanan sekaligus pembaharu tidak akan terwujud.
Menjadikan integritas sebagai salah satu nilai penting dalam pengembangan birokrasi pemerintah sangat relevan dengan situasi yang dihadapi oleh Indonesia sekarang dan di masa mendatang. Tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mewujudkan democratic governance adalah masih tingginya angka korupsi di Indonesia. Indeks persepsi korupsi  yang masih buruk menunjukkan upaya pengendalian perilaku korupsi di Indonesia belum sepenuhnya berhasil. Hasil survey yang dilakukan di beberapa daerah menunjukkan bahwa para pemangku kepentingan di daerah masih menilai birokrasi pemerintah cenderung korup ketika peluang untuk itu tersedia. Yang lebih memprihatinkan, yaitu salah satu temuan Governance Assesment Survey 2006 yang menunjukkan tingginya angka toleransi terhadap perilaku korupsi dalam birokrasi.
Situasi ini menunjukkan pengendalian korupsi dalam birokrasi bukan tindakan yang mudah karena pihak yang sebenarnya menjadi korban dari perilaku korupsi cenderung rela membayar. Bahkan, sebagian besar dari mereka merasa lega setelah membayar pungutan liar, karena dengan begitu mereka akan memperoleh kepastian dan kualitas pelayanan yang lebih baik. Temuan ini juga menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi dalam birokrasi membutuhkan tindakan yang dapat menyentuh semua sumber korupsi, baik di dalam ataupun di luar birokrasi.
Menjadikan pengendalian korupsi sebagai bagian dari agenda reformasi birokrasi adalah sangat strategis karena sejumlah alasan. Pertama, perilaku korupsi mencirikan bangsa yang memiliki peradaban yang rendah dan primitif karena bukan hanya bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai peradaban dunia modern yang universal. Kedua, perilaku korupsi selalu menciptakan ketidakadilan sosial. Korupsi membuat mereka yang memiliki kekuasaan memperoleh keuntungan dari penderitaan orang lain. Karena itu, tidak mengherankan apabila korupsi selalu menjadi sumber ketimpangan sosial. Ketiga, korupsi menyebabkan tingginya biaya pemerintahan dan menjadikan satuan sosial ekonomi kehilangan daya saing. Negara yang memiliki birokrasi yang korup akan kehilangan daya saingnya dan cenderung mengalami kebangkrutan ekonomi dan sosial.
Memiliki visi kebaruan
Karakteristik lain yang perlu ditonjolkan dalam birokrasi pemerintah di masa depan adalah kapasitasnya menciptakan kebaruan. Visi kebauan ini penting ntk dijadikan sebagai salah satu karakteristik birokrasi Indonesia mengingat salah satu penyebab keterpurukan birokrasi di Indonesia selama ini adalah kegagalannya untuk melakukan pembaruan terhadap dirinya dalam merespons dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang sangat tinggi. Kecenderungan birokrasi pemerintah untuk memberhalakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan sering kali menjerumuskan birokrasi ke dalam lembah kejumudan. Ketika birokrasi publik dihadapkan pada lingkungan yang sangat dinamis dan berubah dengan sangat cepat, aparatur birokrasi sering kali tidak berani berinisiatif melakukan diskresi untuk membantu warganya. Akibatnya, keluhan dan kritik terhadap birokrasi sering kali tidak terhindarkan karena warga sebenarnya berharap apparat birokrasi lebih menggunakan akal sehat dan hat nuraninya dalam membantu warga.
Dengan memasukkan kebaruan sebagai bagian dari kehidupan birokrasi masa depan maka aparatur birokrasi diharapkan nantinya lebih berani mengambil diskresi dalam merespons permasalahan public. Apalagi jika upaya mengembangkan administrator public sebagi sebuah profesi dapat dilakukan, administrator public akan memiliki otonomi dalam pengambilan keputusan, walaupun penggunaan otonominya tentu akan dibatasi oleh peraturan perundangan yang berlaku. Apparat birokrasi pemegang profesi administrator public akan menjadi semakin terlatih dalam menggunakan diskresi. Dengan kemampuan professionalnya mereka akan dapat mengurangi kejumudan yang selama ini mengakar dalam kehidupan birokrasi public Indonesia.
Adanya visi kebaruan juga akan mendorong birokrasi untuk menciptakan ruang yang memadai bagi aparatnya untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi. Selama ini tradisi untuk mengembangkan kreatifitas dalam penyelenggaraan layanan public tidak berkembang dalam birokrasi karena ruang untuk mengembangkan kreatipitas tidak tersedia secara memadai. Sebaliknya, aparat birokrasi sering mendapatkan disincentive dan penalties ketika mereka melakukan sesuatu yang berbeda darieraturan dan petunjukpelaksanaan. Auditor dan pengawas sering kali menyederhanakan penilaiannya dengan menganggap semua tindakan administrator yang tidak sesuai dengan peraturan sebagai bentuk penyimpangan, meskipun peraturan yang berlaku tidak lagi relevan dan tindakan administrator sepenuhnya didasarkan atas pertimbangan kepentingan public.
Adanya visi kebaruan ini diharapkan dapat menciptakan tekanan terhadap apparat birokrasi untuk mengubah orientasinya yang rule driven. Visi kebaruan diharpkan dapat mendorong mereka untuk mengembangkan pola piker baru dalam menyikapi berbagai masalah dalam birokrasi dan lingkungannya. Berbagai kendala yang menghalangi kreativitas dan inovasi baik yang melekat dalam struktur, prosedur, dan budaya birokrasi secara berangsur-angsur akan dapat digusur dan diganti dengan struktur yang lebih adaptif, prosedur yang tidak membunuh akal sehat dan hati nurani, dan budaya kreatif yang tinggi.
Agen tata pemerintahan demokratis.
Birokrasi publik masa depan harus memiliki predisposisi yang positif terhadap democratic governance. Birokrasi dan aparaturnya harus mampu berperan aktif mewujudkan nilai-nilai democratic governance sepertipartisipasi, transparansi, dan akuntabilitas pada public. Karakteristik birokrasi public yang cenderung mendominasi proses pembuatan kebijakan dan menghalangi keterlibatan public dalam proses itu harus dihilangkan. Birokrasi public harus lebih terbuka dan secara aktif melibatkan warganya dalam kegiatan pemerintahan dan pelayanan public. Pelayanan public bukan lagi domain pemerintah semata-mata, tetapi adalah urusan semua warga dan pemangku kepentingan. Spesifikasi  untuk memenuhi kebutuhan warga bukan lagi monopoli birokrasi, melainkan harus menjadi arena yang terbuka dimana semua pemangku kepentingan dan warga pengguna dapat berpartisipasi dalam penyelenggaraannya, termasuk berperan dalam pengambilan keputusan.
Kegiatan pemerintahan dan pelayanan public dengan demikian harus transparan dan akuntabel. Pemerintah dan birokrasinya harus menyadari bahwa warga memiliki hakuntuk mengetahui apa yang akan dilakukan oleh pemerintah dan birokrasinya dalam menjawab kebutuhannya. Sebagaipembayar pajak, merekaperlu juga mengetahui bagaimana uang daripajak tersebut digunakan. Seberapa banyak dana pajak yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan public dan seberapa banyak yang digunakan untuk membiayai birokrasinya harus dapat diketahui dengan mudah oleh warga. Dengan membuka akses warga untuk mengetahui praktik alokasi anggaran maka warga dapat menilai apakah pemerintah dan birokrasinya memihak dan bertanggung jawab pada public atau lebih melayani kekuasaan. Birokrasi pemerintah akan memiliki legitimasi yang tinggi di mata warga ketika warga mengetahui birokrasi telah bekerja keras memenuhi kebutuhan warga. Transparansi dan akuntabilitas menjadi sebuah keniscayaan apabila birokrasi ingin berkontribusi dalam mewujudkan democratic governance.
Untuk dapat menjadikan dirinya sebagai factor positif bagi terwujudnya democratic governance maka struktur birokrasi yang selama ini masih sangat Weberian harus ditinjau kembali. Struktur birokrasi yang sangat hierarkhis, tertutup, dan rigid tentu tidak bersahabat dan kondusif bagi berkembangnya birokrasi yang partisipatif dan transparan. Untuk itu struktur birokrasi perlu dikembangkan menjadi lebih flat, lentur, dan memberikan ruang diskresi bagi aparaturnya sehingga membuat interaksi antara birokrasi dengan warganya menjadi lebih internship dan terbuka. Struktur birokrasi harus memungkinkan bagi warga untuk dapat berhubungan dengan birokrasi secara mudah, murah, dan sederhana. Reformasi birokrasi harus mampu mengubah struktur birokrasi menjadi terbuka dan memungkinkan bagi warga dan pemangku kepentingan untuk terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan public.
Secara ringkas birokrasi Indonesia di masa depan perlu memiliki karakteristik sebagai berikut: “birokrasi publik yang peduli, professional, berintegritas tinggi, mampu menyelenggarakan pelayanan yang unggul, berperan sebagai agen embaharu, dan berkontribusi dalam mewujudkan democratic governance. Visi birokrasi tersebut akan melahirkan sosok apparat birokrasi yang sangat berbeda dari yang sekarang, yang telah terbukti gagal menjadi sumber inspirasi bagi reformasi birokrasi di Indonesia. Untuk mewujudkan visi reformasi birokrasi tersebut tentu banyak perubahan yang harus dilakukan. Mengingat kompleksnya masalah yang dihadapi birokrasi public di Indonesia sekarang ini maka perubahan yang diperlukan untuk mewujudkan visi reformasi tersebut harus menyeluruh dan menyentuh semua dimensi permasalahan yang menjadikan birokrasi gagal menjaankan fungsi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
PERTANYAAN
1.     Bagaimana dampak pilkada terhadap professionalism birokrasi. Jelaskan secara runtut.
2.     Sebutkan empat syarat professionalism birokrasi, sebagaimana ditulis Agus Dwiyanto di atas.
3.     Mengapa birokrasi berkembang menjadi pasar korupsi? Jelaskan secara sistematis.
4.     Jelaskan apa yang dimaksud dalam kalimat ini:….kecenderungan birokrasi pemerintah untuk memberhalakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan seringkali menjerumuskan birokrasi ke lembah kejumudan.
5.     Jelaskan apa yang dimaksuddengan d i s k r e s I (dalam hubungan soal no 4)
6.     Uraikan secara logis dan sistimatis apa yang dimaksud dengan democratic governance.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar