Rabu, 19 Januari 2022

BK 9, MK, MANAJEMEN KONFLIK

 


 

BK 9, MK, MANAJEMEN KONFLIK

KULIAH KE-9, 21 Januari 2022

JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA

PENGASUH: REINHARD HUTAPEA

=========================================================

Konflik cebong versus Kadrun

Kecenderungannya bangsa,atau khususnya pemimpin/elit, pemerintah, kurang menyadari bahwa suatu saat, sistim pemilihan umum yang berlaku saat ini dikemudian hari, mempunyai masalah besar.

Sebagaimana kita ketahui sistim pemilihan umum saat ini, yakni pemilihan kepala daerah dan presiden dilakukan secara langsung. Tidak lagi melalui legislative, yakni kepala daerah melalui DPRD, dan presiden melalui MPR.

Dengan sistim baru ini diyakini bahwa tidak ada lagi penyimpangan-penyimpangan pada era sebelumnya yang diwarnai penyuapan, yakni penyuapan kepada legislative.

Masyarakat begitu yakin dengan sistim pemilihan langsung, yakni tak mungkin para pemilih yang besar itu akan di suap, sehingga bersihlah pemimpin yang terpilih.

Dengan terpilihnya pemimpin yang bersih, dengan sendirinya akan muncul pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sehingga tujuan pemerintahan seperti yang tertuang dalam Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yakni:

1.      Melindungi seluruh warga negara dan bangsa Indonesia

2.      Mewujudkan kesejahteraan

3.      Mewujudkan kecerdasan

Dapat direalisasikan.

Sayang seribu saying, keinginan itu ternyata jauh panggang dari api. Meskipun sistim pemilihan dibuat sedemokratis mungkin, penyakit-penyakit sebelumnya tidak dapat dihilangkan. Malah entah mengapa sebaliknya yang terjadi, yaitu penyakit-penyakit itu semakin besar, semakin canggih, dan semakin rumit.

Penyuapan yang diharapkan akan hilang, faktanya tetap terjadi. Istilah “politik uang” atau money politics menjadi rona baru sistim pemilihan langsung. Dimana-mana istilah itu sudah begitu popular…..seakan-akan sudah tradisi. Tradisi kesalahan…..meski salah, tapi terus berlangsung dengan:

1.      Terstruktur

2.      Sistemik dan

3.      Massif.

Penyimpangan yang sudah terasa sejak tahun 2004, yakni sejak dimulainya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Begitu pula pada pemilihan-pemilihan kepala daerah yang dimulai pada tahun 2005, persoalan politik uang ini terus membesar.

Persoalan persoalan yang akhirnya berimplikasi jauh dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah polarisasi atau terbelahnya masyarakat. Polarisasi yang selain money politics adalah digunakannya symbol-simbol primordial dalam kampanye. Lebih lengkap bacalah tulisan dibawah ini.

Cat: Jika ada yang tak dipahami, mari kita diskusikan di WA group.

 

Cegah Polarisasi di Masyarakat, Zulkifli Ajak Elit Tak Gunakan Politik Identitas

Rabu, 24 Maret 2021 

\ Zulkifli Hasan. ©2021 Merdeka.com/Rifa Yusya Adilah

Merdeka.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan merasa masyarakat Indonesia saat ini masih terpolarisasi, dampak dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Mantan Ketua MPR itu meminta para elit berjanji untuk tidak menggunakan politik identitas lagi. Karena kata dia, politik identitas itu telah membuat masyarakat Indonesia terpecah menjadi dua kubu.

"Para elit harus minta maaf kepada masyarakat, berjanji tidak lagi menggunakan politik identitas, politik agama hanya untuk kekuasaan. Ongkos sosialnya besar sekali yang harus kita tanggung," katanya dalam pidato kebangsaannya yang disiarkan secara live, Rabu (24/3).

Menurutnya, polarisasi politik tersebut telah menimbulkan permusuhan dan kebencian. Jika perpecahan kedua ini masih terus berlanjut, dia khawatir hal itu akan membahayakan keutuhan Indonesia.

Zulkifli pun mengaku dirinya sangat sedih melihat fenomena tersebut. Padahal, kata dia, kedua penantang pada Pilpres 2019 pun masuk ke dalam satu kabinet dan bekerja bersama-sama dengan presiden terpilih.

"Saya sangat sedih melihat apa yang terjadi di Indonesia saat ini pasca Pilpres dan Pileg 2019. Cebong vs kampret, buzzer vs kadrun, itu semua bisa tereskalasi menjadi pikiran 'us vs them', ini sangat membahayakan keutuhan berbangsa dan bernegara kita," ujarnya.

"Masyarakat sudah terlanjur terbelah menjadi kubu-kubu. Sedangkan Capres dan Cawapres penantang, keduanya dipilih jadi Menteri. Bergabung dengan presiden yang terpilih," ungkap Zulkifli.

Mantan Menteri Kehutanan era Presiden SBY itu pun mengajak para elit negara ini untuk mengembalikan persatuan Indonesia. Dia berharap, ke depannya para calon pemimpin bisa lebih bijaksana dan mengedepankan nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya, yakni musyawarah mufakat. Dia tidak ingin, perpecahan itu bisa sampai mengubah identitas atau ideologi bangsa.

"Saat ini cebong kampret masih berlanjutnya, jadi mulai hari ini masyarakat harus diajak bersatu kembali. Menguatkan kembali spirit sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia," ujarnya.

"Konsep kita sejatinya adalah perwakilan melalui musyawarah mufakat yang penuh kebijaksanaan. Bukan demokrasi bebas yang hanya berpikir kompetisi menang-kalah belaka," ujarnya.

Pesan terakhirnya, dia menekankan kembali terkait bahaya politisasi agama. Menurutnya, sesuai dengan dasar negara yang disusun oleh para pendiri bangsa, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dia tidak ingin, pertarungan politik di Indonesia menaruhkan ideologi bangsa, yaitu Pancasila.

"Polarisasi yang terlanjur terjadi mengakibatkan kebingungan di masyarakat terkait ideologi bangsa. Agama kembali dipersoalkan, muncul gerakan kelompok atau organisasi yang menawarkan penerapan hukum Islam. Ini harus kita cegah. Negara kita ideologinya pancasila yang berdasar pada sila pertama," ujarnya. [fik]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar