Minggu, 18 Oktober 2020

BK PHA III, POLITIK HUKUM AGRARIA

 



BK PHA III, POLITIK HUKUM AGRARIA

KULIAH III, SENIN, 19 OKTOBER 2020, JAM 08.30 – 10.30

JURUSAN ; PEMERINTAHAN FISIPOL UDA

PENGASUH; REINHARD HUTAPEA

 

Pengantar

Dalam kuliah kedua telah diuraikan;

1.       Pengertian Hukum Agraria dan Hukum Tanah

2.      Hubungan Politik Agraria Nasional dan UUD 1945 dalam kebijakan dengan UUD 1945

3.      Ruang lingkup Pengaturan UUPA

4.      Disarankan agar segera membaca UUPA, Undang-Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960

Dalam kuliah ketiga ini akan diuraikan Hukum Agraria sebelum UUPA dengan sub-sub sebagai berikut;

·         Hukum Tanah yang dualistik dan pluralistik

·         Hak Hak Penguasaan tanah yang bersumber pada Hukum Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat

·         Hukum Tanah Administrasi Pemerintahan Hindia Belanda

CAT: Bahan untuk kuliah ini diambil dari “I Ketut Sudiarta SH MH dkk, 2017, Hukum Agraria, FH Unud, Denpasar”.

Jawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di akhir tulisan ini via WA atau e mail saya   reinhardhutapea59@gmail.com

Ayo semangat, rajin, dan rakus membaca, diskusi, dan menulis…..

HUKUM AGRARIA SEBELUM BERLAKUNYA UUPA

 

 1 Hukum Tanah yang Dualistik dan Pluralistik

Sebagaimana halnya dalam hukum perdata yang

bersumber pada KUH Perdata, hukum agraria lama

mempunyai sifat dualistis sebagai akibat politik hukum dari

pemerintah kolonial Belanda dahulu. Dualisme dalam hukum

agraria artinya disamping berlakunya hukum agraria adat

yang bersumber pada hukum adat, saat itu juga berlaku

hukum agraria barat yang bersumber pada hukum perdata

barat.

Hak-hak atas tanah yang diatur menurut hukum adat

disebut dengan Tanah Adat atau Tanah Indonesia.

 

Hukum agraria adat :

Sumber pada hukum adat sifatnya tidak tertulis

jiwanya gotong royong dan kekeluargaan sesuai dengan sifat

hukum adat.

Meskipun hukum agraria adat tersebut pokok-pokok

dan asas-asasnya sama, tetapi menunjukkan juga adanya

perbedaan-perbedaan berdasarkan daerah atau masyarakat

tempat berlakunya hukum agraria adat itu. Oleh sebab itu

nampak bahwa hukum agraria adat itu isinya beraneka

ragam sehingga disebut pluralistis.

Kelemahannya disamping formulasinya tidak tertulis,

mempunyai kelemahan disamping tidak tegas juga tidak

memberikan jaminan kepastian hukum.

12

Hukum agraria barat :

Bersumber pada hukum perdata barat khususnya yang

diatur dalam KUH Perdata yang sebagian besar dimuat pada

buku II, III dan IV.

Sifatnya tertulis oleh sebab itu nampak formulasinya

tegas dan mudah untuk dipaksakan berlakunya sebagai

hukum positip.

Jiwanya liberal individualistis, berdasarkan asas

konkordansi dalam penyusunan perundang-undangan Hindia

belanda dahulu, akibatnya KUH Perdata Indonesia juga

konkordan dengan BW Negeri Belanda yang berjiwa liberal

individualistis.

 

Konsekuensi dari sifat dualistis :

Maka hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa

hukum yang terjadi dikalangan orang-orang dari golongan

Indonesia (asli) akan diselesaikan menurut hukum adat.

Sedangkan hubungan-hubungan dan peristiwa hukum

yang yang terjadi di kalangan orang-orang dari golongan

Eropa dan yang dipersamakan akan diselesaikan menurut

hukum barat.

Apabila terjadi hubungan-hubungan dan peristiwaperistiwa

hukum yang terjadi antara orang-orang dari

golongan Indonesia asli dengan orang-orang dari golongan

Eropa. Untuk mengatasi persoalan hukum seperti ini ada yang

disebut dengan Hukum Antar Golongan.

Berlaku asas “tanah itu mempunyai status hukum

tersendiri yang terlepas dan tidak dipengaruhi oleh status

atau hukum dari subyek yang menghendaki” . Oleh sebab itu

tanah adat (Indonesia) tetap tunduk pada hukum agraria

13

adat, meskipun dipunyai oleh golongan eropah, demikian

pula sebaliknya.

Asas hukum agraria antar golongan seperti tersebut

diatas, tidak merupakan ketentuan hukum tertulis, tetapi

diperkuat/ dipertegas dalam berbagai putusan pengadilan.

Tanah pada waktu ini mempunyai pasaran bebas,

artinya baik orang-orang dari golongan eropa dan yang

dipersamakan dapat mempunyai tanah adat. Demikian pula

sebaliknya orang-orang dari golongan bumi putera dapat

mempunyai tanah barat / eropah. Dalam perkembangan

selanjutnya bagi orang-orang bukan Indonesia asli untuk

memperoleh tanah-tanah adat (Indonesia) diadakan

pembatasan, yaitu dengan dikeluarkannya peraturan

Larangan Pengasingan Tanah (Grond vervreemdings

verbod) yang diundangkan dalam S.1875 No 179.

Maksud dikeluarkannya peraturan larangan

Pengasingan tanah :

1. Untuk melindungi bangsa Indonesia yang kedudukanya

lemah dalam

2. bidang ekonomi apabila dibandingkan dengan bukan

bangsa Indonesia asli.

3. Untuk kepentingan pemerintah kolonial sendiri yaitu agar

kultur kopi Gubermen dapat terlindungi, sebab

pemerintah menganggap pengusaha-pengusaha Eropa

sangat membahayakan.

Dalam larangan pengasingan tanah (S 1875 No 179) ini

ditetapkan bahwa hak milik atas tanah kepunyaan bangsa

Indonesia asli tidak dapat diasingkan oleh bangsa Indonesia

kepada bukan bangsa Indonesia, baik langsung maupun

tidak langsung.

14

Pengasingan secara langsung misalnya dengan jualbeli,

pengibahan, pewarisan dengan jalan legal atau dengan

surat wasiat. Sedangkan pengasingan secara tidak langsung

terjadi dengan penyelundupan yaitu sistem kedok atau

stroom. Akan tetapi tanah milik bangsa Indonesia dapat

dialihkan kepada bukan bangsa Indonesia dengan beberapa

cara, yaitu:

1. dengan mengadakan perkawinan campuran

2. dengan pewarisan ab intestato

3. karena perubahan status kewarganegaraannya dengan

jalan naturalisasi

Dalam mengatasi persoalan-persoalan hukum agraria

antar golongan, tanah merupakan titik pertalian sekunder,

yaitu faktor-faktor yang menentukan hukum apa yang harus

diperlakukan. Ada dua pandangan yang membahas tanah

sebagai titik pertalian sekunder.

1. Pertama, mengatakan bahwa tanah selalu merupakan

titik pertalian yang sekunder, artinya setiap pemindahan

hak atas tanah harus diperlakukan menurut hukum dari

tanahnya, serta tidak memperdulikan siapa yang

mengalihkan tanah tersebut

Contoh : Tanah adat dapat digadaikan menurut hukum

adat, tetapi tanah eigendom tidak dapat digadaikan

menurut hukum adat. Tanah eigendom dihypotikan,

sebab tanah adat tunduk pada hukum adat, sedangkan

tanah eigendom tunduk pada hukum barat.

2. Pendapat yang kedua dari Kollewijn, mengatakan bahwa

tidak selalu tanah merupakan titik pertalian sekunder

(faktor yang menentukan hukum apa yang harus

diperlakukan) karena menurut hukum agraria antar

15

golongan, banyak hal-hal yang dapat menjadi titik

pertalian sekunder misalnya:

a. kehendak pihak-pihak yang bersangkutan;

b. suasana setempat

c. status orang yang bersangkutan

Contoh: Tanah adat (Indonesia) dengan hak milik

disewakan oleh orang Indonesia asli kepada orang bukan

indonesia asli. dapat juga jawabannya seperti pendapat

pada contoh pertama, tetapi apabila pihak-pihak yang

bersangkutan dalam sewa-menyewa tanah itu

menghendaki dilakukan menurut hukum barat, dapat

juga dilaksanakan. Dalam hal ini faktor tanah

dikesampingkan, karena “kehendak yang bersangkutan”

ini merupakan titik pertalian sekunder.

Dari uraian diatas, menjadi jelas bahwa dualism dalam

hukum agrarian mengandung banyak sekali masalahmasalah

yang sulit untuk memecahkannya, meskipun hukum

agraria antar golongan akhirnya mampu untuk mengatasinya.

 

2 Hak-Hak penguasan tanah yang bersumber pada Hukum

Tanah Adat dan Hukum Tanah Barat

Hukum perdata Barat demikian juga hukum tanahnya

bertitik tolak dari pengutamaan kepentingan pribadi

(individualistis /liberalistis), sehingga pangkal dan pusat

pengaturan terletak pada eigendom-recht (hak eigendom) yaitu

pemilikan perorangan yang penuh dan mutlak, di samping

domein verklaring (pernyataan domein) atas pemilikan tanah

oleh Negara.

Hukum Adat demikian juga hukum adat tanahnya

sebagai bagian terpenting dari hukum adat, bertitik tolak dari

16

pemungutan kepentingan masyarakat (komonalitas) yang

berakibat senantiasa mempertimbangkan antara kepentingan

umum dan kepentingan perorangan. Dalam hukum tanah

adat, hak ulayat, yang merupakan hak persekutuan hukum

atas tanah, merupakan pusat pengaturan. Hak perorangan

warga masyarakat adat, memperoleh hak milik garapannya,

setelah memperoleh izin dari penguasa adat. Apabila warga

tersebut terus menggarap bidang tanah termaksud secara

efektif, maka hubungan hak miliknya menjadi lebih intensif

dan dapat turun temurun. Akan tetapi apabila warga tersebut

menghentikan kegiatan menggarapnya, maka tanah itu

kambali ke dalam cakupan hak ulayat persekutuan

hukumnya dan hak miliknya melebur.

Jadi dengan demikian ada landasan filsafat yang

berlainan antara hukum perdata barat dengan :

1. Hak-hak atas tanah yang terpenting menurut hukum

perdata barat.

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang

kedudukan tanah-tanah sebelum berlakunya UUPA, perlu

diketahui terlebih dahulu macam-macam hak atas tanah

pada zaman colonial, yang dikenal dengan hak-hak Barat

diatur dalam Burgerlijk Wetboek, diantaranya hak

eigendom, hak postal, hak erfpacht dan sebagainya.

a. Hak Eigendom.

Hak eigendom adalah hak kebendaan yang

paling luas. Pasal 570 B.W. menerangkan,bahwa

eigendom adalah hak untuk dengan bebas

mempergunakan (menikmati) suatu benda sepenuhpenuhnya

dan untuk menguasainya seluas-luasnya,

asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau

17

peraturan-peraturan umum yang ditetapkan oleh

instansi (kekuasaan) yang berhak menetapkannya,

serta tidak mengganggu hak-hak orang lain, semua itu

kecuali pencabutan eigendom (onteigening) untuk

kepentingan umum dengan pembayaran yang layak

menurut peraturan-peraturan umum.

Dalam pasal ini ditetapkan dengan tegas, bahwa

eigendom itu adalah suatu hak kebendaan (zakelijk

recht), artinya orang yang mempunyai eigendom itu

mempunyai wewenang untuk :

1) Menggunakan atau menikmati benda itu dengan

batas dan sepenuh-penuhnya;

2) Mengasai benda itu dengan seluas-luasnya.

3) Onteigening (dicabut) harus untuk kepentingan

umum dengan ganti kerugian yang layak dan

menurut peraturan-peraturan hukum.

b. Hak Erfpacht.

Dalam Pasal 720 BW Hak Erfpacht adalah hak

kebendaan untuk menikmati sepenuhnya kegunaan

sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban

untuk membayar setiap tahun sejumlah uang atau

hasil bumi kepada pemilik tanah sebagai pengakuan

atas hak eigendom dari pemilik itu.

c. Hak Opstal.

Menurut pasal 711 BW hak postal adalah suatu

hak kebendaan (zakeijk recht) untuk mempunyai

rumah-rumah, bangunan-bangunan dan tanaman

diatas tanah milik orang lain.

18

2. Hak-hak tanah yang terpenting menurut hukum Adat.

Sedangkan hukum adat mengenal peristilahan

a. Hak persekutuan atas tanah :

1) Hak ulayat;

2) Hak dari kelompok kekerabatan atau keluarga

luas.

b. Hak perorangan atas tanah :

1) Hak milik, hak yasan (inland bezetrecht),

2) Hak wewenang pilih, hak kima-cek, hak

mendahulu (voorkeursrecht),

3) Hak menikmati hasil (genotsrecht),

4) Hak pakai (gebruiksrecht), dan hak menggarap/

mengolah (ontginningsrecht),

5) Hak imbalan jabatan (ambtelijk profijtrecht),

6) Hak wewenang beli (naastingsrecht).

 

3. Hukum Tanah Administrasi Pemerintah Hindia Belanda

1. Periode sebelum Proklamasi Kemerdekaan

Pada zaman VOC (1602-1799) yang berkaitan

dengan politik pertanahan, telah dikenal memberlakukan

peraturan perundang-undangan mengenai pertanahan

yang sangat menindas rakyat miskin.

a. “Contingenten” yaitu berupa pajak atas hasil pertanian

yang harus diserahkan kepada penguasa kolonial.

b. Peraturan “Verplichte Leverantieen” yaitu raja wajib

menyerahkan seluruh hasil pertanian dengan

pembayaran yang harganya sudah ditentukan secara

sepihak.

Pada tanggal 31 Desember 1979 VOC membubarkan

diri, maka pada tanggal 1 januari 1800 seluruh tanah

19

jajahan menjadi bagian dari wilayah Negeri Belanda

dengan status sebagai negara jajahan Hindia Belanda.

Gubernur pertama yang memerintah Hindia belanda

adalah Herman Willem Daendels (1808 – 1811). Politik

yang dijalankan berkaitan dengan tanah adalah menjual

tanah-tanah kepada pemilik modal besar terutama kepada

Cina, Arab maupun kepada bangsa Belanda. Tanah-tanah

yang dijual ini disebut dengan Tanah partikelir.

Daendels digantikan oleh Jan Willmen Janssens,

tidak beberpa lama pemerintah kolonial Belanda jatuh

ketangan Inggris, Janssens diganti oleh Stamford Raffles

(1811-1816).

Raffles dalam bidang pertanahan mewujudkan

pemikiran tentang fiscal (pajak) yang dikenal dengan

landrent “ (pajak tanah). Landrent tersebut tidk

dibebankan langsung kepada para pemilik tanah, tetapi

ditugaskan kepada para Kepala Desa.

Pada tahun 1816 Pemerintah Inggris menyerahkan

kekuasaannya kembali kepada Pemerintah Belanda,

dibawah pimpinan Johannes van den Bosch. Pada tahun

1830 diadakan sistem tanam paksa (cultur stelsel).

Pada tahun 1870 pemerintah kolonial Belanda

mengesahkan undang-undang agraria yang disebut

dengan “Agrarische Wet”. Stb 1870 No 55 Undang-undang

yang dibuat di negeri Belanda ini tujuannya adalah untuk

memberi kemungkinan dan jaminan kepada modal besar

asing agar dapat berkembang di Indonesia.

a. Dasar dari hukum agraria lama adalah agrarische wet

yang dijadikan satu dalam pasal 51 IS (Indische Staats

20

Regeling) Adapun bunyi ketentuan Pasal 51 IS adalah

sebagai berikut:

1) Gubernur jendral tidak boleh menjual tanah

2) Didalam larangan ini tidak termasuk tanah-tanah

yang tidak luas, yang diperuntukan perluasan kota

dan desa serta mendirikan bangunan-bangunan

kerajinan/ industri.

3) Gubernur jenderal dapat menyewakan tanah,

menurut ketentuan-ketantuan yang ditetapkan

dengan ordonansi. Adapun tanah-tanah yang telah

dibuka oleh orang-orang Indonesia asli atau yang

dipunyai oleh desa sebagai tempat pengembalaan

umum atau atas dasar lainnya tidak boleh

dipersewakan.

4) Menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan

dengan ordonansi diberikan tanah dengan hak

erfpacht selama waktu tidak boleh lebih dari 75

tahun.

5) Gubernur jenderal menjaga jangan sampai ada

pemberian tanah yang melanggar hak-hak

penduduk Indonesia asli.

6) Gubernur jenderal tidak boleh mengambil tanahtanah

yang telah dibuka oleh orang-orang

Indonesia asli untuk keperluan mereka sendiri

atau tanah-tanah kepunyaan desa sebagai tempat

pengembalaan umum atau atas dasar lainnya.

Kecuali untuk kepentingan umum berdasarkan

pasal 133 dan untuk keperluan pengusahaan yang

diselenggarakan atas perintah atasan, dengan

pemberian ganti kerugian yang layak.

21

7) Tanah-tanah yang dipunyai oleh orang-orang

Indonesia asli dengan hak milik, atas permintaan

pemiliknya yang sah diberikan kepadanya hak

eigendom dengan pembatasan-pembatasan

seperlunya yang ditetapkan dengan ordonansi.

8) Menyewakan tanah atau menyerahkan tanah

untuk dipakai oleh orang-orang Indonesia asli

kepada bukan orang-orang indonesia asli

dilakukan menurut peraturan-peraturan yang

ditetapkan dengan ordonansi.

Ketentuan-ketentuan dari Agrarische Wet

pelaksanaannya diatur lebih lanjut didalam berbagai

peraturan dan keputusan. Salah satu diantaranya

yang penting ialah yang diatur dalam Koninkjlk

Besluit yang kemudian dikenal dengan nama Agrarisch

Besluit dan diundangkan dalam S 1870 No 118. Pasal

1 dari Agrarisch Besluit ini menentukan :

“Dengan tidak mengurangi berlakunya

ketentuan ke2 dan ke 3 dari Undang-undang tersebut

(ayat 5 dan 6 Pasal 51 IS) maka tetap dipegang teguh

dasar hukum yang menyatakan bahwa: semua tanah

yang tidak ada buktinya hak eigendom adalah

kepunyaan negara”.

b. Asas domein (domein beginsel) atau pernyataan

domein berdasarkan ketentuan pasal 20 S 1870 No

118 hanya diberlakukan di Jawa dan Madura saja.

Tetapi dengan S 1875 No 119a, pernyataan domein itu

diberlakukan juga untuk daerah luar Jawa dan

Madura. Pernyataan domein yang dimuat dalam S

1870 No 118 dan S 1875 No 119a itu bersifat umum

22

dan oleh karena itu disebut juga pernyataan domein

umum.

c. Disamping itu ada juga pernyatan domein khusus

yang pada pokoknya berbunyi: “semua tanah liar

(kosong) termasuk tanah negara, kecuali tanahtanah

yang dihaki rakyat berdasarkan atas haknya

untuk membuka tanah” Pernyataan domein khusus

ini berlaku bagi daerah Sumatera, Manado, dan

Kalimantan Selatan dan Timur, dimuat dalam Stb

1874 No 94f; Stb 1877 No 55 dan Stb 1888 No 58.

d. Kenyataan dalam praktek domein verklaring ini

mempunyai beberapa fungsi antara lain :

1) Dipakai sebagai landasan hukum bagi pemerintah

kolonial untuk dapat memberikan tanah dengan

hak-hak barat, yaitu hak-hak yang diatur didalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti

Misalnya: Hak Eigendom, hak Erfpacht, hak

Opstaal.

2) Untuk keperluan pembuktian, yaitu apabila negara

berperkara, maka negara tidak perlu membuktikan

hak eigendomnya atas tanah yang diperkarakan,

tetapi pihak lainlah yang wajib untuk

membuktikan haknya.

C Van Vollenhoven mengkritik praktek-praktek

domeinverklaring ini, sebab domein verklaring ini sangat

kejam dan sangat merugikan rakyat. Lebih lanjut

dikatakannya bahwa tafsiran domein verklaring itu ada

tiga, yaitu :

a. Semua tanah yang bukan tanah eigendom menurut

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

23

b. Semua tanah yang bukan tanah eigendom, bukan pula

tanah agrarisch eigendom dan bukan pula tanah milik

rakyat yang telah bebas dari kungkungan hak ulayat.

c. Semua tanah yang bukan tanah eigendom, bukan pula

tanah agrarisch eigendom dan bukan pula tanah milik

rakyat baik yang sudah maupun yang belum bebas

dari kungkungan hak ulayat.

Rumusan ini tidak dipergunkan oleh pemerintah

kolonial Belanda, pemerintah kolonial Belanda tetap

mempergunakan rumusannya sendiri, yaitu barang siapa

tidak dapat membuktikan hak eigendom atau hak

agrarische eigendomnya atas sebidang tanah, maka

tanah itu adalah domein negara.

 

2. Periode sesudah Proklamasi Kemerdekaan

Dualisme hukum agraria ternyata masih

berlangsung meskipun negara Republik Indonesia sudah

merdeka. Ketentuan-ketentuan agraria lama terpaksa

masih diberlakukan berdasarkan ketentuan Pasal II AP

UUD 1945.

Sejak berlakunya UUD 1945 politik pemerintah

kolonial Belanda ditinggalkan, diganti dengan politik

agraria yang baru seperti yang telah digariskan didalam

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, “Bumi, air dan kekayaan alam

yang terkandung didalamnya sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat”.

 

PERTANYAAN

1.  Jelaskan secara singkat kelemahan hukum adat dengan hukum Barat

2.  Jelaskan apa yang dimaksud dengan a) hak eigendom, b) hak postal, c) hak erfpacht.

3.  Apa yang dimaksud dengan a) Contingenten, b) Verplichte leverantieen

4.  Jelaskan kebijakan Daendels tentang tanah dan pertanahan.

5.  Jelaskan kebijakan Raffles tentang tana dan pertanahan.

6.  Apa yang dimaksud dengan tanah negara. Uraikan secara singkat

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar