Kamis, 10 Februari 2022

BK 11, MK, MANAJEMEN KONFLIK

 


 

BK 11, MK, MANAJEMEN KONFLIK

KULIAH KE11

JURUSAN PEMERINTAHAN FISIPOL UDA

PENGASUH: REINHARD HUTAPEA

 

KONFLIK PEMERINTAHAN HUMBANG HASUNDUTAN

Setelah kita menguraikan, membahas, hingga memperbincangkan konflik sampai ke mancanegara, menjelang akhir kuliah ini kita kembali ke focus/daerah semula, yakni Indonesia. Khususnya di tempat kita berada saat ini, yakni Sumatera Utara. Daerah yang kalau ditilik lebih seksama, konfliknya juga sangat banyak, sangat beragam, dan sangat majemuk. Dari mulai yang kecil hingga besar, alias tak terselesaikan (seperti konflik-konflik agrarian), dari ekonomi, sosial, hingga politik, atau pemerintahan.

Mungkin mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini, sedikit banyak sudah mengetahuinya. Baik dari diskusi-diskusi selama kuliah daring via WA, dari mata-mata kuliah pemerintahan lainnya, dan atau khususnya dari elaborasi mahasiswa sendiri di luar perkuliahan, seperti dari berita-berita media, dari ngerumpi di warung kopi, dan lain-lain sumber informasi.

Dari sekian konflik itu, salah satu yang menarik, adalah kasus Humbang Hasundutan, yakni perseteruan antara DPRD dan Bupatinya. Perseteruan yang kalau dibawa ke akal sehat, kiranya sudah di luar batas, sebab sudah di luar batas-batas wajar, karena melibatkan tindakan-tindakan fisik nan anarchis.

Bagaimana tindakan-tindakan yang kurang etis itu berlangsung, sudah banyak diberitakan media-media Medan, seperti Waspada, Sinar Indonesia Baru, Analisa, Sumut Pos dan media-media online lainnya.

Tidak itu saja, gerakan-gerakan masyarakat, seperti mendatangi langsung kantor DPRD dan Bupati, turut meramaikan/mewarnai konflik tersebut. Untuk lebih memahaminya bacalah dua tulisan dibawah ini, sehingga para mahasiswa dapat memberikan evaluasi lebih jelas, jernih, dan ilmiah.

Mungkin bagus juga dijadikan skripsi bagi mahasiswa yang akan menulis, sebab sangat menarik untuk diteliti (banyak masalah), yang tidak dialami daerah-daerah lain. Salah satu masalah ini menurut saya adalah mengapa bupati yang didukung semua partai, hingga dalam pilkada 2020, hanya melawan kotak kosong, setelah terpilih malah konflik dengan anggota-anggota DPRD, dari partai yang mendukungnya.

Aneh itu, Bupati Deli Serdang yang terpilih dari melawan kotak kosong, tidak ada konflik dengan partai-partai pendukungnya. Semua tenang-tenang saja, mengapa di Humbahas ribut-ribut? Ada apa di balik itu semua?

Di sisi lain, adalah ramai-masifnya gerakan-gerakan mendukung kotak kosong dari berbagai elemen masyarakat…..suatu fakta bahwa sesungguhnya banyak masyarakat tidak setuju dengan calon tunggal. Tentu masih banyak masalah lain….silakan membahasnya dengan seksama. Ngapain kita membicarakan masalah-masalah lain, sementara di depan hidung kita ada masalah serius.  

 

 

Tokoh Masyarakat Desak DPRD

Humbang Hasundutan Akhiri Konflik

MOSI tidak percaya yang dilancarkan 15 anggota DPRD kepada Ketua DPRD Humbang Hasundutan Ramses Lumbangaol pada awal April 2021 telah menyeret perhatian publik secara luas. Tidak hanya para tokoh masyarakat tetapi juga pengamat politik tingkat nasional, seperti Peneliti Formappi Lucius Karus dan Peneliti Populi Center Jefri Adriansyah.

 Betapa tidak? Sejumlah pembahasan raperda gagal lantaran rapat-rapat yang tidak bisa kuorum. Tiga dari empat agenda disebut-sebut sudah gagal di antaranya pengesahan raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2021-2026.

 Buntutnya masyarakat Humbang Hasundutan menjadi korban kisruh politik di level elite. Aktivis Humbang Hasundutan Ebenezer Sihite menegaskan, harus ada langkah konkret menyikapi situasi yang sedang memanas di salah satu kabupaten di Sumatra Utara itu.

 Menurut dia, para elite yang berkonflik harus didesak agar menyelesaikan konflik internal mereka demi kemaslahatan publik. "Situasi seperti ini tidak bisa dibiarkan lagi. Kabupaten Humbang Hasundutan sulit maju dan berkembang bila kisruh terus berlarut-larut," kata dia dalam webinar yang digelar Aliansi Masyarakat Kampus (AMK) Humbang Hasundutan bertajuk Kisruh DPRD Humbang Hasundutan Siapa Yang Bertanggung Jawab? pada Sabtu (4/9/2021).

 Diskusi itu dihadiri pengamat politik dari Formappi Lucius Karus, Peneliti Populi Center Jefri Adriansyah, sejumlah aktivis Forum Peduli Demokrasi Humbang Hasundutan (FPDHH), dan mantan Wakil Ketua DPRD Sumatra Utara Aduhot Simamora. Eben menambahkan, kisruh di parlemen itu bisa jadi acuan bagi warga Humbang Hasundutan untuk memilih calon pemimpin dan para anggota DPRD ke depan.

 Ia pun mengajak kepada para pemilih yang ada di Humbang Hasundutan agar memilih dan menentukan pemimpin berdasarkan pemikiran yang benar dan hati yang bersih. "Apa yang terjadi saat ini tentu adalah pilihan rakyat dan sebaiknya sudah ada penilaian yang rasional dari segenap masyarakat Humbang Hasundutan agar hal seperti ini tidak terulang kembali demi Humbang Hasundutan yang lebih baik," cetus putra daerah sekaligus pemerhati Humbang Hasundutan itu.

Mantan Wakil Ketua DPRD Sumatra Utara Aduhot Simamora menambahkan, kisruh DPRD sebenarnya bisa segera diselesaikan asalkan dijembatani. Ia menilai Bupati Humbang Hasundutan Dosmar Banjarnahor sebaiknya turun tangan karena kalau dibiarkan kerja politik pemerintah daerah justru menjadi terbelengkalai.

 Aduhot mengaku miris ketika membaca berita tentang warga yang ketika berobat ke rumah sakit sampai harus ditandu. Padahal, diperkirakan ada SILPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran sebesar Rp170 miliaran.

 Jika itu benar, Rp100 miliar bisa dipakai untuk memperbaiki infrastruktur jalan-jalan di desa. "Bupati Humbang Hasundutan dalam pilkada lalu didukung semua partai politik dan melawan kotak kosong.

 Sebenarnya kalau Bupati mau bisa selesai masalah ini," ujar Aduhot. Peneliti Populi Center Jefri Adriansyah mengatakan, PP 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat menjadi acuan untuk menyelesaikan "saling sandera" di DPRD Humbang Hasundutan. "Ingat ada sanksi administratif yang bisa dijatuhkan," tegas Jefri.

 Ia pun sepakat bila masyarakat Humbang Hasundutan menggugat seluruh anggota DPRD. Menurutnya, persoalan saat ini tidak semata-mata urusan 15 anggota DPRD yang menjatuhkan mosi tidak percaya tetapi sudah menjadi persoalan seluruh anggota DPRD yang berjumlah 25 orang. "Para legislator lebih suka berteriak di luar forum sidang legislator dibandingkan memperjuangkan nasib konsituennya di dalam sidang.

 Kalau legislator tidak mau rapat, sebaiknya tidak kita pilih lagi," tegasnya. Pengamat politik dari Formappi Lucius Karus memamparkan, seringnya kisruh dan perpecahan di parlemen tidak lepas dari urusan bagi-bagi kepentingan yang belum selesai. Terkait boikot yang dilakukan 15 dari 25 orang, kata Lucius, akan memberikan dampak besar bagi berjalannya roda pemerintahan. Jumlah itu akan berpengaruh pada kuorum rapat hingga pengesahan tugas-tugas wakil rakyat. "Jika memang peduli rakyat, seharusnya mereka bisa lebih lentur kan bisa dilakukan lobi-lobi dan lainnya.

Jangan peran DPRD tenggelam hanya karena ketua DPRD dan bupati dari partai yang sama. Harus fleksibel, wakil ketua DPRD bisa jadi pemimpin rapat, jadi jalan tengah," ungkap dia. 15 anggota DPRD yang melakukan mosi tidak percaya disebut berasal dari sejumlah fraksi seperti Golkar, Hanura, Gerindra, dan Demokrat. (A-3)

 

Sumber: Media Indonesia.com



 

 

Datangi Kantor DPRD Humbahas, Sejumlah Perwakilan Tokoh Masyarakat Pertanyakan Konflik Internal Dewan

* Marolop Manik: Bupati Harus Mau Hadir Disini dan Bertemu dengan Kami


(Foto: SIB/Frans Simanjuntak)

TERIMA: Ketua DPRD Humbahas Ramses Lumban Gaol didampingi Wakil Ketua Marolop Manik dan sejumlah anggota DPRD dari sejumlah fraksi menerima kedatangan sejumlah perwakilan tokoh masyarakat Humbahas di ruang rapat kantor DPRD setempat, Kamis (1/7) untuk mempertanyakan dan meminta menyudahi pertikaian yang terjadi di internal DPRD Humbahas. 

 

Humbahas (SIB)

Sejumlah perwakilan tokoh masyarakat Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) mendatangi Kantor DPRD Humbahas, Kamis (1/7). Kedatangan para penatua Humbahas itu diterima Ketua DPRD Humbahas Ramses Lumban Gaol, Wakil Ketua Marolop Manik dan sejumlah anggota DPRD dari sejumlah fraksi di ruang rapat kantor DPRD setempat.

 

Dalam pertemuan itu, mereka mempertanyakan penyebab dan asal mula konflik dan pertikaian yang terjadi di internal pimpinan dan anggota DPRD Humbahas. Selain itu, mereka juga mendesak dan meminta para wakil rakyat itu bersedia mengakhiri konflik yang terjadi selama ini demi kebaikan dan kemajuan Humbahas.

 

Seperti yang disampaikan Alboin Samosir, salah satu tokoh pemekaran Kabupaten Humbahas, dia, sangat kecewa dan miris melihat tingkah laku para anggota DPRD Humbahas.

 

Dia menyampaikan, jika melihat perjuangan mereka dengan sejumlah tokoh pemekaran Humbahas lainnya, dia tidak menyangka konflik yang terjadi di internal DPRD Humbahas bakal sehebat dan serumit saat ini.

 

Dia berharap agar pimpinan dan anggota DPRD Humbahas mau berdamai dan mengakhiri pertikaian yang terjadi, supaya pembangunan Humbahas dapat berjalan dengan baik.

 

Hal yang sama juga disampaikan Ketua YLKI Humbahas Erikson Simbolon. Dia berharap, agar perselisihan dan pertikaian yang terjadi di internal DPRD Humbahas segera diselesaikan, dan kembali duduk bersama untuk memikirkan kepentingan masyarakat Humbahas ke depan.

 

Tokoh masyarakat lainnya, Dirman Sinambela juga menyampaikan hal sama agar pimpinan dan anggota DPRD Humbahas yang terbagi dalam dua kubu mau berdamai agar Humbahas maju dan sejahtera.

 

“Kami tidak ada muatan politik apapun. Kami murni mewakili suara rakyat, bagaimana agar Humbang Hasundutan ini damai dan sejahtera, dan semoga saja damai lah yang menyertai kita,” harap Dirman.

 

Menyikapi permintaan tokoh masyarakat itu, pimpinan dan masing masing anggota dewan yang hadir memberikan statemen yang pada intinya mendukung kehadiran dan menerima masukan mereka.

 

Wakil Ketua DPRD Humbahas, Marolop Manik menyampaikan terimakasih atas kepedulian para tokoh masyarakat terhadap situasi dan kondisi perpolitikan di Humbahas. Namun pada kesempatan itu, dia menegaskan bahwa sama sekali tidak ada masalah serius di internal mereka. Yang ada kata dia, hanya masalah perbedaan sikap politik yang berujung pada penyampaian mosi tidak percaya kepada Ketua DPRD Humbahas Ramses Lumban Gaol oleh dua pimpinan dan 12 anggota dewan.

 

Dampak dari mosi tidak percaya itu, kata dia, 14 anggota DPRD tidak dilibatkan lagi dalam melakukan kunjungan reses. Padahal sesuai UUD DPRD berkewajiban melaksanakan kegiatan tersebut.

 

Dia menambahkan, keputusan untuk tidak mengikutkan mereka dalam melakukan reses, diduga atas perintah dan intervensi Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor kepada Ketua DPRD dan Plt Sekretaris DPRD Humbahas. Dan sejak kejadian itu, segala kegiatan mereka tidak pernah lagi difasilitasi Sekretariat Dewan, termasuk Sidang Paripurna Penyampaian Nota Pengantar 5 Ranperda yang digelar pada 31 Mei 2021 lalu yang dihadiri 2 pimpinan dan 13 anggota dewan dan sejumlah kegiatan lainnya.

 

“Kami perlu menyampaikan hal ini. Sebenarnya tidak ada masalah kami di DPRD ini. Yang ada itu adalah masalah kami dengan anda (Plt Sekretaris DPRD Humbahas). Anda itu di sini ditugaskan bupati untuk memfasilitasi segala kegiatan DPRD. Namun pada kenyataannya anda tidak melakukan tugas itu. Jadi supaya masalah itu dapat diselesaikan, bupati harus mau hadir dan ketemu dengan kami yang 15 orang. Karena kami menduga dia ikut mengintervensi kinerja dari Sekretariat DPRD Humbahas,” tegasnya.

 

Menanggapi pernyataan Marolop Manik itu, Plt Sekretaris DPRD Humbahas Makden Sihombing berjanji akan menyampaikan permintaan itu kepada Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor. “Akan kita sampaikan kepada bapak bupati,” jawabnya.

 

Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Fraksi Hanura, Sanggul Manalu. Dia mengatakan, sebagai anggota DPRD dari perempuan, dia berkeinginan, anggota DPRD yang terdiri dari 25 orang dapat duduk bersama dan tidak hanya untuk satu kelompok.

 

Dia juga mengungkapkan bahwa masalah yang terjadi di internal DPRD Humbahas berawal dari mosi tidak percaya kepada ketua dewan. “Keinginan kami agar lebih baik ke depan, tetapi sejauh ini tidak ada upaya dari Ketua DPRD untuk memperbaiki itu,"tandasnya.

 

Anggota DPRD Humbahas lainnya, Bresman Sianturi pada kesempatan itu menyampaikan permohonan maafnya kepada perwakilan tokoh masyarakat yang hadir tersebut. Menurutnya kehadiran para tokoh masyarakat itu dinilai sudah terlambat.

 

“Kedatangan para orangtua kami ini sebenarnya sudah terlambat. Sebab persoalan ini sudah sampai ke partai kami masing masing. Persoalan ini sudah mengakar dan mudah mudahan kehadiran para orangtua kami ini bisa memperbaiki kondisi ini," ujar Bresman.

 

Hal yang sama juga disampaikan Guntur Simamora. Bahkan dengan tegas Guntur meminta para tokoh masyarakat itu juga turut mengingatkan pemerintah.

 

"Tidak ada masalah antar anggota DPRD sebenarnya. Terkait mosi tidak percaya itu merupakan bukti cinta kami kepada ketua. Namun tidak disikapi bijak oleh ketua, sehingga ada kebijakan pemerintah yang masuk urusan rumah tangga DPRD.

 

Ibarat inang bao masuk ke kamar amang bao. Ini yang nggak boleh," ujarnya seraya minta maaf kepada Ketua DPRD.

Sementara itu, Ketua DPRD Humbahas Ramses Lumban Gaol tidak banyak komentar. Bahkan dia secara terang-terangan menyebut tidak membela diri.

 

“Terimakasih atas kunjungan para orangtua kami. Saya sudah lama menunggu kondisi ini, sehingga apa yang menjadi kekurangan lembaga ini bisa kita perbaiki. Satu hal saya tidak membela diri. Sebagai pimpinan saya merasa tersandera sebab 14 teman-teman saya menyampaikan surat mosi tidak percaya ke pimpinan partai saya. Karenanya saya berharap surat mosi tidak percaya itu dicabut, dan masalah unek-unek yang sudah disampaikan saya siap membenahinya," ucapnya. (BR7/c)

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar