BS VI,
REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK
KULIAH KE -6
JURUSAN
PEMERINTAHAN UDA MEDAN
PENGASUH: REINHARD HUTAPEA
Cat: Baca dengan seksama dan
jawablah pertanyaan dibawahnya.
∏
KONSEP BIROKRASI MASA DEPAN (II)
Kuliah sebelumnya telah
menguraikan ciri-ciri birokrasi masa depan; seperti:
·
Peduli kepada kelompok yang
teraniaya dan terpinggirkan
·
Unggul
·
Transformatif, lebih dari sekedar
melayani
Pada
kuliah kali ini akan dilanjutkan dengan ciri-ciri yang lain, seperti, profesional,
memiliki integritas tinggi, memiliki visi kebaruan, dan agen tata pemerintahan
demokratis.
Professional
Sosok lain yang perlu dikembangkan
pada birokrasi masa depan adalah professionalismenya yang tinggi. Birokrasi
masa depan harus memiliki karakter professional. Profesionalisme yang tinggi
perlu dikambangkan bukan hanya untuk meningkatkan kompetensi birokrasi dalam
melayani masyarakat, tetapi juga meningkatkan kemandirian birokrasi dalam
menghadapi tekanan dan intervensi politik. Euphoria politik pasca Orde Baru berpengaruh
dalam kehidupan birokrasi. Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung
oleh rakyat telah menciptakan lingkungan politik yang berbeda pada birokrasi
publk.
Pihak yang ingin memenangkan pilkada,
terutama pihak incumbent, melihat birokrasi pemerintah sebagai sumber daya yang
penting sekaligus mesin politik yang efektif. Akibatnya, tekanan untuk
melibatkan birokrasi dan aparaturnya dalam kegiatan kampanye dan politik
praktis menjadi semakin besar. Disisi lain, aparat birokrasi justru melihat upaya
pemanfaatan birokrasi itu sebagai peluang untuk membangun hbungan dengan para
politisi dan membuka akses untuk mendapatkan jabatan dalam birokrasi.
Akibatnya, transaksi politik antara para politisi dan pejabat karir sulit
dihindari dan dapat merusak kredibilitas birokrasi pemerintah.
Pengembangan professionalism dapat
menjadi benteng yang Tangguh bagi birokrasi terhadap upaya yang ingin
menjadikannya sebagai arena transaksi politik antara politisi dan aparatur
birokrasi. Professionalism dapat menjadi salah satu kriteria dan sumber nilai
yang penting bagi aparatur dalam menghadapi tekanan dan kepentingan yang ingin
menjadikan birokrasi pemerintah sebagai instrument politik yang berorientasi
sempit. Professionalism sebagi sebuah nilai juga dapat menjadi sumber inspirasi
bagi apartaur birokrasi untuk selalu menempatkan kepentingan public di atas
kepentingan lainnya.
Untuk menembangkan professionalism
maka beberapa hal perlu dilakukan. Pertama, professionalisme membutuhkan aparat
birokrasi yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pengetahuan yang
luas. Birokrasi pemerintah harus berani menetapkan standar minimum pendidikan
aparaturnya. Aparatur birokrasi public di masa depan setidak-tidaknya harus
menamatan program diploma, atau bahkan sarjana. Mereka harus memiliki akses
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsekuensinya adalah
peran aparatur yang bersifat clerical
atau teknis administratif seperti surat menyurat, yang memerlukan jenjang pendidikan
sekolah menengah ke bawah, tidak perlu dipertahankan lagi. Pemerintah harus
melakukan investasi SDM sehingga aparatur birokrasi dapat memiliki kualifikasi pendidikan
minimal yang diperlukan untuk menduduki jabatan tertentu dalam birokrasi
publik.
Kedua, membangun aparatur yang
professional memerlukn pelembagaan nilai, sikap, dan perilaku yang diturunkan
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta didorong oleh keinginan
untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik dan bermartabat. Aparatur
birokrasi yang professional harus berani meninggalkan cara kerja yang tradisional
dan rutin, serta selalu berusaha menciptakan kebaruan dalam cara mereka
menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Mereka harus
selalu berusaha memperbarui cara kerjanya untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan publik yang berkualitas.
Ketiga, untuk mempercepat
pengembangan professionalism dalam birokrasi, pemerintah juga perlu mendorong
dan memfasilitasi pengembangan administrator publik sebagai sebuah profesi yang
berdiri sendiri, sebagaimana profesi lainnya seperti dokter, guru, wartawan,
pengacara, dan sebagainya. Selama ini administrator publik belum menjadi sebuah
profesi yang diakui oleh publik.
Pekerjaan seorang administrator selama ini masih dianggap sebagi jenis
pekerjaan yang generik dan tidak menuntut kompetensi yang spesifik sehingga
dianggap tidak dapat dikembangkan sebagai sebuah profesi yang berdiri sendiri.
Asumsi seperti itu tentu tidak tepat dan berimplikasi negatif terhadap upaya
pengembangan administrator sebagai sebuah profesi yang berdiri sendiri.
Keempat, profesionalitas aparatur
birokrasi dapat dikembangkan ketika mereka memiliki ruang yang memadai untuk
mengambil diskresi. Kecenderungan birokrasi pemerintah sekarang ini yang
bersifat rule driven perlu diperbaiki agar aparatur birokrasi memiliki
kapasitas untuk merespons dinamika yang terjadi dalam lingkungannya secara
kreatif dan responsive. Untuk itu, perlu ada pengaturan mengenai penggunaan
diskresi oleh aparatur birokrasi untuk kepentingan public secara akuntabel.
Pengaturan ini perlu menjaga keseimbangan antara hak untuk mengambil diskresi
dan pertanggungjawabannya, termasuk dampaknya bagi masyarakat luas.
Memiliki Integritas
Tinggi
Salah satu masalah yang dihadapi
dalam memperbaiki kinerja birokrasi pemerintah sekarang ini adalah
kecenderungan birokrasi pemerintah yang tumbuh menjadi pasar korupsi yang utama. Birokrasi
publik di Indonesia sering menjadi arena pertemuan antara pemburu rente (rent
seekers) dan mereka yang membutuhkan privilege. Sebagian besar kasus korupsi
yang terjadi di Indonesia selalu melibatkan birokrasi pemerntah atau setidaknya
aktor-aktor di dalamnya. Bagaimana birokrasi menjadi arena korupsi akan dibahas
dengan cukup mendalam pada Bab IV. Intinya, birokrasi pemerintah cenderung
arena yang mempertemukan para pemburu rente dengan pihak yang karena berbagai
alasan tidak sanggup mengikuti prosedur yang wajar dalam pelayanan publik.
Kondisi seperti ini harus segera diakhiri. Jika Indonesia gagal menghapus pasar
korupsi itu, tujuan para pendiri bangsa untuk menjadikan birokrasi sebagai
again pelayanan sekaligus pembaharu tidak akan terwujud.
Menjadikan integritas sebagai salah
satu nilai penting dalam pengembangan birokrasi pemerintah sangat relevan
dengan situasi yang dihadapi oleh Indonesia sekarang dan di masa mendatang.
Tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam mewujudkan democratic
governance adalah masih tingginya angka korupsi di Indonesia. Indeks persepsi
korupsi yang masih buruk menunjukkan
upaya pengendalian perilaku korupsi di Indonesia belum sepenuhnya berhasil.
Hasil survey yang dilakukan di beberapa daerah menunjukkan bahwa para pemangku
kepentingan di daerah masih menilai birokrasi pemerintah cenderung korup ketika
peluang untuk itu tersedia. Yang lebih memprihatinkan, yaitu salah satu temuan
Governance Assesment Survey 2006 yang menunjukkan tingginya angka toleransi
terhadap perilaku korupsi dalam birokrasi.
Situasi ini menunjukkan pengendalian
korupsi dalam birokrasi bukan tindakan yang mudah karena pihak yang sebenarnya
menjadi korban dari perilaku korupsi cenderung rela membayar. Bahkan, sebagian
besar dari mereka merasa lega setelah membayar pungutan liar, karena dengan
begitu mereka akan memperoleh kepastian dan kualitas pelayanan yang lebih baik.
Temuan ini juga menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi dalam birokrasi
membutuhkan tindakan yang dapat menyentuh semua sumber korupsi, baik di dalam
ataupun di luar birokrasi.
Menjadikan pengendalian korupsi
sebagai bagian dari agenda reformasi birokrasi adalah sangat strategis karena
sejumlah alasan. Pertama, perilaku korupsi mencirikan bangsa yang memiliki
peradaban yang rendah dan primitif karena bukan hanya bertentangan dengan
nilai-nilai moral dan etika, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai peradaban
dunia modern yang universal. Kedua, perilaku korupsi selalu menciptakan
ketidakadilan sosial. Korupsi membuat mereka yang memiliki kekuasaan memperoleh
keuntungan dari penderitaan orang lain. Karena itu, tidak mengherankan apabila
korupsi selalu menjadi sumber ketimpangan sosial. Ketiga, korupsi menyebabkan
tingginya biaya pemerintahan dan menjadikan satuan sosial ekonomi kehilangan
daya saing. Negara yang memiliki birokrasi yang korup akan kehilangan daya
saingnya dan cenderung mengalami kebangkrutan ekonomi dan sosial.
Memiliki visi kebaruan
Karakteristik lain yang perlu
ditonjolkan dalam birokrasi pemerintah di masa depan adalah kapasitasnya
menciptakan kebaruan. Visi kebauan ini penting ntk dijadikan sebagai salah satu
karakteristik birokrasi Indonesia mengingat salah satu penyebab keterpurukan
birokrasi di Indonesia selama ini adalah kegagalannya untuk melakukan pembaruan
terhadap dirinya dalam merespons dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang
sangat tinggi. Kecenderungan birokrasi pemerintah untuk memberhalakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan
sering kali menjerumuskan birokrasi ke dalam lembah kejumudan. Ketika birokrasi
publik dihadapkan pada lingkungan yang sangat dinamis dan berubah dengan sangat
cepat, aparatur birokrasi sering kali tidak berani berinisiatif melakukan
diskresi untuk membantu warganya. Akibatnya, keluhan dan kritik terhadap
birokrasi sering kali tidak terhindarkan karena warga sebenarnya berharap
apparat birokrasi lebih menggunakan akal sehat dan hat nuraninya dalam membantu
warga.
Dengan memasukkan kebaruan sebagai
bagian dari kehidupan birokrasi masa depan maka aparatur birokrasi diharapkan
nantinya lebih berani mengambil diskresi dalam merespons permasalahan public.
Apalagi jika upaya mengembangkan administrator public sebagi sebuah profesi
dapat dilakukan, administrator public akan memiliki otonomi dalam pengambilan
keputusan, walaupun penggunaan otonominya tentu akan dibatasi oleh peraturan
perundangan yang berlaku. Apparat birokrasi pemegang profesi administrator
public akan menjadi semakin terlatih dalam menggunakan diskresi. Dengan
kemampuan professionalnya mereka akan dapat mengurangi kejumudan yang selama
ini mengakar dalam kehidupan birokrasi public Indonesia.
Adanya visi kebaruan juga akan mendorong
birokrasi untuk menciptakan ruang yang memadai bagi aparatnya untuk
mengembangkan kreatifitas dan inovasi. Selama ini tradisi untuk mengembangkan
kreatifitas dalam penyelenggaraan layanan public tidak berkembang dalam
birokrasi karena ruang untuk mengembangkan kreatipitas tidak tersedia secara
memadai. Sebaliknya, aparat birokrasi sering mendapatkan disincentive dan
penalties ketika mereka melakukan sesuatu yang berbeda darieraturan dan
petunjukpelaksanaan. Auditor dan pengawas sering kali menyederhanakan
penilaiannya dengan menganggap semua tindakan administrator yang tidak sesuai
dengan peraturan sebagai bentuk penyimpangan, meskipun peraturan yang berlaku
tidak lagi relevan dan tindakan administrator sepenuhnya didasarkan atas
pertimbangan kepentingan public.
Adanya visi kebaruan ini diharapkan
dapat menciptakan tekanan terhadap apparat birokrasi untuk mengubah
orientasinya yang rule driven. Visi kebaruan diharpkan dapat mendorong mereka
untuk mengembangkan pola piker baru dalam menyikapi berbagai masalah dalam
birokrasi dan lingkungannya. Berbagai kendala yang menghalangi kreativitas dan
inovasi baik yang melekat dalam struktur, prosedur, dan budaya birokrasi secara
berangsur-angsur akan dapat digusur dan diganti dengan struktur yang lebih
adaptif, prosedur yang tidak membunuh akal sehat dan hati nurani, dan budaya
kreatif yang tinggi.
Agen tata pemerintahan
demokratis.
Birokrasi publik masa depan harus
memiliki predisposisi yang positif terhadap democratic governance. Birokrasi dan aparaturnya harus
mampu berperan aktif mewujudkan nilai-nilai democratic governance
sepertipartisipasi, transparansi, dan akuntabilitas pada public. Karakteristik
birokrasi public yang cenderung mendominasi proses pembuatan kebijakan dan
menghalangi keterlibatan public dalam proses itu harus dihilangkan. Birokrasi
public harus lebih terbuka dan secara aktif melibatkan warganya dalam kegiatan
pemerintahan dan pelayanan public. Pelayanan public bukan lagi domain
pemerintah semata-mata, tetapi adalah urusan semua warga dan pemangku
kepentingan. Spesifikasi untuk memenuhi
kebutuhan warga bukan lagi monopoli birokrasi, melainkan harus menjadi arena
yang terbuka dimana semua pemangku kepentingan dan warga pengguna dapat
berpartisipasi dalam penyelenggaraannya, termasuk berperan dalam pengambilan
keputusan.
Kegiatan pemerintahan dan pelayanan
public dengan demikian harus transparan dan akuntabel. Pemerintah dan
birokrasinya harus menyadari bahwa warga memiliki hakuntuk mengetahui apa yang
akan dilakukan oleh pemerintah dan birokrasinya dalam menjawab kebutuhannya.
Sebagaipembayar pajak, merekaperlu juga mengetahui bagaimana uang daripajak
tersebut digunakan. Seberapa banyak dana pajak yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan public dan seberapa banyak yang digunakan untuk membiayai
birokrasinya harus dapat diketahui dengan mudah oleh warga. Dengan membuka
akses warga untuk mengetahui praktik alokasi anggaran maka warga dapat menilai
apakah pemerintah dan birokrasinya memihak dan bertanggung jawab pada public
atau lebih melayani kekuasaan. Birokrasi pemerintah akan memiliki legitimasi
yang tinggi di mata warga ketika warga mengetahui birokrasi telah bekerja keras
memenuhi kebutuhan warga. Transparansi dan akuntabilitas menjadi sebuah
keniscayaan apabila birokrasi ingin berkontribusi dalam mewujudkan democratic
governance.
Untuk dapat menjadikan dirinya
sebagai factor positif bagi terwujudnya democratic governance maka struktur
birokrasi yang selama ini masih sangat Weberian harus ditinjau kembali.
Struktur birokrasi yang sangat hierarkhis, tertutup, dan rigid tentu tidak
bersahabat dan kondusif bagi berkembangnya birokrasi yang partisipatif dan
transparan. Untuk itu struktur birokrasi perlu dikembangkan menjadi lebih flat,
lentur, dan memberikan ruang diskresi bagi aparaturnya sehingga membuat
interaksi antara birokrasi dengan warganya menjadi lebih internship dan
terbuka. Struktur birokrasi harus memungkinkan bagi warga untuk dapat
berhubungan dengan birokrasi secara mudah, murah, dan sederhana. Reformasi
birokrasi harus mampu mengubah struktur birokrasi menjadi terbuka dan
memungkinkan bagi warga dan pemangku kepentingan untuk terlibat dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan public.
Secara ringkas birokrasi Indonesia di
masa depan perlu memiliki karakteristik sebagai berikut: “birokrasi publik yang
peduli, professional, berintegritas tinggi, mampu menyelenggarakan pelayanan
yang unggul, berperan sebagai agen embaharu, dan berkontribusi dalam mewujudkan
democratic governance. Visi birokrasi
tersebut akan melahirkan sosok apparat birokrasi yang sangat berbeda dari yang
sekarang, yang telah terbukti gagal menjadi sumber inspirasi bagi reformasi
birokrasi di Indonesia. Untuk mewujudkan visi reformasi birokrasi tersebut
tentu banyak perubahan yang harus dilakukan. Mengingat kompleksnya masalah yang
dihadapi birokrasi public di Indonesia sekarang ini maka perubahan yang
diperlukan untuk mewujudkan visi reformasi tersebut harus menyeluruh dan
menyentuh semua dimensi permasalahan yang menjadikan birokrasi gagal menjaankan
fungsi pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
PERTANYAAN
1. Bagaimana dampak pilkada terhadap
professionalism birokrasi. Jelaskan secara runtut.
2. Sebutkan empat syarat professionalism
birokrasi, sebagaimana ditulis Agus Dwiyanto di atas.
3. Mengapa birokrasi berkembang menjadi
pasar korupsi? Jelaskan secara sistematis.
4. Jelaskan apa yang dimaksud dalam
kalimat ini:….kecenderungan
birokrasi pemerintah untuk memberhalakan prosedur dan petunjuk pelaksanaan
seringkali menjerumuskan birokrasi ke lembah kejumudan.
5. Jelaskan apa yang dimaksuddengan d i
s k r e s I (dalam hubungan soal no 4)
6. Uraikan secara logis dan sistimatis
apa yang dimaksud dengan democratic
governance.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar